Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Hedonic Treadmill", Apakah Anda Mengalami?

10 September 2023   19:55 Diperbarui: 10 September 2023   20:01 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.wonderliv.com/

Sering Tidak Disadari

Anna Katharina Schaffner (2016) mengingatkan, "Bayangkan Anda membeli sebuah mobil impian ---kendaraan mewah yang berkilau. Awalnya, Anda diliputi kegembiraan dan kepuasan. Mesin mobil yang bertenaga dan fitur-fitur mewah memberi Anda kesenangan luar biasa. Anda merasakan gelombang kebahagiaan setiap kali berada di belakang kemudi".

"Namun seiring berjalannya waktu," ujar Schafner, "Hal istimewa tersebut mulai memudar. Mobil mewah menjadi bagian akrab dari rutinitas harian Anda. Saat itu Anda tidak lagi merasakan tingkat kegembiraan dan kehebohan sama seperti yang Anda rasakan pada hari-hari awal kepemilikan".

Ian McEwan menulis dalam novel Enduring Love (1997) tentang fenomena ini, "People often remark on how quickly the extraordinary becomes commonplace. We are highly adaptive creatures".

"Orang-orang sering berkomentar tentang betapa cepatnya hal-hal luar biasa menjadi hal biasa. Kita adalah makhluk yang sangat adaptif", ujar Ian McEwan.

Rupa-rupanya, sangat banyak manusia modern terjebak dalam gaya hidup hedonic treadmill. Media sosial semakin menguatkan gaya hidup tersebut. Jalan-jalan sekeluarga ke Singapura, diupload di instagram.

Bulan depan jalan-jalan ke Turki, diupload di instagram. Terus menerus gaya hidup mengajak mereka pergi ke tempat yang lebih jauh lagi, agar bisa menempatkan diri pada posisi para seleb media sosial. Naik pesawat di kelas bisnis, tidur di hotel bintang lima plus, dan menghadirkan hiburan-hiburan aneka jenisnya.

Sukseskah orang-orang seperti ini? Bahagiakah orang-orang ini? Menarik untuk kita simak ungkapan Jari Roomer (2019) berikut:

"Being on the hedonic treadmill can be quite dangerous, as most people never realize they are on it. Therefore, they continue to chase after more, bigger and better --- and burn themselves out in the process. They are only satisfied for a brief moment with their current lifestyle before they feel the psychological need to upgrade it again and again".

"Berada dalam keadaan hedonic treadmill bisa sangat berbahaya, karena kebanyakan orang tidak pernah menyadari bahwa mereka sedang melakukannya. Oleh karena itu, mereka terus mengejar yang lebih besar, lebih banyak, dan lebih baik -- sampai kehabisan tenaga dalam prosesnya. Mereka hanya merasa puas sesaat dengan gaya hidup saat ini, sebelum akhirnya merasakan kebutuhan psikologis untuk terus meningkatkannya".

"According to the hedonic treadmill model, as a person makes more money, expectations and desires rise in tandem, which results in no permanent gain in happiness. While in reality, most people expect that achieving these type of goals will make them happier. And that's a perfect cocktail of never-ending confusion and frustration".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun