Syaikh Jasim Muhammad Al-Muthawwi menulis makalah berjudul 'Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma'a Abna-ina (20 Kesalahan Orangtua dalam Mendidik Anak). Isinya duapuluh poin kesalahan yang umum dilakukan orangtua dalam mendidik anak-anak mereka.
Dalam tulisan kali ini, saya akan menyampaikan beberapa poin saja. Biar secara psikologis kita tidak terlalu terbebani dengan banyaknya kesalahan kita selama ini. Khawatirnya justru menjadi melemahkan semangat berbenah diri.
Kesalahan Pertama: Al-Ghadhab
Menurut Syaikh Jasim Muhammad Al-Muthawwi, kesalahan pertama yang banyak dijumpai pada orangtua adalah al-ghadhab atau marah. Dalam banyak kasus, dijumpai orangtua meluapkan kemarahan kepada anak untuk hal-hal sepele yang sebenarnya tidak memerlukan luapan kemarahan tersebut.
Secara umum, marah adalah hal tercela. Nabi saw mengarahkan umat muslim agar mampu mengendalikan kemarahan. Nasihat berulang yang beliau saw berikan kepada seorang lelaki yang datang adalah "la taghdhab", jangan marah.
Seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw, 'Wahai Rasulullah, berikan saya wasiat.' Maka Nabi saw bersabda, 'Jangan engkau marah, jangan engkau marah'" (HR. Bukhari)
Nabi saw menyatakan bahwa kekuatan tidak diukur secara fisik. Namun kekuatan diukur dari kemampuan mengendalikan emosi. Beliau saw bersabda,
"Bukanlah orang kuat adalah dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) perkelahian, tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah" (HR. Bukhari no. 5763 dan Muslim no. 2609).
Imam Al-Munawi dalam Kitab Faidhul Qadiir menyatakan,"Makna hadits ini, orang kuat (yang sebenarnya) adalah orang yang (mampu) menahan emosi ketika kemarahannya sedang bergejolak dan dia mampu melawan dan menundukkan nafsunya itu. Maka Rasulullah saw dalam hadits ini membawa makna kekuatan yang lahir kepada kekuatan batin. Dan barangsiapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika itu maka sungguh dia telah (mampu) mengalahkan musuhnya yang paling kuat dan paling berbahaya --yaitu hawa nafsunya."
Secara akademik diketahui, bahwa marah membawa banyak kerugian dan menimbulkan bahaya, jika diterapkan dalam parenting. Dalam buku "Don't Be Angry, Mom: Mendidik Anak tanpa Marah" (2019), Nurul Afifah  menjelaskan dampak buruk luar biasa yang dialami anak akibat kemarahan orangtua. Nurul Afifah menyatakan, kemarahan orangtua berdampak negatif pada fisik maupun psikis anak.
Di antara dampak secara fisik adalah kerusakan atau kematian sel-sel otak anak. Suara keras dan bentakan dari orangtua dapat merusak atau menggugurkan pertumbuhan sel otak anak. Satu bentakan dapat membunuh lebih dari satu miliar sel otak anak. Satu pukulan yang disertai bentakan bisa membunuh bermiliar sel otak anak.
Membentak anak juga menyebabkan kinerja jantung anak berdetak lebih cepat. Akibatnya, jantung anak lebih lelah daripada dalam kondisi normal. Bentakan juga menyebabkan stres pada anak. Stres dapat menyebabkan lambung lebih sensitif terhadap jumlah asam dan nyeri. Oleh sebab itu, anak yang kerap mendapat bentakan berisiko mengalami nyeri di bagian ulu hati.
Secara psikis, kemarahan orangtua bisa menurunkan rasa percaya diri anak, dan membuat mereka menjadi penakut. Anak yang sering dimarahi, akan menganggap dirinya menjadi sumber kemarahan orangtua. Semakin sering dimarahi, anak-anak semakin yakin bahwa semua tindakan atau perbuatannya keliru.
Karena takut berbuat salah, akhirnya anak lebih memilih untuk menarik diri dan menjadi pendiam. Mereka enggan mengungkapkan isi hatiya atau permasalahan yang sedang dihadapi. Dalam masa yang panjang, kondisi ini membahayakan kesehatan mental anak. Mereka bisa tertekan dan depresi.
Jika para orangtua kerap menunjukkan sikap marah, anak-anak akan merekam dan meniru kebiasaan itu. Mereka bisa menjadi pribadi yang emosional dan mudah marah, meniru sikap dan kebiasaan orangtua.
Untuk itu,orangtua harus mampu mengendalikan emosi. Orangtua harus bisa memisahkan antara permasalahan kehidupan yang memicu emosi mereka, dengan permasalahan yang dihadapi anak. Jangan sampai orangtua membawa emosi dari masalah di luar rumah, untuk ditumpahkan kepada anak.
Seorang istri yang sedang kecewa dengan suami, bisa melampiaskan kemarahan kepada anak. Seorang suami yang sedang marah dengan teman kerja, bisa menumpahkan emosi kepada anak. Jangan sampai anak menjadi objek pelampiasan kemarahan orangtua, karena akan berdampak buruk pada anak.
BERSAMBUNG.
Bahan Bacaan
Jasim Muhammad Al-Muthawwi, 'Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma'a Abna-ina, diakses dari https://midad.com/article/221672, 26 Februari 2016
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Koreksi Kesalahan Mendidik Anak, Nabawi Publishing, 2011
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak, Pro-U Media, 2010
Nurul Afifah, Â Don't Be Angry, Mom: Mendidik Anak tanpa Marah, Yayasan Mitra Netra, 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H