Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pasar Sayur Keliling di Sekolah, Fenomena Kekinian

30 Mei 2024   19:42 Diperbarui: 31 Mei 2024   14:10 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penjualan sayur (KOMPAS/REGINA RUKOMORINI)

Sudah ada jadwal khusus, seperti layaknya pasar tradisional yang ada di pelosok desa. Misalnya, Pasar Wage, adanya setiap Wage. Pasar Legi, adanya setiap Legi. Pasar Kliwon, adanya setiap pasaran Kliwon.

Istilah Wage, Legi, dan Kliwon itu nama-nama pasaran. Ada lima nama pasaran yang secara umum digunakan oleh orang Jawa, yaitu Paing, Pon, Kliwon, Wage, dan Legi. Disebutkan di Wikipedia, nama-nama pasaran itu juga ada dalam tradisi Bali.

Yang saya sebutkan di awal tulisan ini, "sudah ada jadwal khusus" itu adalah kegiatan khas belanja sayuran dan sejenisnya di sekolah tempat saya mengajar yang selalu ada setiap Senin.

Pada hari termaksud selalu ada mobil yang penuh sayuran dan sejenisnya (yang selanjutnya disebut mobil sayuran) untuk menyediakan, umumnya, bagi kaum hawa berbelanja.

Tentu, ini memudahkan ibu-ibu tak perlu pergi ke pasar untuk belanja. Ibu-ibu, tepatnya ibu-ibu guru, tinggal menuju ke halaman sekolah saat mobil sayuran tiba.

Kedatangan mobil sayuran di halaman sekolah sangat cepat diketahui oleh guru dan karyawan sekolah. Karena, saat diketahui mobil tersebut tiba, informasi segera terkirim melalui grup WhatsApp.

Sehingga, dipastikan semua yang menjadi anggota grup WhatsApp cepat mengetahui informasi ini. Yang, bukan mustahil, ibu-ibu guru yang kebetulan tak memiliki jam pembelajaran langsung melangkah ke lokasi mobil sayuran tersebut.

Mereka biasanya langsung mengerumuni mobil sayuran. Mereka segera memilih-milih komoditi yang dikehendaki. Mobil yang dalamnya dimodifikasi seperti etalase ini dibuka dari tiga arah. Dari belakang, samping kiri, dan kanan. Sehingga, pembeli, yaitu ibu-ibu guru memiliki keleluasaan memilih.

Ilustrasi 1: Mobil sayuran di halaman sekolah yang dikerumuni guru-guru untuk belanja. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 1: Mobil sayuran di halaman sekolah yang dikerumuni guru-guru untuk belanja. (Dokumentasi pribadi)

Sekalipun ada buah-buahan, sosis, tahu, dan nuget, tapi jenis sayuran yang paling banyak. Sayuran yang dijual jenisnya beragam. Di antaranya adalah genjer, pakcoy, wortel, kol, sawi putih, kangkung, bayam hijau, bayam merah, selada, daun mint, dan arugula.

Selain itu, yang termasuk dapat disayur meski jenisnya buah, di antaranya yaitu tomat, lombok, siam, jagung, dan terong.

Jenis sayur dan buah, terutama sayur, ini dihasilkan dari pertanian Bandungan. Bandungan merupakan salah satu daerah yang berada di wilayah Kabupaten Semarang. Bandungan berada pegunungan, yang udaranya relatif dingin.

Sehingga, sayur dan buah-buahan yang dihasilkan relatif khas. Yang, sangat mungkin ada beberapa sayur yang tak dapat dibudidayakan di daerah lain.

Karena khasnya itulah, sayur dan buah, bahkan termasuk tempe dan tahu, selalu diburu ibu-ibu.

Di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, begitu ada informasi tentang "ada mobil sayuran", sekalipun tak semua ibu-ibu guru, tapi banyak ibu guru yang langsung mengerumuni mobil.

Ini sangat wajar. Sebab, memang seminggu satu kali mobil sayuran dari Bandungan ini mendatangi sekolah kami. Tentu saja, sayuran dan lainnya yang dibeli oleh ibu-ibu guru sudah habis, atau tinggal tersisa sedikit.

Karenanya, rerata, seperti sudah disebutkan di atas, mereka segera mengerumuni mobil yang dimaksud. Tapi, ternyata, yang mengerumuni mobil sayuran tak hanya kaum hawa.

Ada bapak-bapak guru yang "membantu" istri belanja isi dapur. Di antaranya adalah saya sendiri. Frasa "di antaranya" itu artinya ada juga bapak-bapak guru yang lain selain saya. Memang awalnya yang bapak-bapak hanya saya.

Dan, hal ini menjadi kelakar ibu-ibu. Barangkali dianggapnya "aneh". Sebab, yang lain ibu-ibu, saya laki-laki. Ini mereka melihat sesuatu yang berbeda. Dan, memang benar, saya laki-laki sendiri, ditambah saya juga suka membeli sayur genjer.

Ibu-ibu guru, yang adalah teman-teman saya sendiri, ternyata tak mengetahui genjer itu tanaman apa. Bagi saya wajar. Sebab, sangat mungkin mereka sejak kecil atau selama ini hingga dewasa, tak mengetahuinya.

Saya sudah sangat akrab dengan genjer sejak kecil. Sebab, ibu saya, pada masa itu sudah biasa memasak sayur genjer. Tak digongseng, tapi dijadikan urap sayur. Sayur jenis ini, seolah dulu menjadi kebiasaan bagi keluarga kami ketika makan.

Karena kebiasaan itulah, hingga saat sekarang, urap sayur menjadi idaman. Setiap ada acara dan ada makannya, di mana pun, urap sayur selalu saya cari. Sekalipun ada banyak pilihan sayur, urap sayur selalu menjadi favorit. Dan, ternyata, ini menjadi favorit banyak orang. Mungkin Anda juga.

Nah, genjer, sepengetahuan saya sejak dulu, merupakan tanaman yang ada di sawah. Tumbuh bersama padi. Maka, genjer termasuk tanaman pengganggu. Sehingga, genjer diambili agar tumbuh padi berlangsung baik.

Entah bagaimana asal mulanya genjer kemudian dapat dibuat urap sayur, yang enak dinikmati. Saya belum mengetahuinya. Yang pasti tanaman ini hampir mirip eceng gondok, yang dulu ketika saya masih kecil, saya mengetahuinya juga hidup bersama genjer di sawah sebagai gulma.

Maka, genjer diambil untuk dikonsumsi. Sementara itu, eceng gondok dicabuti untuk dibuang. Dan, genjer, hingga kini, tetap di hati saya. Saat penjual sayuran pada setiap Senin datang ke sekolah, jika di rumah tak ada sayur, saya orang pertama yang memburu genjer ketika informasi "ada mobil sayuran" di-share di grup WhatsApp.

Anehnya, pada awal-awal saya membeli genjer, kelompok ibu guru, yaitu teman-teman saya, yang juga membeli sayur, seperti sudah saya sebutkan di atas tak mengetahui genjer. Mereka bertanya-tanya kepada saya tentang genjer ini. Bahkan, menanyakan juga dibuat masakan apa.

Tapi, lambat laun, ada di antara mereka yang tertarik. Ia membeli genjer. Dan, waktu yang lain lagi, ia juga membeli. Bahkan, pernah suatu saat saya tak kebagian genjer gegara genjer yang tinggal beberapa ikat dibungkus plastik sudah lebih dulu dibelinya. Walah, walah!

Tak hanya kegemaran saya membeli genjer yang dapat memengaruhi kemudian ada teman menyukai genjer. Tapi, ternyata, seperti sudah saya sebutkan sedikit di atas, kegemaran saya membantu istri membeli "isi dapur" yang berupa sayuran dan kadang-kadang bersama tempe, juga diikuti oleh beberapa teman saya laki-laki, yaitu bapak-bapak guru.

Ilustrasi: Salah satu teman guru, seorang bapak, ikut berbelanja. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi: Salah satu teman guru, seorang bapak, ikut berbelanja. (Dokumentasi pribadi)

Bahkan, pada suatu kali saat mobil sayur tiba di halaman sekolah dan ia membeli, yang saya dengar dan juga mengetahuinya, ia membangun komunikasi dengan istri mengenai "isi dapur" yang hendak dibelinya.

Dan, kenyataan itu sangat mudah saya buktikan. Sebab, ketika ia menaruh belanjaan sembari menghitung-hitung dan menandai, komunikasi dengan istrinya masih berlangsung. Sepertinya mereka sedang saling mengonfirmasi "isi dapur" apa saja yang harus dibeli.

Dalam semua itu, dapat dibuktikan bahwa berjualan kebutuhan hidup, yang sekalipun lebih erat dengan produksi lokal, dapat sampai ke daerah lain, bahkan daerah perkotaan, yang dikelola dan dikemas secara kekinian.

Sehingga, guru pun yang tak pergi ke pasar --karena harus membersamai siswa--dapat memenuhi sebagian kebutuhan dapur. Karena, mobil sayuran menyediakannya di sekolah untuk sebagian kebutuhan dapur.

Selanjutnya, belanja bersama, seperti deskripsi di atas, ternyata dapat memengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang baru, yang dulu tak pernah dilakukannya, kini, dilakukannya. Misalnya, yang dulu tak pernah mengenal genjer, kini mengenal genjer dan sepertinya ada tanda-tanda (malah) ketagihan.

Selain itu, yang sebelumnya hanya seorang bapak guru membantu istri membeli sebagian "isi dapur", ya saya sendiri, sekarang sudah mulai bertambah jumlahnya. Intinya, "pasar sayur keliling", khususnya yang ke sekolah --ini yang saya ketahui-- memunculkan perubahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun