Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sate Kerbau Khas Kudus, Aroma Toleransi Beragama yang Tetap Terawat

22 Mei 2024   16:20 Diperbarui: 23 Mei 2024   00:02 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 5: Menyantap sate kerbau, cocok juga untuk sarapan. (Dokumentasi pribadi)

Ilustrasi 2: Pak Totok sedang membakar sate kerbau, 22/5/2024. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2: Pak Totok sedang membakar sate kerbau, 22/5/2024. (Dokumentasi pribadi)

Dengan Pak Totok, yang saat itu sibuk membakar sate, yang kemudian kami mengetahuinya bahwa ia generasi ketiga Mbah Jastro, saya izin mengambil beberapa gambar. Memfoto, maksud saya.

Dan, puji syukur, diizinkan. Bahkan, kami akhirnya dapat berkomunikasi dengannya sembari menunggu giliran kami mendapat sate kerbau. Ia menceritakan silsilah Sate Kerbau Pak Min Jastro, yang kini diteruskannya.

Awalnya, pada 1950, Jastro, kakek Pak Totok, menjual sate kerbau. Lalu, dilanjutkan oleh ayah Pak Totok, Min sebutannya. Jadilah papan nama warung sate kerbau yang kini dikelola oleh Pak Totok diberi identitas "Sate Kerbau Min Jastro".

Saya mengetahui ada tiga jenis hidangan sate di warung Sate Kerbau Min Jastro, setelah dijelaskan oleh Pak Totok. Yaitu, sate dari daging kerbau yang digebug (dikeprek); sate koyor kerbau; sate jeroan kerbau. Kami memesan dua jenis, yaitu daging dan koyor.

Di piring yang beralas daun pisang dijejer sate kerbau, daging dan koyor, di hadapan kami. Aromanya langsung menyeruak ke lubang hidung kami. Aromanya khas. Tentu saja rasanya juga khas. Nasi putih di atas piring yang beralas daun pisang dalam hitungan detik sudah berada di hadapan kami. Lalu, disusul semangkok lombok yang dikukus, juga bumbu dalam baskom yang berupa adonan kacang dan gula jawa.

Ilustrasi 3: Sate kerbau, daging kerbau yang dikeprek dan koyor, siap disantap. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 3: Sate kerbau, daging kerbau yang dikeprek dan koyor, siap disantap. (Dokumentasi pribadi)

Kami siap menyantapnya. Saya tak menuangkan bumbu di sate yang sudah siap disantap bersama nasi. Sebab, tanpa bumbu pun, rasanya (ternyata) sudah nikmat. Sedangkan teman saya menuangkan bumbu di sate yang sudah menyatu dengan nasi setelah beberapa lombok dilumat di piringnya. Ia menikmatinya, terlihat lahap selahap saya.

Anda boleh menikmati sate kerbau ini tak harus menuangkan bumbu. Sebab, bumbu sate sudah melekat juga di sate yang dibakar. Ketika dibakar, sate terlebih dulu dicelupkan kedalam bumbu. Maka, saya, yang tak suka manis-manis, cukup menikmatinya tanpa menuangkan bumbu.

Jika Anda menyukai dominan manis, silakan tuangkan bumbu sesuai kesukaan Anda. Toh, bumbu yang disediakan di dalam baskom boleh secara bebas pembeli menikmatinya. Pastilah nikmat sesuai selera lidah Anda.

Jangan kaget, saat memesan dan duduk, Anda akan disuguhi sepiring sate. Boleh dimakan semua. Boleh juga sebagian. Karena, saat hendak membayar setelah usai menyantapnya, yang dihitung tusuk satenya. Jadi, besar kecilnya membayar tergantung banyak sedikitnya tusuk sate. Sate yang masih lebih dipiring tak ikut hitungan sehingga tak perlu dibayar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun