Karenanya, ketika guru mengetahuinya, langsung menegur dan menasihatinya. Bahwa bersenda gurau dengan menyebut-sebut nama orangtua, selain berisiko buruk juga tidak etis.
Tentang itu sebenarnya mereka memahami. Tetapi, begitu teguran dan nasihat berlalu, bisa muncul lagi senda gurau yang serupa. Begitulah alam anak.
Karena usil mengambil barang milik teman hanya untuk main-main, kadang juga menjadi penyebab pertengkaran. Itu terjadi karena ada salah paham. Selalu saja ada hal yang dapat memantik perilaku buruk itu di antara mereka.
Sikap guru
Berhadapan dengan hal tersebut, guru satu dengan yang lain ternyata menyikapinya secara berbeda. Pertama, ada guru yang langsung menindaklanjuti, dalam arti menyelesaikan persoalan tersebut.
Karena, guru ini beranggapan bahwa persoalan pertengkaran siswa juga menjadi tanggung jawabnya. Sehingga, dengan suka cita ia mau ambil peran dalam membantu siswanya yang bertengkar untuk menemukan solusi terbaik.
Sudah pasti guru ini tidak berpikir bahwa tanggung jawabnya hanya mengajarkan mata pelajaran yang diampu. Tetapi, juga turut membangun mental moral siswa.
Tentu seperti itulah seharusnya seorang guru. Sebab, tugas guru adalah mengajar dan mendidik. Selain mengajarkan ilmu pengetahuan, juga mendidik karakter siswa.
Guru yang demikian tidak menghitung waktu dalam mengabdikan dirinya. Sebab, bukan mustahil waktu yang seharusnya untuk istirahat, justru untuk mendampingi siswa bermasalah.
Tidak banyak jumlah guru yang mau ambil peran dalam hal seperti itu. Paling satu-dua guru saja. Lainnya  mungkin beranggapan  bahwa tugas tersebut bagiannya kesiswaan dan guru bimbingan dan konseling (BK).
Maka, kedua, ada juga guru yang menyerahkan persoalan pertengkaran siswa langsung kepada bagian kesiswaan. Tentu ini tidak salah. Sebab, persoalan yang dihadapi siswa tersebut termasuk dalam tanggung jawab bagian kesiswaan.