Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memulai Pembelajaran yang Nyaman, Ini Alternatifnya

6 Agustus 2024   20:38 Diperbarui: 7 Agustus 2024   10:50 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- Anak belajar di kelas. (Purestock via Kompas.com)

Guru telah membuat skenario proses pembelajaran dari awal hingga akhir. Karenanya, sudah semestinya, guru menguasai semua tahapan proses pembelajaran.

Setiap tahap proses pembelajaran pasti memiliki maksud baik bagi siswa. Gurulah yang memiliki upaya penuh untuk memaknai setiap tahap proses pembelajaran bagi siswa.

Termasuk tahap awal proses pembelajaran sangat penting. Justru tahap ini merupakan momen yang penting, yang tak boleh terabaikan, untuk membangun gairah siswa belajar.

Momen ini perlu dikelola oleh guru secara "cantik". Agar, memberi kesan positif terhadap siswa. Kesan positif ini yang akan menjamin siswa masuk pada tahap proses berikutnya bergairah, tak berkesah.

Sebab, tak semua siswa yang tiba di sekolah dalam kondisi mental yang "siap". Ada juga siswa yang memiliki beban sehingga kurang nyaman. Yang, bukan mustahil kehilangan gairah belajar.

Itu sebabnya, sudah seharusnya guru menciptakan suasana yang dapat memulihkan gairah belajar. Agar, siswa yang datang ke sekolah dengan hati yang kurang nyaman dapat terobati.

Dalam hal ini, saya biasanya memanfaatkan kondisi kelas, yang dapat dirasakan langsung oleh siswa.

Maka, siswa yang tak masuk (pun) dapat menjadi pembangun suasana. Baik siswa yang tak masuk karena keterangan sakit, izin, maupun alpa.

Seringnya saya memilih siswa yang tertera di papan absen berketerangan sakit. Sebab, memulai proses pembelajaran dari mengulik siswa yang sakit, menurut saya, mengandung energi positif.

Maksudnya, ketika siswa yang sakit dibicarakan oleh guru di awal pembelajaran di hadapan siswa yang berada di kelas, suasana kelas langsung hening. Semua pandangan siswa langsung terkonsentrasi terhadap guru. Ini yang saya maksud energi positif.

Tapi, tak hanya sebatas ini energi positif yang tumbuh dalam diri siswa. Tak sekadar pandangan mereka terpusat kepada guru. Tapi, pikiran mereka, pasti akan mengarah ke siswa, yaitu rekannya sendiri, yang sakit.

Bahkan, tak sekadar pikiran, emosi mereka juga akan tersedot ke sana. Ini membangun sikap empati siswa. Membawa perasaan mereka ke keadaan yang dialami teman yang sakit.

Sudah terbukti bahwa ketika siswa masuk dalam suasana diri yang demikian, menolong guru dalam memasuki proses pembelajaran berikutnya. Siswa, baik secara fisik maupun psikis, siap memasukinya dengan gairah.

Sebab, mereka menyadari bahwa dirinya patut bersyukur masih diberi kesehatan oleh Tuhan. Tak seperti temannya yang jatuh sakit. Yang, sangat terbatas dalam beraktivitas.

Bahkan, membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat beraktivitas. Sekalipun mungkin hanya untuk hal yang sangat sederhana. Misalnya, bangun dari tempat tidur, duduk di kursi, atau mau tidur. Yang, dalam kondisi sehat dapat dilakukannya dengan leluasa.

Kesadaran demikian dimiliki oleh siswa ketika guru mengajaknya mengulik tentang rekan mereka (sendiri) yang sakit. Mereka diajak terlibat untuk merenungkan dan berefleksi.

Saya sering mengajaknya, misalnya, demikian, kita harus bersyukur karena sehat. Saat ini diizinkan oleh Tuhan berada di kelas ini. Kalian dapat berjumpa dengan guru, karyawan sekolah, ibu kantin. Dapat jajan bersama di kantin.

Dapat bertemu teman-teman yang menghibur, menyemangati, mungkin juga mengusili. Dan, ini anugerah yang istimewa. Sementara temanmu yang sakit, tak memperoleh seperti yang kalian dapatkan saat ini.

Ia mungkin sedang sendirian di dalam kamar. Dalam kondisi yang lemah. Tak dapat bergerak ke sana ke mari. Hanya bergantung kepada orang lain. Ia harus kita dukung bersama dalam doa.

Agar, segera pulih dan kembali beraktivitas seperti kita. Agar, kita menjadi utuh kembali dalam satu kelas ini. Bersenda gurau, belajar, dan bermain bersama.

Dan, dalam pandangan saya, suasana syukur mewarnai kelas, yang terbalut dengan wajah siswa teduh dan segar. Suasana ini sangat mendukung proses pembelajaran.

Mengulik siswa yang sakit untuk membangun suasana belajar merupakan salah satu hal (saja) untuk contoh. Artinya, masih ada hal lain yang dapat digunakan membangun suasana belajar. Yang, memang harus diciptakan oleh guru saat memulai pembelajaran.

Anak yang tak masuk dengan keterangan alpa pun dapat untuk membangun suasana belajar yang dapat menggugah semangat belajar siswa.

Sekalipun realitas ini kurang baik, tapi ada sisi positif yang dapat diungkap untuk memulai proses pembelajaran yang bermakna. Realitas yang kurang baik, tetap memiliki sisi-sisi positif yang bermanfaat.

Misalnya, kalian beruntung, lho, sebab hari ini kalian dapat masuk sekolah. Satu anggota keluarga kelas ini, keluarga kita, ada yang tak masuk. Pasti ia menghadapi masalah. Mungkin masalah yang dihadapinya belum mendapatkan solusi.

Kasihan. Ia harus dibantu. Kita dapat membantu jika kita sehat seperti hari ini. Orang enak memberi bantuan atau dibantu? Memberi bantuan lebih mulia daripada dibantu bukan?

Maka, kita yang sehat harus bersyukur. Tak boleh mengeluh. Tetap semangat, seperti semangat kalian saat ini. Yang semangat berarti sehat dan menjadi manusia yang mulia. Siapa yang mau menjadi sosok yang mulia?

Dalam situasi demikian, seperti sudah disebutkan di atas, saya selalu menjumpai wajah-wajah siswa sumringah. Ruang kelas mulai segar karena aura siswa yang bahagia.

Sebenarnya, ada banyak hal di dalam kelas yang dapat digunakan untuk menciptakan suasana belajar "siap" dilaksanakan dengan bahagia dan gembira. Tak harus kondisi siswa.

Benda-benda yang ada di kelas, misalnya, papan tulis, spidol, penghapus, jendela, pintu, kursi, meja, dan lantai, bahkan sampah pun, dapat menjadi media menciptakan suasana siap dalam memasuki proses pembelajaran yang bermakna.

Sebab, benda-benda ini memiliki kandungan cerita masing-masing. Satu dengan yang lain berbeda. Tapi, dapat diungkap oleh guru sesuai dengan kekhasannya.

Dan, ingat, selalu ada sisi yang dapat dipakai untuk menciptakan suasana mengawali belajar siswa lebih bergairah.

Dalam konteks ini, ceramah yang dianggap tak kekinian alias kedaluwarsa, masih relevan digunakan. Di tahap memulai proses pembelajaran, ceramah termaksud dikelola dalam durasi yang singkat dan memikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun