Nyaris hampir semua orang cenderung memilih santai ketimbang beban. Sangat manusiawi. Toh hidup memang ada dua sisi.Â
Gelap dan terang. Mati dan hidup. Sedih dan gembira. Ringan dan berat. Masih banyak deretan kata sejenis yang dapat ditulis. Tetapi, sejumlah yang dituliskan itu cukup membuka spektrum berpikir kita mengetahui bahwa itulah kenyataan hidup yang kita jalani saban hari.
Oleh karena itu, ada upaya orang untuk membangun keseimbangan. Orang mencari hiburan  setelah sibuk beraktivitas. Di lembaga pendidikan, misalnya, selama ini ada kegiatan rekreasi setelah sekian lama anak-anak sibuk belajar. Mulai anak PAUD hingga perguruan tinggi aktivitas tersebut dilakukan.
Dan, menariknya, aktivitas rekreasi tersebut dilakukan sesuai konteksnya. Objek rekreasi Anak-anak PAUD, misalnya, jaraknya dekat. Anak-anak SD mulai agak jauh objek rekreasinya. Pola yang sama dilakukan untuk anak-anak SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin jauh destinasi yang dipilih dan tentu semakin mahal harga yang harus ditanggung.
Pegawai atau karyawan, baik negeri maupun swasta, juga masyarakat di tingkat RT, RW, dan desa ada yang melakukan aktivitas rekreasi. Keluarga-keluarga milenial, menjadikan rekreasi sebagai aktivitas yang dijadwalkan sehingga terencana secara modern.
Membangun keseimbangan yang terencana (secara modern) memang baik. Â Ada saatnya terbeban berat; ada saatnya terhibur, rileks, santai, dan bersenang-senang. Tetapi, kalau tidak terencana alias mendadak dengan cara membatalkan segala sesuatu yang kesannya membebani, lalu beralih ke segala sesuatu yang ringan, aduh, ini sangat menyedihkan.
Mengapa? Karena ini memilih cara gampangnya saja. Tanpa memikirkan dampak yang timbul. Jika dalam sebuah tim, dampaknya tentu sangat terasa. Hanya karena untuk kesenangan pribadi, kepentingan tim diabaikan. Dapat mengecewakan banyak pihak bukan?
Dan, Si Ragil tergabung dalam sebuah tim musik. Banyak orang yang terlibat di dalamnya. Satu dengan yang lain (tentu) saling berkaitan. Boleh jadi kalau satu saja personilnya tidak datang, yang lain mengalami kesulitan. Jadi, kalau tiba-tiba si ragil minta izin tidak datang berlatih hanya untuk menjemput kakaknya, betapa amatirnya.
Untung saja saya menemukan cara supaya ia (seakan) tetap profesional. Ia bisa ikut menjemput kakaknya, tetapi dapat juga berlatih musik. Saya mengekang keinginan Si Ragil karena saya memiliki "kekuatan" selaku orang tua.
"Kekuatan" itu seharusnya dimiliki oleh setiap orang. Berdiam di dalam dirinya masing-masing. Dengan begitu, ketika ada upaya untuk meninggalkan segala sesuatu yang seakan membebani untuk beralih ke segala sesuatu yang menyenangkan, tidak terpenuhi. Kalau (ternyata) keinginan itu terpenuhi, jadinya ya amatir itu.