Mohon tunggu...
Pak De Bon
Pak De Bon Mohon Tunggu... -

Saya disuruh belajar menulis. Dengan ini saya belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tangan Robot Tawan, Hoax, dan Tahi Sapi

8 Februari 2016   03:00 Diperbarui: 8 Februari 2016   03:33 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERINGATAN : Artikel ini ditulis dengan bias pandangan saya bahwa 'tangan robot kendali EEG; milik pak tawan adalah palsu. Jika anda tidak sependapat, kemungkinan besar anda tidak akan suka tulisan ini.  Tapi tentu saja, gak bakalan dibaca sampai selesai oleh yang masih percaya hoax tadi.

TANGAN ROBOTNYA RUSAK?

Kemarin pagi ada berita mengejutkan. [http://bali.tribunnews.com/2016/01/24/sedih-tangan-robot-iron-man-bali-rusak-kena-hujan-padahal] Tangan Robot Pak Tawan "rusak" karena terkena tetesan hujan, saat tangan tersebut ditinggalkan berobat di rumah sakit. Entah bagaimana logikanya, kok bisa seseorang 'jenius' meninggalkan masterpiecenya -yang sudah membuatnya dipuji seluruh Indonesia- di rumah, digantung begitu saja tanpa pengaman, sampai sampai terkena air hujan. Tidak takut dicuri? Katanya sudah ada yang menawarkan 2 Miliar Rupiah untuk membelinya? Tangan robotnya rusak, mirip batu Ponari yang hilang khasiat.

Ini terlalu lucu. Entah apa skenario berikutnya. Tangannya tiba-tiba sembuh, mungkin? Atau tiba-tiba dia tidak mengizinkan tangan itu diteliti, mirip kasus Joko Suprapto? [http://news.detik.com/berita-jawa-timur/959043/takut-ditiru-joko-rahasiakan-pembuatan-blue-energy] Saya penasaran, jika nanti Pak Tawan menjalani CT Scan atau MRI untuk pengobatan stroke yang dia alami, entah akan terlihat atau tidak lesion atau apa kek di otaknya. Semoga hasil CT scannya tidak dipalsukan. Semoga tidak ada kebohongan lain yang dipakai untuk menutupi kebohongan ini. Semoga tidak ada cover-up demi kepentingan politik, seperti kasus Blue Energy.

ADA APA DENGAN NEGERI KITA?

Tadi saya mencoba lagi berkomen di forum lokal, untuk menyanggah keaslian teknologi Pak Tawan ini. Hasilnya, seperti biasa, hampir semua yang membalas komen ini menyerang berantakan dengan ad hominem dan fallacy lainnya. (saya memang kurang kerjaan)

Jadi, selain para awak media dan netizen yang penasaran, sudah ada beberapa ahli yang datang langsung ke TKP, dan ada yang kelihatannya sudah tahu itu bohong, tapi masih menahan diri untuk menjatuhkan vonis bahwa "tangan robot EEG" itu adalah kebohongan. Beberapa bahkan mengalihkan fokus pembahasan (udah red herring, busuk pula) kepada "keteguhan dan semangat dan kerja keras" oleh Pak Tawan yang berjuang menghidupi keluarganya walaupun dia terkena 'stroke'. Contohnya ini, entah kutipannya sesuai yang dikatakan sang ahli atau tidak, dan rasanya berita ini benar-benar biased, contoh jurnalisme yang tidak profesional.[http://beritabali.com/read/2016/01/22/201601220003/Robot-Tangan-Buatan-Tawan-Ide-Brilian-yang-Butuh-Bantuan.html]

Mungkin saja tujuan para ahli tersebut tidak serta merta mengungkap/memberikan vonis bahwa alat itu bohongan, adalah untuk melindungi diri mereka sendiri dari hujatan mereka yang terlanjur termakan hoax ini -dengan mengebiri kredibilitas mereka sebagai akademisi dalam bidang mereka, tentunya. Atau mungkin saja, maksudnya baik, untuk menjaga perasaan masyarakat yang memang sudah terlalu cepat percaya dan berbangga, dengan rasa nasionalisme yang sudah terlanjur berkobar. Maksudnya baik, tapi maaf, sepertinya caranya tidak. Pendapat saya, masyarakat harus dididik untuk berpikir kritis. Ungkapkan kebenaran, sepahit apapun itu. Pendapat anda, mungkin berbeda.

(bahkan ada akademisi yang memuji bahwa ide pak tawan itu orisinil. helauw. ini akademisi kupdet gak pernah baca jurnal ilmiah populer ya? bagian mananya yang 'ide orisinil'? yang buat itu dari sampah dan rongsokan?)

Yang mengherankan di negeri kita, di sini yang menjadi korban bully itu sebenarnya siapa : apakah Pak Tawan yang masih tetap melanjutkan kebohongannya, atau para akademisi ahli -mereka yang benar-benar TAHU bidangnya- yang berani mengungkap kebohongan tersebut?

Lihat saja komen-komen yang memenuhi berita tentang ahli yang berbicara menyatakan bahwa 'penemuan' Pak Tawan tidak masuk akal. Sebagian besar menghujat, menuduh akademisi tersebut iri, sirik, miskin prestasi, bahkan ada yang menyerang pribadi/fisiknya. Sungguh sangat tidak beradab. Para ahli yang memang benar-benar ahli saja DIHAJAR MASSA, apalagi orang awam yang kebetulan memang skeptik dan tahu paling gak sedikit banyak tentang teknologi tersebut - dan tidak malas mencari tahu sesuatu yang baru.

Dan ada anggapan bahwa yang menganggap ini kebohongan adalah orang-orang yang nyinyir dan sirik. Sebenarnya yang nyinyir itu siapa : mereka yang tidak percaya dan benci akan pembohongan publik, atau mereka yang selalu mengejek kami para skeptik yang tidak serta merta menutup logika dan tidak menelan mentah-mentah apa yang diungkap media busuk penebar sensasi?

Ada apa dengan negeri kita? Kenapa hanya sedikit (sejauh yang saya perhatikan) yang menulis tentang bodohnya semua ini? Apa iya, kita cuma punya segelintir ahli neurologi, mekatronika, robotika, dan lain-lain? Kemana mereka? Apa sedang di luar negeri, menutup muka karena malu bangsanya dijadikan tertawaan seperti ini? Atau mungkin mereka sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya, hingga "tidak sempat mengurusi berita bodoh macam ini, kurang kerjaan saja."

"KAMU TIDAK MENGHARGAI KREATIVITAS BANGSA SENDIRI"

Hargailah yang patut dihargai.

Ketika saya melihat video rekaman Pak Tawan untuk pertama kali, yang saya kagumi adalah bagaimana desain alat eksoskeleton tersebut bisa digerakkan dengan luwes. Pakai pegas shockbreaker di siku! Ada gear di siku yang bisa putar putar! Dan itu headpiecenya -yang ceritanya EEG sensor- ada lampu LEDnya. Shiny! Cocok untuk cosplay steampunk! Gak heran banyak yang percaya. Walaupun bukan yang terbaik yang pernah saya lihat, kreativitas membuat pakaian eksoskeletal dari rongsokan ini -walaupun fungsinya hanya kosmetik- patut diacungi jempol!

Mungkin setelah semua ini berakhir, jika saya ada uang, saya akan memesan sebuah full body exoskeleton suit kepada Pak Tawan - with a price! Imajinasi itu mahal, bung! Untuk masalah bahan, teman saya punya banyak rongsokan bekas komputer hasil kegilaannya. Saya tinggal memberikan segala macam rongsokan itu ke Pak Tawan, dan saya bisa jadi robot.

Itu yang saya apresiasi. Tapi sekali lagi, bukan kebohongannya.

Jangan sampai kita "terlalu peduli pada kesamaan-kesamaan.. entah itu spesies, agama, negara, suku, sekolah, organisasi dan lain sebagainya" sampai "menutup logika kita dalam menilai sesuatu.

Pak Tawan yang ganteng, imut, dan lugu itu, mungkin hanya terpaksa melanjutkan kebohongan kecil yang telah dia tuturkan, yang menjadi kebohongan besar karena tuntutan pertanyaan media dan netizen yang penasaran, dan penggiat medsos yang cepat berbangga share sana sini - tanpa sadar seberapa besar dampak kehebohan yang dia mulai. Dan untuk melanjutkan kebohongannya, dia pun 'belajar' dari internet istilah-istilah -yang kemungkinan besar dia sendiri nggak ngerti- untuk dijadikan bacotan di depan media. Persis seperti bagaimana seseorang yang berkumis bisa jadi terkenal sebagai spesialis foto skandal artis. Ini salah satu hal yang sangat tidak saya sukai.

MUMPUNG LAGI TENAR

Banyak diantara kaum apologetik Tawanisme (istilah apaan itu) yang menyalahkan media, [https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1241436839204062&set=a.750243108323440.1073741825.100000132747446] dan itu untuk alasan yang juga saya setujui. Wabah jurnalisme kuning ini memang menjijikkan, dan makin menjadi-jadi dengan adanya persaingan ketat dengan rumah media massa baru, ditambah maraknya media sosial yang mampu menjadikan bisnis media ini hal yang menjanjikan. (ringkasnya gini: share sensasi, banyak yang mengunjungi situs, traffic membesar, banyak yang klik iklan, UNTUNG BESAR!!)

(Untuk yang malas googling: Jurnalisme kuning : tipe jurnalisme sensasional yang menyajikan fakta yang belum/tidak diteliti secara benar, dan menggunakan judul-judul yang WAH untuk menjual beritanya. Salah satu teknik jurnalisme ini dengan membesar-besarkan sebuah berita dengan menambah bumbu-bumbu penyedap sensasional. Contoh : penyebutan julukan IRON MAN untuk Pak Tawan dan memirip-miripkan Pak Tawan dengan Tony Stark. kok iron man sih. miripan HULC di elysium deh. wartawannya kupdet nonton sci-fi)

Tetapi selain menyalahkan media, kebohongan yang tetap dipertahankan oleh Pak Tawan juga tidak patut diapresiasi. Pandangan saya beberapa hari lalu bahwa Pak Tawan adalah seorang yang polos dan lugu -korban media yang terpaksa berbohong karena tuntutan mereka- sudah berubah, ketika menonton berita dimana dia menyatakan tetap memerlukan 'bantuan' untuk 'memperbaiki' sensor otaknya yang rusak kena tetesan air hujan. Seolah bantuan 50 juta rupiah -that's the taxpayers' money we're talking about- yang diberikan oleh Pak Gubernur kemarin belum cukup.

Gubernur Bali, selayaknya pejabat pelayan publik, kemarin sudah tanggap mengungkapkan kesiapannya memfasilitasi kebutuhan medis Pak Tawan, serta mengerahkan tim ahli dari universitas untuk menangani penelitian tentang 'karya' Pak Tawan. Dengan masih mengharapkan "sumbangan dermawan" dan sebagainya -seperti terlihat di video tersebut- saya rasa, niat baik Pak Gubernur sudah dilangkahinya dengan keserakahannya. Saya tidak berani membayangkan kemarahan dan sakit hati Gubernur Bali kepada Pak Tawan jika nanti kebohongan ini betul-betul terungkap. Sekarang, ya, biarkan saja Pak Tawan menikmati popularitasnya - beserta segala keuntungan finansial yang dia peroleh dari semua omong kosong ini. Mumpung lagi tenar!

Tapi tetap saja, setelah semua hulabalu ini berakhir, saya ingin dibuatkan kostum cosplay eksoskeleton buatan pak tawan itu. Desain Pak Tawan memang keren!

TAHI SAPI

Beberapa hari yang lalu, ketika sedang berdebat di status fb saya tentang keaslian tangan Pak Tawan, seorang pendebat berargumen dengan kesesatan logika melemparkan burden of proof ke saya. Kalau kamu gak percaya, datang saja sendiri ke sana dan buktikan!

Saya berargumen dengan santai, tapi mungkin, tidak terdengar santun "Ada kalanya kita gak usah sampai menyentuh tahi untuk tahu kalau itu tahi," dalam komen gambar ini :

Dan saya dinilai "tidak ada niat menghargai, malah menyamakan dengan tai."

Tidak, saya menghargai tahi sapi. Tahi sapi itu salah satu ciptaan Tuhan yang paling indah. Tahi sapi itu berguna untuk kehidupan kita. Dia bisa dijadikan pupuk, yang menyuburkan pohon yang memberi kita buah untuk dimakan. Dia bisa dipakai melempar Jeoffrey Baratheon. Ya, tahi sapi is love. Tahi sapi is life.

Cuma masalahnya, tahi sapi itu bukan untuk ditelan mentah-mentah. Apalagi dimakan jamurnya. Memang katanya sih, jamurnya nikmat -layaknya euforia kebanggaan nasionalisme itu- membuat kita merasa terbang. Tapi pernah lihat bagaimana gobloknya orang yang sedang mabuk fly habis makan jamur tahi sapi?

Begitu juga hoax. Hoax adalah fenomena alami, sama alaminya dengan tahi sapi. Tidak harus dibenci. Jijik boleh. Jangan benci ya. Bagaimana dengan "lengan robotik kendali EEG" ini? Saya melihatnya sebagai sebuah tumpukan tahi sapi yang besar.

Lalu bagaimana caranya kita mengubah tahi sapi ini menjadi pupuk yang berguna?

Curiousity. Rasa ingin tahu.

Dipadukan dengan sikap skeptis dan kritis, tahi sapi seperti hoax lengan robot ini berpeluang untuk menjadikan kita lebih pintar, lebih berwawasan, dan lebih tahu dari sebelumnya.

Dalam pencarian kita tentang kebenaran hoax ini contohnya, kita mau tidak mau harus membaca tentang:
EEG [https://en.wikipedia.org/wiki/Electroencephalography] (lihat bagian penerapannya untuk prostesis)
Brain-computer interface, [http://www.dw.com/id/komputer-canggih-dikendalikan-otak/a-17784194]
Anatomi otak [http://brainconnection.brainhq.com/2013/03/05/the-anatomy-of-movement/] (ini menyangkut dengan headset sensor EEG klaim Pak Tawan, yang jauh letaknya dari pusat kendali gerakan volunter di otak)
Penyakit Stroke [http://www.tersemangat.com/2014/09/laporan-pendahuluan-snh-stroke-non.html]
Kaitan CT Scan dan MRI dengan Stroke [http://elektromagic.blogspot.co.id/2010/10/perbedaan-antara-mri-ct-cat-scans.html]
dan lain lain.
Penelitian terbaru tentang prostesis robotik,
Jenis-jenis komponen perangkat komputer dan/atau mikrokontroller
Dasar-dasar robotika
Jenis-jenis bahasa pemrograman dalam robotika dan mekatronika
dan lain-lain yang agak banyak kalau disebutkan di sini semua.

Bukan hanya membaca, kita pun bisa bertanya pada teman kita/dosen/senior yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut. Jaman ini informasi mudah didapat. Banyak e-book bisa didapatkan dengan gratis. Ada Wikipedia dan referensinya - yang walaupun dipandang miring oleh beberapa akademisi karena bisa diedit semua orang, paling tidak wikipedia bisa menyediakan sumber informasi instan yang terjamin oleh community guidelinesnya. Ada forum-forum internet tempat kita bisa bertanya pada 'mereka yang benar benar ahlinya' seperti Quora. Banyak!

Poin saya adalah, kadang-kadang kita tidak harus menjadi seseorang yang benar-benar berkutat dalam suatu bidang hanya untuk mengungkap kebenaran sebuah berita. Kita tidak perlu menjadi ahli biologi atau dokter hewan, atau pengusaha penjual tahi sapi, untuk tahu kalau tahi sapi itu adalah tahi sapi. Dan kita tidak harus mengambil tahi itu dan mencicipinya dulu untuk tahu kalau itu tahi - persis seperti yang digambarkan dalam komik diatas.

APA GUNANYA WAWASAN TAMBAHAN? BIKIN KEPALA BOTAK SAJA.

Seperti celoteh saya diatas, hidup ini pembelajaran tanpa henti. Dan satu pengalaman yang saya dapat, tidak ada pengetahuan yang tidak berguna! Anda jadi tahu tentang stroke? Anda bisa gunakan pengetahuan untuk menghindari penyakit tersebut! Anda jadi mengerti tentang EEG? Mungkin bisa antisipasi dari sekarang untuk beli video game

Pengetahuan tersebut bisa diteruskan: bisa ditransfer ke anak anda. Bisa dijadikan bahan cerita dengan pacar. Bisa diajarkan ke murid. Bisa diterapkan dalam kehidupan anda sehari hari. Bisa diterapkan dalam hasil karya anda. Bisa digunakan untuk memenangi Kuis Who Wants To Be A Millionaire. Siapa tahu? Kebetulan-kebetulan seperti di film Slumdog Millionaire bukan hal yang tidak mungkin. Paling tidak, wawasan anda yang lebih bisa dijadikan bahan tuturan di Bale Banjar, jika kebetulan topiknya menyinggung. Atau untuk dibicarakan dengan calon mertua, biar kelihatan pintar sedikit kalau mau gebetin anaknya!
Jadi, seberapa anda mau belajar? Anda punya pilihan, disuapi, atau cari makan sendiri. dua duanya mungkin sama baiknya. Tidak ada yang lebih jelek.

Tapi, untuk beberapa orang, mungkin tidak setiap orang, mencari tahu sendiri tentang sesuatu memberikan kepuasan yang lebih.

SIKAP SKEPTIS DAN BERPIKIR KRITIS

Tulisan ini saya tujukan sebagai ajakan dan pengingat untuk kita agar berpikir kritis dalam menanggapi sebuah berita, di tengah badai jurnalisme kuning di negeri kita. Saya ingin mengajak rekan rekan untuk tidak cepat percaya akan sebuah berita, apalagi yang dishare oleh situs berita yang kredibilitasnya sudah dipertanyakan. Era internet dalam genggaman sudah datang, informasi memang gampang didapat, tetapi tidak sedikit informasi yang beredar adalah informasi palsu. Pintarlah memilih.

Dan jika rekan termasuk salah satu dari yang sempat percaya dengan sebuah hoax yang akhirnya terbukti bohong, saya rasa anda tidak usah malu. Semua orang pernah percaya dengan sebuah kabar bohong. Itu bukan berarti anda "bodoh dan kredibilitas anda sebagai pemegang ijazah/penggiat profesi tertentu dipertanyakan". Tidak setiap orang punya waktu seperti saya yang kurang kerjaan untuk terus aktif di medsos maupun selancar jagad maya. Apalagi, kegiatan mencari tahu tentang hal-hal seperti ini cukup menyita waktu senggang anda. Tapi, ya, tetap pada kuncinya. Jangan terburu-buru percaya, be skeptical, but learn to find out, dan jangan buru-buru share. Jangan mau jadi clicking monkey!

Tentu saja yang keliru adalah mempertahankan dan ngeles tentang sebuah hoax yang terbukti bohong, tanpa mau membaca dan memahami argumen atau penjelasan apa yang diberikan, apalagi sampai menyerang sana menyindir sini, hanya untuk menyelamatkan muka sendiri, karena takut dibilang bodoh.

Sikap skeptis mungkin memang pisau bermata dua. Di satu sisi, sikap skeptis menghambat kemajuan dan perkembangan ide-ide baru. Tapi di sisi lain, sikap skeptis, bila dipadukan dengan rasa ingin tahu dan pola berpikir kritis, akan menjadi senjata buat kita yang menghindarkan kita dari jebakan jebakan betmen seperti kebohongan ini. Sikap skeptis inilah yang bisa membuat kita berhasil menghindari bisnis Manusia Makan Manusia, bisnis teh celup, kolostrum ajaib pengecil payudara pembesar vagina (mungkin terbalik), sms hadiah Avanza, mama minta pulsa, batu celup ajaib penyembuh segala, Meriang Sakit Sengsara. dan lain lain.

BUKA PIKIRAN

Apalagi yang kita perlukan? Open mind. Keterbukaan pikiran. Kesiapan kita untuk menerima dan menganalisa informasi baru, walaupun bertentangan dengan prasangka, pengetahuan, atau anggapan kita yang sebelumnya. Ini tentang kesiapan kita untuk menerima argumen yang berlawanan : jika sesuai dengan nalar dan anggapan sebelumnya, terima dengan baik; jika tidak sesuai dengan anggapan kita sebelumnya, tantang argumen tersebut dengan argumen yang logis, tanpa kesesatan logika, dengan menghadirkan fakta, bukan pendapat, apalagi pengalihan fokus pembicaraan. Sungguh sangat lucu melihat mereka yang melabeli dirinya Open-Minded dalam profil media sosialnya, tanpa mengerti arti konsep tersebut. Mungkin itu saya.

Mungkin ini yang tidak dimiliki beberapa pihak yang tetap ngeyel bahwa penemuan Pak Tawan itu benar-benar aseli canggihnya.

Mungkin juga ini yang tidak dimiliki oleh SAYA yang tetap ngotot bahwa penemuan Pak Tawan itu cuma baju cosplay.

Tapi sesuai kata guru saya -yang keriting itu- kepada suku Kalama, hanya masing-masing dari diri kita sendiri yang bisa menilai.

Sebagai penutup, kepada mereka yang sudah disodori bukti/analisa tentang kepalsuan tangan robot Pak Tawan, yang bukannya berargumen membuktikan keasliannya, tapi malah tetap ngotot menuduh kami yang skeptik sebagai kaum nyinyir, sirik, iri, tidak berprestasi dan tidak mensupport anak bangsa, saya ingin ucapkan salam berikut:

Bon Appétit!!

(makan tuh tahi sapi!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun