Tak mengenal, maka tak sayang dapat menjadi spirit. Sebab, Â bukankah peserta didik harus mengenal terlebih dulu buku yang dimiliki sebelum sehari-hari mereka menggelutinya?
Budaya audio, mendengarkan dari mulut ke mulut, yang sudah lama ada di masyarakat anak-anak dibesarkan, ditambah dengan budaya visual yang kini sudah merebut hati mereka memang menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam memperjuangkan buku agar dikenali peserta didik.
Maka, ajakan guru terhadap peserta didik dalam merawat dan mencintai  buku yang diterimanya dari sekolah bukan kewajiban yang sekali dilakukan langsung selesai. Bukan. Tapi, kewajiban yang bersifat berkelanjutan.
Berat memang (bagi guru) melakukan kewajiban ini. Sebab, peserta didik (baru) yang sudah terbiasa dengan budaya audio visual harus diajak merawat dan mencintai budaya membaca buku.
Apalagi kewajiban ini juga harus diimbangi oleh guru memiliki spirit merawat dan mencintai buku. Jika tak terpenuhi oleh guru, tentu guru seumpama tong kosong berbunyi nyaring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H