Berbeda dengan pada masa remaja si sulung, saat ia masih SMP, anak-anak seusianya bahkan yang lebih tua lagi tidak memiliki fasilitas yang seperti fasilitas anak-anak zaman sekarang. Sehingga, mereka sangat terbatas dalam beraktivitas.
Sebatas belajar, kegiatan keagamaan, sekolah, bermain bersama teman, membantu orangtua, dan melihat hiburan lewat televisi. Tidak memiliki banyak pilihan. Begitu terbatas. Itu pun hanya dialami oleh anak-anak dalam keluarga menengah ke atas.
Anak-anak dalam keluarga menengah ke bawah bisa jadi tidak dapat menikmatinya. Mereka justru sangat-sangat terbatas aktivitasnya. Melihat televisi yang merupakan hiburan di rumah saja mungkin tidak bisa. Mereka hanya bisa bercengkerama sesama anggota keluarga sebagai hiburan.
Ini bedanya
Namun, kalau dicermati secara jeli, begini cerita si sulung, kelompok anak-anak seangkatannya dengan kelompok anak-anak seusia adiknya, si bungsu, memiliki perbedaan yang sangat jelas.
Ia mengklaim bahwa anak-anak seangkatannya memiliki daya juang yang kuat. Tidak mudah putus asa. Berusaha mencari alternatif kalau menghadapi jalan buntu saat menyelesaikan masalah. Jadi, tidak berhenti. Tidak diam. Mereka aktif.
Selain itu, anak-anak dalam kelompok angkatannya lebih mudah bersosialisasi. Mudah membangun komunikasi dengan orang lain. Memiliki kepercayaan diri. Terbuka dan berani berpendapat.
Sekalipun tidak semua anak seangkatannya begitu. Tetapi, sebagian besar, ya sebagian besar, memiliki ciri-ciri seperti itu. Mau berjuang, menciptakan kemungkinan, mudah bersosialisasi, dan percaya diri.
Sementara itu, anak-anak zaman sekarang, yang seusia adiknya, memiliki daya juang yang lemah. Mudah putus asa. Kurang berinisiatif kalau sedang menghadapi persoalan. Diam begitu saja. Pasrah. Dan, kurang percaya diri.
Terhadap analisis si sulung, saya tidak menolak. Karena, faktanya saya menjumpainya. Siswa di sekolah tempat saya mengajar yang seangkatan si bungsu, misalnya, memiliki ciri-ciri yang mendekati kelompok anak yang disebut terakhir.
Mereka kurang bergairah belajar, sulit bersosialisasi, bahkan banyak siswa putri yang hingga sekarang sekalipun di ruang terbuka tidak mau membuka masker. Diminta untuk membukanya barang sebentar saja berat melakukannya.