Mohon tunggu...
Pak De Bon
Pak De Bon Mohon Tunggu... -

Saya disuruh belajar menulis. Dengan ini saya belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tangan Robot Tawan, Hoax, dan Tahi Sapi

8 Februari 2016   03:00 Diperbarui: 8 Februari 2016   03:33 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan ada anggapan bahwa yang menganggap ini kebohongan adalah orang-orang yang nyinyir dan sirik. Sebenarnya yang nyinyir itu siapa : mereka yang tidak percaya dan benci akan pembohongan publik, atau mereka yang selalu mengejek kami para skeptik yang tidak serta merta menutup logika dan tidak menelan mentah-mentah apa yang diungkap media busuk penebar sensasi?

Ada apa dengan negeri kita? Kenapa hanya sedikit (sejauh yang saya perhatikan) yang menulis tentang bodohnya semua ini? Apa iya, kita cuma punya segelintir ahli neurologi, mekatronika, robotika, dan lain-lain? Kemana mereka? Apa sedang di luar negeri, menutup muka karena malu bangsanya dijadikan tertawaan seperti ini? Atau mungkin mereka sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya, hingga "tidak sempat mengurusi berita bodoh macam ini, kurang kerjaan saja."

"KAMU TIDAK MENGHARGAI KREATIVITAS BANGSA SENDIRI"

Hargailah yang patut dihargai.

Ketika saya melihat video rekaman Pak Tawan untuk pertama kali, yang saya kagumi adalah bagaimana desain alat eksoskeleton tersebut bisa digerakkan dengan luwes. Pakai pegas shockbreaker di siku! Ada gear di siku yang bisa putar putar! Dan itu headpiecenya -yang ceritanya EEG sensor- ada lampu LEDnya. Shiny! Cocok untuk cosplay steampunk! Gak heran banyak yang percaya. Walaupun bukan yang terbaik yang pernah saya lihat, kreativitas membuat pakaian eksoskeletal dari rongsokan ini -walaupun fungsinya hanya kosmetik- patut diacungi jempol!

Mungkin setelah semua ini berakhir, jika saya ada uang, saya akan memesan sebuah full body exoskeleton suit kepada Pak Tawan - with a price! Imajinasi itu mahal, bung! Untuk masalah bahan, teman saya punya banyak rongsokan bekas komputer hasil kegilaannya. Saya tinggal memberikan segala macam rongsokan itu ke Pak Tawan, dan saya bisa jadi robot.

Itu yang saya apresiasi. Tapi sekali lagi, bukan kebohongannya.

Jangan sampai kita "terlalu peduli pada kesamaan-kesamaan.. entah itu spesies, agama, negara, suku, sekolah, organisasi dan lain sebagainya" sampai "menutup logika kita dalam menilai sesuatu.

Pak Tawan yang ganteng, imut, dan lugu itu, mungkin hanya terpaksa melanjutkan kebohongan kecil yang telah dia tuturkan, yang menjadi kebohongan besar karena tuntutan pertanyaan media dan netizen yang penasaran, dan penggiat medsos yang cepat berbangga share sana sini - tanpa sadar seberapa besar dampak kehebohan yang dia mulai. Dan untuk melanjutkan kebohongannya, dia pun 'belajar' dari internet istilah-istilah -yang kemungkinan besar dia sendiri nggak ngerti- untuk dijadikan bacotan di depan media. Persis seperti bagaimana seseorang yang berkumis bisa jadi terkenal sebagai spesialis foto skandal artis. Ini salah satu hal yang sangat tidak saya sukai.

MUMPUNG LAGI TENAR

Banyak diantara kaum apologetik Tawanisme (istilah apaan itu) yang menyalahkan media, [https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1241436839204062&set=a.750243108323440.1073741825.100000132747446] dan itu untuk alasan yang juga saya setujui. Wabah jurnalisme kuning ini memang menjijikkan, dan makin menjadi-jadi dengan adanya persaingan ketat dengan rumah media massa baru, ditambah maraknya media sosial yang mampu menjadikan bisnis media ini hal yang menjanjikan. (ringkasnya gini: share sensasi, banyak yang mengunjungi situs, traffic membesar, banyak yang klik iklan, UNTUNG BESAR!!)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun