Seperti sudah disebutkan di atas, alam pikiran anak-anak memang demikian. Ada satu yang takut, misalnya, anak yang lain terbawa dalam suasana takut. Sangat jarang ada anak yang memiliki kepercayaan diri untuk "melawan" suasana buruk yang sudah terbentuk ini.
Maka, langkah ketiga yang harus ditempuh pendamping adalah memfokuskan diri terhadap anak yang merasa terganggu, takut, dan terpuruk. Saya mempraktikkan ini di hadapan anak dengan menyatakan bahwa perasaan yang dialami oleh setiap orang sebenarnya bukan disebabkan oleh situasi dan kondisi sekitarnya.
Tapi, lebih disebabkan oleh perasaan dan pikirannya sendiri. Karenanya, perasaan dan pikiran harus fokus terhadap hal-hal positif. Misalnya, mengingat adik yang lucu, saat ulang tahun diberi hadiah oleh kakak, pernah dipuji oleh guru karena tak terlambat masuk sekolah, dan sejenisnya dipastikan akan terhindar dari perasaan yang terganggu.
Selain itu, saya menyatakan bahwa sebaiknya berusaha melogika atau memikirkan secara logis atas hal yang tetiba terjadi. Misalnya, seperti yang dialami oleh salah satu siswa kami saat menginap di sebuah penginapan saat study tour.
Ia mengatakan bahwa tetiba dari tempat tidurnya ada tipe-x yang jatuh padahal di antara mereka dalam satu kamar tak ada yang membawa tipe-x. Hal seperti ini ternyata membuatnya kurang nyaman alias merasa ngeri.
Menjelaskan bahwa tipe-x itu dapat saja milik siswa atau anak dari rombongan sekolah lain yang menginap pada malam sebelumnya sangat menolong membangun kepercayaan diri anak.
Keempat, menyadarkan terhadap anak bahwa kebersamaan mereka merupakan kekuatan yang tak dapat dikalahkan oleh "kejahatan" siapa pun. Termasuk ketakutan yang disebabkan oleh perasaan dan pikiran diri sendiri. Saling mendukung dan menguatkan di antara mereka adalah cara yang dapat dilakukan.
Maka, seandainya ada anak yang merasa takut tak baik anak-anak yang lain terbawa perasaan, yang dapat semakin memperburuk keadaan anak termaksud. Tapi, anak-anak yang lain didorong untuk memberi penguatan sehingga anak yang merasa takut tak lagi merasa takut. Di sinilah kekuatan bersama itu dibangun.
Realitas seperti yang dideskripsikan di atas dapat saja dialami oleh anak dalam aktivitas apa pun. Dapat dalam aktivitas study tour, aktivitas kemah, latihan dasar kepemimpinan, dan aktivitas lainnya yang dilaksanakan di tempat lain, yang mungkin baru kali pertama bagi anak.