Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antusiasme Jemaat (Gereja) dalam Seminar Self Healing

5 Juni 2024   11:07 Diperbarui: 5 Juni 2024   11:27 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1: Narasumber mempresentasikan materi seminar di hadapan peserta. (Dokumentasi pribadi)

Sabtu (1/6/2024) sejumlah warga gereja tempat saya membangun persekutuan, termasuk saya, mengikuti acara seminar Self Healing yang dilaksanakan di gereja. Sekalipun yang mengadakan kelompok kategorial wanita, beberapa kaum pria mengikuti. Yang, di gereja tempat saya membangun persekutuan ini, kategorial wanita dikenal dengan sebutan Komisi Wanita.

Komisi Wanita merupakan salah satu kelompok kategorial. Karena, ada kelompok kategorial yang lain, di antaranya, adalah Komisi Sekolah Minggu, Komisi Remaja, Komisi Pemuda, Komisi Pralaya, dan Komisi Adiyuswa. Komisi Pralaya adalah komisi yang mengurus jemaat yang meninggal.

Komisi Wanita mengadakan acara seminar ini awalnya ditujukan untuk kaum wanita. Tapi, memandang materi ini penting, maka boleh juga kemudian dihadiri oleh kaum pria. Kehadiran kaum pria memang tak sebanyak kehadiran kaum wanita.

Acara ini tak dihadiri oleh jemaat gereja lain. Sebab, acara ini memang diperuntukkan bagi jemaat gereja kami, yaitu jemaat Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) Kudus, yang berlokasi di Jalan Sunan Muria, Kudus, Jawa Tengah (Jateng).

Hal ini tak berarti gereja kami tertutup terhadap jemaat lain. Atau, tertutup terhadap saudara-saudara yang berbeda iman. Tak demikian. Tapi, dalam konteks ini gereja kami memang  baru memiliki kemampuan menjangkau untuk kebutuhan jemaat sendiri. Mungkin pada waktu lain, entah kapan, dapat menjangkau jemaat gereja lain, atau untuk umum.

Bahwa gereja kami tak tertutup terhadap saudara-saudara berbeda iman sudah terwujud. Misalnya, saat ada pelayanan kesehatan di gereja, banyak saudara yang berbeda iman di sekitar gereja, kami ajak untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan ini. Ini sudah berlangsung lama.

Karena bermanfaat bagi sesama yang membutuhkan, maka program pelayanan kesehatan termaksud dilakukan secara berkala. Memang tak semua warga sekitar gereja memanfaatkannya. Yang lebih banyak memanfaatkan adalah mereka yang sudah masuk kategori usia lanjut.

Untuk seminar tentang Self Healing belum dilaksanakan seperti dalam kegiatan berkala pelayanan kesehatan. Yang, juga untuk warga sekitar gereja. Selain kegiatan ini tak diprogram secara berkala, juga ini baru yang kali pertama. Kebetulan seminar ini masuk dalam program Komisi Wanita pada 2024.

Panitia seminar dalam tema "Self Healing for Mental Health" ini mendatangkan seorang profesional di bidangnya. Yaitu, seorang psikolog, lulusan salah satu perguruan tinggi (PT) swasta terkenal di Jateng. Yang, merupakan PT yang sudah banyak melahirkan akademisi dan profesional di bidang psikologi.

Tentang yang bagian ini tak perlu saya menjelaskan. Sebab, boleh jadi nanti dianggap oleh sebagian masyarakat, saya mempromosikannya. Tak baik bukan? Karenanya, saya akan lebih mencatatkan untuk Anda kegiatan seminar ini berlangsung. Siapa tahu ada hal baik dapat dipetik.

Begini. Seminar ini diawali dengan kegiatan sederhana, yaitu setelah registrasi, peserta diajak untuk menikmati kudapan, yang tentu saja dibersamai dengan minuman, sepertinya selain ada air mineral, juga ada kopi dan teh. Tentu ini dimaksudkan agar kesukaan peserta yang mungkin berbeda-beda dapat terpenuhi.

Tepat pada pukul 09.00 WIB, acara seminar dimulai. Hanya, memang, sebagai pengantarnya diadakan renungan singkat. Renungan singkat dibawakan oleh pendeta. Tema renungannya  adalah "Belajar Meletakkan Beban".

Setidak-tidaknya, demikian isi renungannya. Bahwa setiap orang memiliki beban. Beban yang menjadi problem umumnya bukan beban fisik, tapi lebih cenderung beban psikis. Hanya, bagi jemaat gereja, seberat apa pun beban yang ditanggung, Tuhan menolong. Tentu ketika jemaat gereja ini mencari pertolongan hanya kepada Tuhan.

Dalam analoginya, seperti unta yang membawa beban berat sepanjang siang perjalanan. Malamnya, unta tidur nyenyak dan nyaman karena beban yang sepanjang siang perjalanan berada di pundak (leher) hingga punggungnya diturunkan oleh tuannya.

Seperti itu kira-kira isi renungan. Yang, agaknya  memiliki keterhubungan dengan tema seminar, "Self Healing for Mental Health". Sebab, baik dalam renungan maupun seminar berimpitan di bagian ini, yaitu orang memiliki beban (baca: problem) sehingga  perlu pemulihan atau penyelesaian.

Dalam renungan, pemulihan hati (yang terluka) melalui pendekatan iman hanya dikerjakan oleh Tuhan. Sedangkan, dalam seminar, pemulihan  hati (yang terluka) melalui pendekatan medis dapat dikerjakan oleh diri sendiri.

Seminar yang diikuti oleh 70-an peserta ini dimulai dengan presentasi materi oleh narasumber. Penyampaiannya urut dan rinci, yang dikuatkan dengan tayangan di screen. Sehingga, memudahkan peserta dalam mengikuti presentasi materi, yang tersampaikan lebih kurang memerlukan waktu satu jam.

Ilustrasi 2: Seorang peserta bertanya kepada narasumber atas kejadian yang dialaminya. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2: Seorang peserta bertanya kepada narasumber atas kejadian yang dialaminya. (Dokumentasi pribadi)

Sekalipun begitu, terlihat tak ada peserta yang beranjak dari tempat duduk selama seminar berlangsung dalam maksud meninggalkan ruang seminar tersebab bosan. Tak ada. Sama sekali. Padahal, narasumber tanpa sedikit waktu pun untuk melakukan ice breaking.

Fakta ini menunjukkan bahwa peserta sangat membutuhkan materi mengenai self healing. Yang,  bukan mustahil bagi sebagian besar peserta  belum pernah mendapatkannya. Sementara, peserta menyadari, termasuk saya juga menyadari, bahwa diri sendiri (ini) membutuhkan pemulihan karena beban psikis selalu ada, entah ringan entah berat.

Self healing, disebutkan oleh narasumber, bukan rekreasi, jalan-jalan, atau belanja di mal. Bukan. Sebab,  sehabis rekreasi, jalan-jalan, atau belanja di mal, orang sangat mungkin akan kembali ke keadaan semula. Yaitu, keadaan yang buruk, suntuk dengan beban, dan stres.

Self healing itu, demikian lanjutnya, dapat mengubah keadaan. Tentu dari keadaan terbebani, stres, berubah menjadi keadaan yang bahagia, nyaman, dan segar. Sehingga, orang yang sudah menjalani self healing akan merasa hidup penuh warna dan optimis, juga produktif. Bahkan, dapat menjadi berkat bagi sesama.

Menyimak presentasi narasumber, yang sesekali mengangkat contoh kasus yang sedang ditanganinya,  dan karena mungkin ada kemiripan dengan kasus yang dialami oleh sebagian peserta, peserta terlihat begitu antusias.

Antusiasme itu terbukti, tak hanya tampak dari peserta betah berada di ruang dan serius menyimak presentasi. Tapi, juga peserta tak menyia-siakan kesempatan yang disediakan untuk bertanya. Begitu diberi waktu bertanya bagi tiga penanya, langsung terpenuhi, bahkan surplus penanya.

Dari tiga penanya, dua penanya menanyakan tentang problem pribadinya. Sekalipun problem pribadi, tapi sangat bermanfaat bagi peserta lain. Sebab, problem tersebut dapat dialami oleh siapa pun juga. Trauma atas kejadian tertentu, mimpi, dan perut sering mual (mag) yang menggelisahkan merupakan problem umum.

Dan, tiga hal ini ternyata dapat diurai oleh narasumber dengan pendekatan psikologi. Uraian terkait dengan trauma, mimpi, dan perut sering mual (mag) yang menggelisahkan dapat memberi pencerahan terhadap tak hanya penanya, tapi juga peserta lain. Karena, ketiga persoalan itu, ternyata terkait juga dengan self healing.

Sayang, momen yang jarang ada dan dapat memberikan pencerahan ini harus berhenti karena waktu. Sebenarnya masih ada beberapa  peserta yang ingin bertanya. Tapi, karena waktu yang ternyata begitu cepat berlalu, akhirnya urunglah keinginan beberapa peserta untuk bertanya.

Sekalipun keinginan tak terpenuhi, karena di akhir seminar diadakan praktik terapi self healing, peserta terlihat semakin antusias. Narasumber memandu terapi, dengan memberikan arahan-arahan verbal dan beberapa contoh.

Praktik terapi self healing dimulai. Peserta duduk di kursi mengambil posisi yang nyaman. Badan tegak. Beberapa waktu perlu konsentrasi penuh, tak bergerak.

Dalam bimbingan narasumber, mereka diminta untuk menarik napas melalui lubang hidung. Ditahan beberapa saat. Lalu, diminta untuk menghembuskan pelan-pelan melalui mulut. Tindakan ini dilakukan berulang-ulang sesuai dengan arahan narasumber.

Dalam berteater yang dulu pernah saya tekuni,  saat membangun konsentrasi, praktik seperti di atas juga dilakukan. Sehingga, saat praktik hal ini dalam seminar, saya tak mengikuti secara utuh. Saya mengambil gambar peserta lain untuk dokumentasi.

Ilustrasi 3: Peserta dengan arahan narasumber melakukan terapi self healing. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 3: Peserta dengan arahan narasumber melakukan terapi self healing. (Dokumentasi pribadi)

Dan, melihat mereka membangun konsentrasi dengan mengikuti arahan narasumber, tampak bahwa mereka sangat menikmati terapi ala ini.

Sekadar duduk di kursi dalam posisi nyaman dan mata terpejam. Menarik napas lewat lubang hidung. Menahan sebentar. Lalu,  menghembuskan pelan-pelan lewat mulut. Hal ini dilakukan berulang-ulang, sampai batas sesuai arahan narasumber.

Peserta diminta membuka mata. Dan, mereka  menyatakan lebih rileks ketika narasumber menanyakan kondisi diri (mereka) begitu usai  mengikuti terapi ala ini. Dan, ternyata, kata narasumber, menarik napas dapat menjadi alat kontrol emosi ketika seseorang sedang, maaf, bersitegang. Tapi, jangan coba bersitegang ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun