Diakui atau tidak, sebenarnya, ketika anak bersekolah di sekolah tempat orang tua bekerja memiliki konsekuensi yang dipastikan mengena terhadap banyak pihak.
Konsekuensi tersebut terjadi karena  tak dapat dimungkiri masih adanya pandangan --hingga kini-- mengenai kompetensi anak di sekolah.
Pandangan itu adalah adanya anak yang masuk dalam kelompok di bawah rata-rata, anak dalam kelompok rata-rata, dan anak dalam kelompok di atas rata-rata.
Anak yang masuk dalam kelompok rata-rata dan di atas rata-rata cenderung tak menimbulkan masalah yang berarti bagi guru (yang mengajar). Pun bagi orang tua mereka.
Guru yang mengajar mereka tak memiliki beban berat sekalipun orang tua mereka rekan bekerja di dalam satu sekolah. Baik orang tua mereka itu sebagai  guru maupun karyawan.
Sebab, mereka yang masuk dalam kelompok rata-rata dan, apalagi, dalam kelompok di atas rata-rata pasti memiliki kompetensi yang baik.
Kompetensi (siswa) yang baik akan memberi rasa nyaman bagi guru yang mengajar. Dengan demikian guru yang mengajar tak merasa sungkan terhadap orang tua mereka.
Selain itu, orang tua mereka juga merasa bangga sebab mereka memiliki kemampuan yang  dapat dibanggakan oleh guru dan karyawan di sekolah, yang notabene rekan sekerja orang tuanya.
Tambahan, orang tua pun memiliki bahan pembicaraan yang menyenangkan jika (kebetulan) ditanya oleh orang lain.
Apalagi orang tua yang anaknya masuk dalam kelompok di atas rata-rata. Ia pasti merasa sangat bangga. Sebab, sangat mungkin anaknya mendapat pujian dari banyak pihak. Baik, dari guru, kepala sekolah, maupun karyawan.
Pujian tersebut umumnya tak hanya berhenti bagi anaknya. Tapi, melebar juga kepada orang tua. Itu sebabnya, ucapan selamat tak hanya kepada anak, tapi juga orang tua.