Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Adanya Perundungan Antarsiswa, Bukti Keterbatasan Sekolah

26 Februari 2024   15:32 Diperbarui: 27 Februari 2024   17:21 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Perundungan masih terjadi di sekolah. Sumber: PEXELS/KEIRA BURTON

Ini titik awal yang kemudian antarsiswa dapat (saja) melakukan perundungan. Karena perbedaan, seperti yang sudah disebutkan di atas, dapat menjadi pemantiknya.

Hal ini menyebar di sekolah mana pun. Baik di negeri maupun swasta. Artinya, di sekolah negeri dapat saja terjadi perundungan. Pun demikian di sekolah swasta.

Tercatat perundungan pada 2023 ada 30 kasus, yang mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Yaitu, naik sembilan kasus. Dan, merata di semua jenjang, mulai SD, SMP, hingga SMA dan SMK (Kompas.id, 1/1/2024).

Yang barusan terjadi dan kini masih dalam proses penanganan kepolisian adalah perundungan yang terjadi di SMA Binus School Serpong, Tangerang Selatan.

Kita mafhum sekolah ini tergolong sekolah swasta besar, yang fasilitas dan pengelolaan pendidikannya tergolong canggih. Tapi, di sana pun masih terjadi perundungan antarsiswa.

Hal ini menandakan bahwa sekolah sangat membutuhkan dukungan berbagai pihak dalam mencegah terjadinya perundungan antarsiswa. Sekolah sangat terbatas perannya dalam problem ini.

Adanya peraturan, pendidikan karakter, pembiasaan senyum-salam-sapa-sopan-santun (5S), pengembangan literasi, deklarasi sekolah ramah anak, dan yang teranyar proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) dalam Kurikulum Merdeka, ternyata belum memberi efek yang signifikan.

Karenanya, orangtua dan (pada umumnya) masyarakat perlu menghapus pemikiran bahwa ketika anak sudah berada di sekolah, sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah. Baik-buruknya anak (baca: siswa) di sekolah tak boleh hanya dipandang bergantung sekolah.

Juga kurang arif jika orangtua berpandangan bahwa karena merasa sudah membayar (umumnya yang di sekolah swasta), maka sepenuhnya anak diserahkan kepada sekolah. Pasrah seutuhnya kepada sekolah, tanpa ada kehendak terlibat dalam dinamika proses pendidikan anak.

Sekarang justru keterlibatan langsung orangtua dalam dinamika pendidikan anak sangat dibutuhkan. Kolaborasi antara orangtua dan sekolah tak boleh diabaikan. Sebab, tantangan dalam membersamai anak dalam mengenyam pendidikan pada masa kini tak semakin ringan.

Karena, seiring dengan perkembangan zaman banyak pengaruh terhadap anak dari berbagai arah. Baik dari relasi langsung antaranak maupun melalui perangkat canggih, yang kini hampir setiap anak memiliki. Justru yang disebutkan terakhir ini yang sering terjadi dan cepat menyergap anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun