Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keluarga Kuat akan Melahirkan Keluarga Kuat Berikutnya

26 Mei 2022   08:31 Diperbarui: 5 Juni 2022   21:16 2470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga sukses. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

"One criterion for a successful family is that it is able to reproduce itself" --Krysan,  Moore & Zill, 1990.

Bagaimanakah pendidikan berkeluarga dilakukan? Selama ini kita tidak secara khusus belajar hidup berumah tangga dengan mengambil jurusan Ilmu Manajemen Rumah Tangga sejak SMA dan kuliah. 

Bukan saja jurusan itu tidak ada, namun banyak kalangan masyarakat yang tidak memahami kepentingannya.

Pemerintah tidak hadir dalam pembinaan kehidupan berkeluarga. Yang disediakan oleh Pemerintah adalah pendidikan usia dini, pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi. 

Bagi calon pengantin yang akan melaksanakan pernikahan, disediakan Kursus Calon Pengantin (Suscatin) --yang itupun tidak banyak berjalan. Sedangkan setelah menikah, dipersilakan terjun bebas.

Untuk itulah, pendidikan berkeluarga harus terjadi dan diaplikasikan di setiap keluarga itu sendiri. Setiap keluarga, harus mampu mereproduksi dirinya sendiri. 

Setiap keluarga yang kuat, harus berusaha mendidik anak-anak mereka untuk menciptakan keluarga yang kuat pula. Ini yang dimaksud sebagai "mereproduksi diri sendiri".

Kemampuan Mereproduksi Kekuatan Keluarga

"If you grew up in a strong family as a child, it will probably be easier for you to create a strong family of your own as an adult" --John Defrain.

Salah satu kriteria keluarga sukses adalah mampu mereproduksi dirinya sendiri (Krysan,  Moore & Zill, 1990). 

Agar bisa mereproduksi diri sendiri, keluarga harus mendidik, mengasuh dan membesarkan anak-anak yang kelak akan mampu membangun keluarga yang stabil dan harmonis --sebagaimana orangtuanya.

Jika orangtua mampu membangun kehidupan keluarga yang harmonis, tugas berikutnya adalah mendidik dan membesarkan anak agar mereka juga mampu membangun keluarga yang harmonis. 

Model pendidikan dalam keluarga seperti ini lebih efektif dan sangat efektif --dibandingkan dengan mengandalkan ketersediaan pendidikan formal dalam jurusan ketahanan keluarga.

Kenyataannya, dari studi selama lebih dari 30 tahun di lebih dari 40 negara yang dilakukan oleh John Defrain dan tim, ditemukan fakta bahwa keluarga kuat cenderung lahir dari keluarga yang kuat sebelumnya. 

Anak-anak akan lebih mudah membangun keluarga yang kuat, jika tumbuh di dalam keluarga yang kuat. 

Anak-anak akan lebih mudah membangun keluarga yang harmonis, jika tumbuh di dalam keluarga yang harmonis. Anak-anak akan lebih mudah membangun keluarga yang bahagia, jika tumbuh di dalam keluarga yang bahagia.

John Defrain menemukan, "If you grew up in a strong family as a child, it will probably be easier for you to create a strong family of your own as an adult". 

Anak yang tumbuh dalam keluarga yang kuat, akan lebih mudah bagi mereka untuk membentuk keluarga yang kuat pula kelak ketika mereka sudah hidup berumah tangga.

Meskipun mereka bisa belajar tentang hidup berumah tangga dari banyak referensi, namun sumber inspirasi utama mereka untuk membangun keluarga adalah kondisi keluarga orangtuanya sendiri. 

Namun Defrain mengingatkan, bahwa anak yang besar di keluarga yang bermasalah, masih dapat mengembangkan keluarga yang kuat di masa dewasa nanti.

Pengembangan Perspektif Keluarga

"A family ought to raise children who become autonomous, and it should provide sufficient emotional support for stabilizing the parents' personalities and continuing their emotional maturation. To the extent a family accomplishes these tasks, it can be considered competent; to the extent it fails at one or both tasks, it can be considered less competent or dysfunctional" (Lewis and Looney, 1983).

Beberapa peneliti melakukan pendekatan terhadap keluarga yang sukses dengan mengembangkan model dan perspektif tentang fungsi keluarga. 

Fungsi yang digunakan cenderung bersifat psikologis, bukan fungsi sosial atau ekonomi keluarga. Misalnya, Lewis dan tim, melakukan studi keluarga dengan perspektif klinis, menggunakan teori Parson.

"Sebuah keluarga harus membesarkan anak-anak untuk mandiri. Keluarga harus memberikan dukungan emosional yang cukup untuk menstabilkan kepribadian orang tua dan melanjutkan pematangan emosional mereka. Sejauh keluarga menyelesaikan tugas-tugas ini, mereka dapat dianggap kompeten; namun jika gagal pada satu atau kedua tugas, itu dapat dianggap kurang kompeten atau disfungsional" (Lewis dan Looney , 1983).

Dalam perspektif Lewis, sebuah keluarga dianggap berhasil apabila mampu menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan anak dan orang tua. Inilah dua tugas yang harus sukses diemban oleh setiap keluarga.

Stinnett melihat dari perspektif kekuatan keluarga. Menurutnya, keluarga yang sukses atau kuat "menciptakan rasa identitas keluarga yang positif, mendorong interaksi yang memuaskan dan menyenangkan di antara anggota, mendorong pengembangan keluarga dan anggotanya, serta mampu menghadapi stres" (Stinnett, 1979).

Berbeda dengan perspektif yang dikembangkan Lewis, Stinnett memasukkan unsur kepuasan dalam kehidupan keluarga sebagai indikator kekuatan atau keberhasilan keluarga. Ada perspektif emosional yang masuk dalam indikator kekuatan keluarga.

"Strong family creates a sense of positive family identity, promotes satisfying and fulfilling interaction among members, encourages the development of family group and individual members, and is able to deal with stress" (Stinnett, 1979).

Sedangkan David Olson dan tim menyatakan, keluarga harus dapat (1) mengatasi stres dan masalah dengan cara yang efisien dan efektif; (2) memiliki dan menggunakan sumber daya koping atau cara mengatasi stres, baik dari dalam maupun dari luar keluarga; (3) memiliki kemampuan untuk menjadi lebih kohesif, lebih fleksibel dan lebih puas sebagai hasil dari mengatasi stres dan masalah secara efektif (Olson, 1986).

Definisi yang dikemukakan Olson dan tim tentang keluarga kuat, lebih bergantung kepada interaksi keluarga dibandingkan karakteristik individu.

Karakteristik Umum Keluarga Kuat

"Families should be able to cope with stress and problems in an efficient and effective way; have and use coping resources both from within and from outside the family; and 3) have the ability to end up being more cohesive, more flexible and more satisfied as a result of effectively overcoming stress and problems" (Olson, 1986).

Berdasarkan berbagai asumsi tentang keluarga kuat, para peneliti mengembangkan daftar karakteristik yang umumnya dimiliki keluarga yang sukses. 

Meskipun ada beberapa perbedaan perspektif dari para ahli, namun ditemukan sejumlah kesamaan dalam menyatakan karakteristik.

Judson Swihart mengidentifikasi karakteristik keluarga kuat yang paling sering disebutkan oleh para peneliti, sebagai berikut:

  • Komunikasi (communication)
  • Dorongan individu (encouragement of individuals)
  • Komitmen pada keluarga (commitment to family)
  • Orientasi agama (religious orientation)
  • Keterhubungan sosial (social connectedness)
  • Kemampuan beradaptasi (ability to adapt)
  • Mengungkapkan penghargaan (expressing appreciation)
  • Peran yang jelas (clear roles)
  • Waktu kebersamaan (time together)

Itulah sembilan karakteristik yang paling banyak digunakan oleh para ahli untuk menilai kekuatan dan keberhasilan keluarga. Masing-masing poin ini akan saya bahas dalam postingan selanjutnya, insyaallah.

Bahan Bacaan

Abi Muhammad at-Tihamy, 2009, Keluarga Sakinah, Terjemahan Qurratul Uyun, Al-Miftah Surabaya

Ayah Edy, 2012, Membangun Indonesia yang Kuat dari Keluarga! Tangga Pustaka, Jakarta

Cahyadi Takariawan, 2017, Wonderful Family, Era Adicitra Intermedia

John DeFrain & Silvia M. Asay, 2019, Focusing on the Strengths and Challenges of Families, International Course on Advocacy Skills in Mental Health System Development from Research to Policy, Yogyakarta.

Maria Krysan, Kristin A. Moore, Nicholas Zill, 1990,  Identifying Successful Families: An Overview of Constructs and Selected Measures, U.S. Department of Health and Human Services, https://aspe.hhs.gov

Marriage and Family Encyclopedia, The Qualities Of Strong Families, https://family.jrank.org, diakses 26 Mei 2022.

NebGuide, 2008, Creating a Strong Family, Why Are Families is So Important? https://extensionpublications.unl.edu

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, 2011, Panduan Keluarga Sakinah, Pustaka Imam Asy-Syafi'i

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun