Pada setiap bulan Ramadan, selalu ditemukan pertanyaan tentang jumlah raka'at tarawih. Berbagai masjid memiliki jumlah raka'at yang berbeda. Umumnya masyarakat Indonesia, hanya mengenal shalat tarawih 11 raka'at atau 23 raka'at. Ini belum bicara tentang "speed" atau kecepatan dalam melakukannya.
Padahal jika melihat pendapat para ulama Islam, pendapat tentang jumlah raka'at tarawih sangat beragam. Tidak ada satu pendapat mutlak, yang bisa disepakati oleh seluruh kalangan ulama. Maka hendaknya kita bisa toleransi dalam pilihan jumlah raka'at tarawih, dan tidak saling menyalahkan satu dengan yang lain.
Nabi saw dan para sahabat biasa melakukan shalat malam dengan bacaan yang panjang dalam setiap raka'at. Secara pelaksanaan, setiap raka'at memerlukan waktu yang demikian panjang. Di zaman setelah Nabi saw, masyarakat mulai merasa berat jika harus melakukan satu raka'at dalam waktu yang panjang.
Di zaman 'Umar bin Khathab menjadi khalifah, beliau memiliki inisiatif agar shalat tarawih dikerjakan dua puluh raka'at, namun dengan bacaan yang ringan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Tatkala 'Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka'ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka'at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka'at'.
"Namun ketika itu bacaan setiap raka'at lebih ringan dengan diganti raka'at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka'at dengan bacaan yang begitu panjang" (Majmu' Al-Fatawa).
Shalat Tarawih 11 dan 23 Raka'at
Sebagian ulama membatasi jumlah raka'at shalat tarawih hanya sebelas raka'at saja. Tidak lebih. Alasannya, karena sebelas raka'at inilah yang selalu dilakukan oleh Nabi saw. Pendapat seperti ini salah satunya disampaikan oleh Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat tarawih adalah 20 raka'at, belum termasuk witir. Jika witir dilakukan 3 raka'at berarti jumlahnya 23 raka'at. Pendapat seperti ini merupakan pilihan mayoritas ulama, seperti Imam Ats-Tsauri, Al-Mubarak, Imam Asy-Syafi'i, ashabur ra'yi, juga diriwayatkan dari 'Umar, 'Ali dan sahabat lainnya. Pendapat ini dinilai sebagai kesepakatan (ijma') dari para sahabat.
Imam Al-Kasani mengatakan, "'Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadan lalu diimami oleh Ubay bin Ka'ab . Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka'at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma' atau kesepakatan para sahabat." Imam Ad-Dasuqi dan lainnya mengatakan, "Shalat tarawih dengan 20 raka'at inilah yang menjadi amalan para sahabat dan tabi'in."
Ulama Hanabilah mengatakan, "Shalat tarawih 20 raka'at inilah yang dilakukan dan dihadiri banyak sahabat. Sehingga hal ini menjadi ijma' atau kesepakatan sahabat. Dalil yang menunjukkan hal ini amatlah banyak" (Al-Mawsu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah).
Tarawih Lebih Dari 23 Raka'at
Umumnya masyarakat Indonesia hanya mengenal dua pendapat di atas. Tarawih 11 raka'at atau tarawih 23 raka'at. Padahal masih ada pilihan pendapat lainnya. Ada yang berpendapat 39 raka'at, 47 raka'at, bahkan tanpa batas jumlah.
Sebagian ulama berpendapat shalat tarawih adalah 39 raka'at dan sudah termasuk witir. Ini pendapat dari Imam Malik. Beliau memiliki dalil dari riwayat Daud bin Qais, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan riwayatnya shahih (Shahih Fiqh Sunnah).
Sebagian ulama berpendapat shalat tarawih adalah 40 raka'at dan belum termasuk witir. Jika witir dilakukan 3 raka'at berartijumlahnya 43 raka'at. Pendapat ini dipilih oleh 'Abdurrahman bin Al Aswad shalat malam sebanyak 40 raka'at dan beliau menambah dengan shalat witir 7 raka'at. Berarti beliau shalat tarawih 47 raka'at.
Tidak Dibatasi Jumlah Raka'at Tarawih
Sebagian ulama berpendapat, jumlah raka'at shalat tarawih tidak dibatasi. Ibnu 'Abdil Barr dalam kitab At-Tamhid mengatakan, "Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka'at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka'at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak".
Imam Ahmad bin Hambal terbiasa melaksanakan shalat malam di bulan Ramadan tanpa batasan bilangan jumlah raka'at. Hal ini dikisahkan oleh 'Abdullah (Kasyaful Qana' 'an Matnil Iqna').
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi saw sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka'at, maka sungguh dia telah keliru" (Majmu' Al Fatawa).
Memilih Pendapat Sesuai Situasi dan Kondisi
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Semua jumlah raka'at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama'ah".
"Kalau jama'ah kemungkinan senang dengan raka'at-raka'at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka'at ditambah dengan witir 3 raka'at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi saw sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik".
"Namun apabila para jama'ah tidak mampu melaksanakan raka'at-raka'at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka'at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka'at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka'at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh".
"Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka'at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya" (Majmu' Al Fatawa).
Sangat jelas penjelasan Ibnu Taimiyah di atas. Silakan memilih jumlah raka'at sesuai situasi dan kondisi, dan tidak perlu saling mempertentangkan. Yang menjalankan tarawih 11 raka'at, 23 raka'at, 39 raka'at, 43 raka'at, 47 raka'at atau bahkan lebih, semuanya terpuji. Yang tercela adalah mereka yang tak pernah melakukan shalat tarawih.
Yang menjalankan tarawih 11 raka'at, 23 raka'at, 39 raka'at, 43 raka'at, 47 raka'at atau bahkan lebih, semuanya terpuji. Yang tercela adalah mereka yang tak pernah melakukan shalat tarawih.
Bahan Bacaan
Muhammad Abduh Tuasikal, Shalat Tarawih 11 Ataukah 23 Raka'at? https://rumaysho.com
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, 2007
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H