Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

"Me Time" Ala Anak

14 Juli 2024   21:51 Diperbarui: 14 Juli 2024   22:05 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anak-anak bermain "Tom-toman" di halaman gereja, yang biasanya untuk tempat parkir kendaraan jemaat, 17/7/2024. (Dokumentasi pribadi)

Ada pemandangan yang menarik sehabis Ibadah Minggu, 17/7/2024, di halaman gereja tempat kami sekeluarga biasa beribadah, yang sebetulnya lokasi parkir kendaraan jemaat. Terlihat beberapa anak sedang bermain. Berkejar-kejaran. Saya berpikir, mereka bermain Bentengan.

Yang, dulu ketika saya seusia mereka, pernah memainkannya. Permainan ini diikuti oleh banyak anak.

Karenanya, berdasarkan penglihatan saya terhadap permainan yang  mereka lakukan,  saya langsung menyimpulkan bahwa mereka bermain Bentengan. Seperti yang puluhan tahun lalu pernah saya bersama teman-teman memainkannya.

Tapi, ternyata keliru. Sebab, saat mereka selesai bermain, saya menanyakannya kepada salah satu di antara mereka, dijawabnya permainan "Tom-toman".

Saya tak pernah mengetahui, apalagi memainkan permainan ini. Baru ini kali yang pertama saya mengetahuinya. Maka, ketika mendengar ucapannya bahwa permainan ini "Tom-toman", saya melongo saja. Dan, ini sinyal baginya bahwa saya asing terhadap permainan ini.

Untung saja ibunya, yang saat itu berada bersama kami, menanggapi ekspresi saya. Akhirnya, mengertilah saya permainan termaksud, yaitu permainan "Tom dan Jerry". Ya, anak-anak di lingkungan kami, kini, menyebutnya permainan "Tom-toman".

Asal muasal istilah termaksud muncul kali pertama tak mudah dilacak, termasuk melalui jelajah di internet. Saya belum menemukannya sekalipun mencari dengan mencoba-coba berselancar menggunakan google. 

Hasilnya? Nihil alias tak ada nama permainan "Tom-toman". Mungkin saja ini bersifat lokalan dan belum viral sehingga tak dikenal masyarakat.

Ibu si anak ini, yang selisih usianya dengan saya bisa lebih dua puluh tahunan, menjelaskan bahwa sewaktu kecilnya juga pernah memainkan permainan ini, yang ia katakan sebagai permainan "Tom dan Jerry".

Berbeda dengan pada zaman saya. Pada zaman ketika saya masih anak-anak, permainan ini belum dikenal di kalangan anak-anak di daerah saya.

Entah kalau  anak-anak di daerah lain. Mungkin ada orang yang, kini,  sudah seusia saya, dulu pernah memainkannya. Kalau demikian berarti di daerah ini sudah ada permainan "Tom dan Jerry".

Berbeda dengan di daerah saya. Sebab, saya dan teman-teman kala itu  bermain Bentengan, yang saya kira seperti yang dimainkan anak-anak di halaman gereja, yang ternyata saya salah menduganya.

Saya tak hendak menuliskan permainan ini. Tapi, yang lebih  menarik bagi saya justru mereka, anak-anak ini, dapat memaknai waktu berkumpul dengan sangat cerdas.

Betapa tidak. Sebab, waktu yang sebenarnya mereka menunggu --seusai mengikuti Sekolah Minggu--  orangtua yang masih beraktivitas di gereja, dimanfaatkan dengan bermain bersama. Yang, tak mudah dilakukannya setiap hari karena mereka dapat bertemu hanya pada Minggu saat ber-Sekolah Minggu.

Ini artinya, mereka menciptakan "me time" dan mengisinya dengan aktivitas yang sangat bermanfaat. Untuk sampai dapat bermain "Tom-toman" (tentu) dimulainya dengan berdiskusi dulu, sekalipun mereka belum tentu menyadari bahwa yang dilakukannya adalah aktivitas berdiskusi.

Di sini, pasti ada yang usul, mungkin juga ada yang menolak. Sampai mereka akhirnya bermain "Tom-toman", ada proses yang harus mereka lakukan. Pasti munculnya sangat spontan, tanpa ada persiapan terlebih dulu pada waktu-waktu sebelumnya.

Kalau pun ada pembicaraan pada minggu-minggu sebelumnya, tentu pembicaraan ini tak kemudian dilanjutkan, misalnya, melalui gadget dengan WhatsApp-an. Mereka anak-anak yang polos, yang berpikir dan melakukan sesuatu secara spontan.

Begitu dilihatnya ada tempat, ada waktu, bermainlah mereka dengan tanpa komando. Langsung dan terlihat asyik bermain.

Ternyata, bagi anak-anak menciptakan "me time" dan mengisinya itu begitu sederhana. Tak membutuhkan persiapan yang lama-lama. Tak memilih lokasi yang jauh-jauh. Juga tak memilih aktivitas yang mewah-mewah.

Cukup di halaman gereja, yang saat Ibadah Minggu berlangsung penuh dengan kendaraan. Usai ibadah, yang berarti jemaat meninggalkan gereja, halaman menjadi kosong, lalu dimanfaatkannya secara cerdas.

Baginya, tempat untuk "me time" dapat di mana saja. Mereka dapat memanfaatkan tempat yang tersedia sesuai dengan aktivitas pilihan mereka. Mereka, seperti dapat melihat konteksnya.

Adanya halaman untuk tempat parkir kendaraan dimanfaatkan untuk bermain "Tom-toman". Mereka membutuhkan area yang cukup untuk berkejar-kejaran.

Itu artinya, mereka dapat menikmati "me time" mereka secara penuh. Waktu ini dinikmati, tak semata-mata untuk dirinya sendiri. Tapi, dinikmati dan dimaknai secara bersama.

Saat-saat seperti ini, sudah pasti mereka konsentrasi total.  Menikmati dan memanfaatkan waktu yang di dalamnya mereka beraktivitas. Bahkan, bukan mustahil mereka berusaha melupakan hal lain untuk sementara waktu.

Yang terpancar dari seluruh ekspresinya adalah rasa dan sikap yang bahagia, sukacita, dan riang gembira. Hingga, sangat mungkin abai jika orangtua mereka memanggilnya mengajak pulang.

Sedemikian dalam mereka memanfaatkan dan memaknai "me time", yang bagi orangtua akhirnya tak tega memanggil, mengalah saja dengan cara menunggu dengan ketawa melihat ekspresi mereka.

Bagi orangtua menciptakan "me time" untuk keluarga tak mudah. Ada banyak pertimbangan. Bahkan, kadang, tempat sangat menentukan. Sangat berbeda dengan anak-anak, yang di mana pun, mereka dapat menciptakan "me time".

Dalam waktu yang sebenarnya tak terduga berubah, mereka dapat menciptakan "me time" secara nyaman saja. Seolah tak memikirkan ini-itu, yang dapat saja sebetulnya membatasi waktu mereka.

"Me time" yang selama ini lebih  privat, yang artinya pihak lain tak dapat intervensi, bagi anak-anak ternyata dapat dimaknai secara bersama. Memang dalam kebersamaan mereka bermain, orang lain, termasuk orangtua, tak mungkin untuk terlibat.

Bahkan, untuk menghentikan mereka sedang menikmati permainan saja, orangtua tak memiliki hati. Seperti di atas sudah disebutkan, mereka malah menyaksikan mereka dengan sukacita.

Sikap orangtua yang demikian menandai bahwa mereka menghargai "me time" anak. Toh, pada zaman sekarang tak mudah anak-anak dapat berkumpul, lalu bermain bersama dengan teman-temannya.

Karena, terkendala jarak, aktivitas, dan gaya hidup yang semakin berjarak yang diperparah dengan hadirnya gadget.

"Me time" ala anak tak serepot "me time" ala orangtua. Di tempat parkir, bersama teman-temannya, bermain kejar-kejaran, dan kadang berteriak, ternyata sudah dapat memberi suasana benak anak menjadi nyaman dan pikirannya menjadi cerlang. Bukankah yang demikian ini "me time" bagi mereka?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun