Sepulang dari RS, ternyata selera makan sangat rendah. Tidak memiliki keinginan untuk menikmati makanan tertentu. Kopi, yang dulunya saya nikmati tiap hari, sekarang tidak bisa saya nikmati. Nasi goreng, yang dulu saya sangat hobi, sekarang tidak bisa masuk ke tenggorokan.
Jadi, setiap datang waktu makan, saya mencari inspirasi sesaat. Saya mencari menu makanan online, lalu mencoba membayangkan. Mana menu yang tampaknya mengundang selera, langsung saya pesan online. Alhamdulillah, dengan cara seperti itu, saya bisa menikmati makanan.
Targetnya hanya satu, makanan bisa masuk ke perut tanpa muntah. Dengan cara dadakan seperti itu, saya bisa tetap makan, tanpa merasa lezat atau enak. Pokoknya makanan masuk perut dulu, dan tidak muntah.
Adapun ibu mertua saya, tidak bisa menikmati makanan dan minuman. Respon tubuh beliau menolak makanan dan minuman. Sampai hari ketujuh sekarang ini, beliau masih sulit makan dan minum. Juga sulit tidur.
Untuk istri, merasa daya ingatnya sangat menurun. Harus mengingat-ingat sesuatu dalam waktu lama. Mudah lelah dan napas terasa berat. Padahal gejala yang muncul saat terinfeksi corona hanyalah panas semalam, setelah itu normal. Ditambah kehilangan penciuman sampai dua pekan.
Untuk anak, menantu dan cucu, semua tampak normal saja. Tidak mengalami gejala seperti saya atau ibu mertua. Mereka bisa menikmati makanan, minuman dan nyenyak tidur.
Rumah Sepi
Saat kami semua melakukan islolasi mandiri --kami bertiga di rumah sakit, dan tiga yang lain isoman di rumah, maka rumah menjadi sangat sepi. Bahkan tampak mencekam, karena tidak ada aktivitas.
Di depan rumah kami beri tulisan besar "Sedang Isoman, Semua Paket Harap Ditaruh di Meja Teras Depan". Ini karena setiap hari selalu ada paket datang ke rumah kami.
Satu orang tetangga kami minta untuk membersihkan halaman rumah setiap hari, agar tidak menjadi rumah "angker" karena kotor dan kumuh. Selama masa isoman, semua keluarga tidak ada yang muncul keluar rumah. Semua berkegiatan di kamar masing-masing.