Tak hanya berbeda agama, berbeda suku, golongan, dan  ras pun kalau hidup berdampingan dan bertoleransi  tentu sangat menyenangkan bukan?
Benar, adanya Desa Pancasila belum dikenal banyak orang. Setidaknya, teman-teman guru di sekolah tempat saya mengajar sebagai buktinya.Â
Ketika saya menanyakan tentang Desa Pancasila kepada mereka, mereka menjawab tak mengetahui. Karena itu, syukurlah jika Anda mengetahuinya?
Seperti halnya saya, teman-teman saya hanya mengetahui beberapa jenis desa (seingat saya, ini sejak rezim Orde Baru kami mengetahuinya), yaitu Desa Swasembada, Desa Swakarya, dan Desa Swadaya.
Setelah saya menelusuri di google, ternyata penjenisan desa tersebut dapat dibaca di Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020 termuat jenis-jenis desa, yaitu Desa Sangat Tertinggal, Desa Tertinggal, Desa Berkembang, Desa Maju, dan Desa Mandiri.
Di dalam kedua peraturan tersebut, saya tak  menjumpai penamaan "Desa Pancasila". Saya memang belum mengulik di dalam peraturan yang lain, yang mungkin di sana bisa dijumpai. Atau, mungkin Anda pernah menjumpai penamaan "Desa Pancasila" di dalam sebuah peraturan atau perundangan?
Sebenarnya sih, Desa Pancasila sudah tersosialisasikan secara nasional. Sebab, saya menemukan berita tentang Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, yang dijuluki sebagai Desa Pancasila dalam Kompas.com, 1 Juni 2017. Berarti sejak saat itu, penamaan Desa Pancasila sudah dipublikasi, atau bahkan waktu-waktu sebelumnya.
Kompas.com menuliskan bahwa masyarakat di Desa Balun tersebut terdiri atas tiga penganut agama, yakni Islam, Kristen, dan Hindu.Â
Kehidupan sehari-hari mereka saling menghargai dan menghormati. Termasuk ketika pada hari-hari besar agama.
Adanya masjid, gereja, dan pura berdiri dalam satu kompleks dan berdekatan wujud toleransi itu. Pun demikian, Â tak ada perselisihan berkaitan dengan agama.