Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Hadiah Kopi Tak Sesuai Levelnya

13 Oktober 2022   08:42 Diperbarui: 13 Oktober 2022   08:46 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian dari kita, tahunya kopi itu pasti pahit. Ini adalah mayoritas kondisi masyarakat kita. Mereka membeli kopi serbuk di warung atau toko, yang merknya sudah sangat terkenal di Indonesia. Serbuknya sangat halus dan lembut. Level kehalusannya fine atau bahkan extra fine. Ketika diseduh dengan air panas, rasa yang muncul adalah pahit.

Kelompok pertama ini yang selalu bilang bahwa kopi pasti pahit dan membuat tidak nyaman di lambung. Supaya tidak pahit, lalu mereka tambahkan gula, krimer atau susu. Jadilah kopi tubruk manis, atau kopi susu.

Serbuk kopi yang dijual di toko dan warung pada umumnya, sudah berumur bulanan bahkan tahunan. Jadi tak ada lagi aroma kopi, kecuali ketika dicampuri bahan tambahan untuk memunculkan aroma. Begitu kopi dicampur bahan kimia atau bahan tambahan lainnya untuk memunculkan aroma, berarti sudah bukan kopi murni lagi.

Sebagian dari kita, sudah mulai mengerti bahwa kopi bubuk hasil dari industri pabrik, bukanlah kopi yang enak dinikmati. Sebab, umur kenikmatan aroma kopi ketika telah disangrai (roasting) dan diserbuk (grinding), hanyalah hitungan hari. Aroma kopi yang telah diserbuk tidak bisa bertahan dalam hitungan bulan apalagi tahun.

Kelompok kedua ini selalu mencari biji kopi asli. Mereka tidak membeli di warung atau toko pada umumnya. Mereka datang ke tempat penjualan biji kopi, baik online maupun offline. Mereka memilih jenis kopi, apakah robusta, arabica atau liberica. Mereka juga memilih asal daerah kopi, seperti Aceh, Lampung, Bali, Papua, NTT, Jawa Barat, Jawa Timur, dan lain sebagainya.

Mereka memilih jenis pengolahan pascapanen, seperti natural, washed atau honey. Mereka memilih tingkat roasting, seperti light, medium atau dark. Mereka memilih tingkat kehalusan grinding, sejak coarse, medium atau fine.

Mereka memilih dengan teliti sesuai selera. Kadang meminta jenis single origin, namun kadang meminta blend dengan mencampur beberapa jenis kopi untuk menghasilkan aroma dan rasa tertentu.

Mereka membeli biji kopi asli sesuai pilihan, kemudian biji kopi mereka giling (grinding) di rumah sesuai kebutuhan hari itu. Jadi menggiling kopi sedikit saja supaya aroma kopi tetap terjaga. Besok pagi saat akan ngopi,menggiling lagi sesuai kebutuhan.

Kelompok kedua ini ada yang ngerti banget tentang kopi, misalnya para barista dan mereka yang benar-benar belajar tentang kopi. Ada pula yang tak terlalu mengerti ilmu kopi, namun bisa menikmati kopi dengan cara ini.

Nah, masalahnya terjadi ketika kelompok pertama memberi hadiah pada kelompok kedua; atau kelompok kedua memberi hadiah kepada kelompok pertama. Dua-duanya bisa menimbulkan persoalan. Misalnya, kelompok pertama memberikan hadiah kopi serbuk bermerk nasional kepada teman yang berada di kelompok kedua.

Sebagai hadiah tentu diterima. Namun bisa jadi hadiah itu tidak akan dinikmati. Tidak diseduh untuk diminum sendiri. Bisa jadikopi serbuk itu akan diberikan lagi kepada teman lain yang berada di kelompok pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun