Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran Berharga di Balik Nazar Siswa (Kami)

1 Desember 2023   09:06 Diperbarui: 1 Desember 2023   09:22 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Salah satu siswa SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah, yang sedang memenuhi nazar "berjalan kaki" atas kemenangan lomba. (Dokumentasi pribadi)

[Saat lomba sebetulnya trofi sudah diberikan dan dibawa pulang oleh pemenang. Tapi, waktu itu, penyerahannya tak dilakukan oleh Kadisdikpora. Maka, penyerahan trofi diulang lagi bersamaan dengan penyerahan uang pembinaan.]

Nah, begitu selesai acara, satu siswa kami tak ikut kembali ke sekolah. Ia memulai aksi nazar jalan kaki. Dimulai dari pintu gerbang bangunan PBG. Saat itu saya berpesan (seperti klasiknya orangtua berpesan kepada anak) supaya dirinya hati-hati.

Ia mulai menjauh dari posisi kami. Dan, kami tak mengikuti aksi selanjutnya. Sebab, kami mengendarai kendaraan melewati arah yang berbeda. Ia mengarah ke rumahnya; kami mengarah ke sekolah.

Lokasi PBG berada di Desa Mlati Norowito, Kecamatan Kota; rumahnya berada di Desa Jepang Pakis, Kecamatan Jati. Jaraknya antarkeduanya relatif sama dengan jarak antara lokasi sekolah dan lokasi PBG. Artinya, kami menempuh 5-6 kilometer naik kendaraan, ia berjalan kaki.

Saya pernah mengalami usia sepertinya. Makanya, saya berkesimpulan bahwa menempuh jarak sejauh itu dengan berjalan kaki dalam usia belasan tahun pasti sangat ringan.

Apalagi saya sudah mengetahui kondisi fisiknya. Ia sangat sehat, bugar, dan segar. Ia anak yang banyak gerak sehingga ukuran badannya tergolong atletis, tak gemuk. Berjalan kaki, bahkan berlari, sejauh itu "sangat kecil".

Atas aksinya, saya tergelitik untuk menguliknya. Sebab, pada zaman seperti ini, umumnya orang ingin yang simpel-simpel, si siswa ini malah ingin yang repot.

Memang perihal simpel dan repot itu sangat subyektif. Bagi seseorang, nazar jalan kaki dalam jarak tertentu tak termasuk repot. Tapi, bagi seseorang yang lain, hal yang sama dapat dikatakan repot.

Tapi, ketika hal tersebut dilakukan oleh anak SMP, yang masih senang-senangnya bermain dan sebagian anak seusianya suka rebahan dengan ngegame, ia berani memilih yang berbeda.

Di mata teman-temannya, sekalipun saya tak bertanya kepada salah satu di antara mereka, saya berani memastikan bahwa mereka pasti  menganggap satu temannya ini aneh. Kok bisa-bisanya!

Atau, lebih jauh lagi, mereka mungkin ada yang berpikir bahwa tak dilakukan juga tak apa-apa, untuk apa dilakukan, cari lelah saja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun