Sayang, masih ada cerita yang memprihatinkan. Sebab, satu siswa kami yang kini Kelas IX, laki-laki, kabur dari rumah. Kabar terakhir, ia bergabung dengan anak punk. Bahkan, ia menjadi ketuanya.
Kabar ini saya dapatkan dari guru Bimbingan dan Konseling (BK). Saat masuk, ia memang diajak berbincang-bincang oleh guru BK.
Hasil yang didapat oleh guru BK adalah pengakuan anak termaksud, seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Ia bergabung anak punk dan dirinya diangkat menjadi ketua dalam komunitas ini.
Yang menyebabkan dirinya tak lagi sekolah dan bergabung dengan anak punk, yang sudah pasti kabur dari rumah, adalah memberontak terhadap sikap orangtua. Sikap orangtua yang, saya rasa, kurang menghargainya.
Intinya, orangtua perlu selalu membangun komunikasi dengan anak secara terbuka. Tak boleh lagi berpikir bahwa asal sudah mencukupi kebutuhan fisik anak, sudah beres.
Ternyata tak demikian. Anak memiliki kebutuhan batin yang perlu juga dipenuhi oleh orangtua. Jika tak demikian, sekolah tak lagi memiliki kekuatan untuk memberi "dekapan" terhadap anak ini, yang adalah siswa, benih muda, yang perlu ditumbuhkembangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H