Ini perihal sikap bertoleransi dalam hidup bersama di masyarakat, yang penuh perbedaan. Tapi, perbedaan tersebut tak membentengi kebersamaan. Terbukti, tetangga mengundang saya ikut kenduri Mapati, meskipun kami berbeda keyakinan.
Hal ini membuktikan bahwa tetangga menghargai saya sebagai tetangga sekalipun ia mengetahui perbedaan itu. Saya pun menghargainya dengan cara datang pada acara kenduri, sekalipun saya kurang memahami tradisi yang dilakukan dan doa yang diucapkan bersama dalam bimbingan sesepuh, yang oleh tetangga kami ia sering disapa "Pak Yai".
Ini sebutan khas yang tak dimiliki oleh setiap orang. Hanya orang-orang tertentu, yaitu orang yang dituakan dan memiliki kemampuan bidang keagamaan Islam, yang saya mencoba memahaminya sama dengan sebutan "Pak Kyai".
Sekalipun saya kurang memahami doa yang diucapkan, tapi saya mengerti bahwa isi doanya adalah mendoakan orang yang hamil, bayi yang ada dalam kandungan, dan keluarga agar berada dalam keselamatan dan kebaikan. Pengertian ini saya simpulkan dari pengantar yang disampaikan oleh sesepuh, yang memimpin Mapati tersebut.
Maka, dalam keyakinan yang berbeda, saya pun mengucapkan doa dalam hati agar keselamatan dan kebaikan dialami oleh ibu yang hamil, bayi yang ada dalam kandungan, dan keluarga.
Sikap saling mendukung yang demikian ini yang tentu diidamkan oleh banyak orang dalam kehidupan bermasyarakat sekalipun berbeda latar belakang.
Sebab, dalam acara Mapati, misalnya, ada poin yang sama dipahami oleh banyak orang, yaitu mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Khalik. Ungkapan syukur ini dapat dirasakan secara bersama dalam lingkungan tetangga dekat.
Penekanan berbeda
Perihal tradisi Mapati belum pernah ada di desa asal saya. Atau, saya memang belum pernah menemukannya. Entah kalau demikian. Setahu saya, di desa asal saya hanya ada tradisi Mitoni.
Dan, salah satu teman saya satu sekolah yang kebetulan mendapat pasangan hidup dari kabupaten desa asal saya, mengatakan hal yang lebih menguatkan. Yaitu, benar bahwa di kabupaten desa asal saya tradisi Mitoni lebih ditekankan.
Ia mengalaminya sendiri. Ibu mertuanya melangsungkan tradisi Mitoni ketika masa kehamilan istrinya tujuh bulan. Tapi, katanya, saat itu tak mengundang tetangga untuk kenduri. Hanya, ibu mertuanya memberi makanan dalam menu yang khas kepada tetangga.