Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Intimacy, Lebih dari Sekadar Komunikasi

7 Agustus 2024   12:59 Diperbarui: 7 Agustus 2024   13:00 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu saya mengira bahwa yang sangat penting dalam menjaga keharmonisan suami istri adalah komunikasi. Tentu saja itu bukan sepenuhnya salah, sebagaimana juga tidak sepenuhnya benar.

Karena pada dasarnya kita tidak mungkin membangun komunikasi yang sehat dan nyaman, jika tidak memiliki kelekatan atau intimacy. Hubungan antara komunikasi dan intimacy sangatlah unik.

Komunikasi akan lancar dan nyaman apabila telah memiliki intimacy. Sedangkan intimacy akan mudah didapatkan apabila komunikasi berjalan lancar tanpa hambatan. Keduanya saling memengaruhi.

Namun apa sebenarnya inti dari intimacy? Apakah sekadar kemampuan berkomunikasi? Apakah sekadar kedekatan secara fisik? Ternyata tak sesederhana itu.

Luis Congdon dari The Gottman Institute menuliskan pengalaman pribadinya, bagaimana ia memahami dan menemukan intimacy. "I think I really saw intimacy as a kind of physical and emotional knotting that, when done tightly enough, could never be untied'.

"Saya pikir saya benar-benar melihat keintiman sebagai semacam ikatan fisik dan emosional yang, ketika dilakukan dengan cukup erat, tidak akan pernah bisa dilepaskan," ungkap Congdon.

Pada umumnya pasangan akan memilikipersepsi sebagaimana dikemukakan oleh Congdon. Kita yakin akan bisa intim satu sama lain, apabila memiliki cukup banyak aktivitas fisik dan emosional. Selanjutnya mengira bahwa apabila  telah tercapai kondisi yang intim, maka hal itu akan bertahan selamanya.

"I hoped, or assumed, that, provided we were intimate enough, I might ensure that I could be protected against loneliness, disappointment, and pretty much any kind of romantic loss. Saya berharap, atau berasumsi, bahwa, asalkan kami cukup akrab, saya dapat memastikan bahwa saya dapat dilindungi dari kesepian, kekecewaan, dan hampir semua jenis kehilangan romantis," lanjut Congdon.

Pasangan suami istri merasakan kekhawatiran bahwa suatu saat mereka akan kecewa atau dikecewakan. Untuk itu mereka berusaha untuk segera bisa menemukan intimacy tersebut. "Saya takut patah hati, cukup yakin saya tidak bisa bertahan. Jadi saya bergegas dan bergegas dan bergegas," ungkap Congdon.

Namun yang harus dipahami adalah --ada proses ketersingkapan kepribadian dari suami dan istri, yang akan terjadi secara alami. Setelah melewati masa-masa bulan madu yang indah, masing-masing akan segera melihat kepribadian pasangan secara senyatanya dan apa adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun