Malam pertama di rumah, saya kesulitan tidur. Saya memahami ini adalah dampak dari terlalu banyak tidur selama di rumah sakit.
Tujuh hari di rumah sakit, dari 12 -- 18 Agustus 2021, saya diprogram untuk tetap berbaring dan tidur. Ini adalah cara untuk memproduksi antibodi. Maka 7 X 24 jam, atau hampir selama 168 jam, saya berbaring terus menerus, kecuali untuk keperluan toilet dan makan.
Hampir 168 jam saya berposisi dipaksa berbaring dan merem. Memaksa diri terus tidur, tentu tidak mudah. Sangat lelah untuk tidur. Sangat lelah untuk berbaring.
Maka saat pulang ke rumah, tidak bisa segera tidur. Ternyata berlanjut pada hari kedua di rumah sepulang dari rumah sakit. Tidak terasa mengantuk. Sejak pagi, siang, sore sampai malam, tidak ada mengantuknya. Susah payah saya berusaha tidur malam hari.
Hari ketiga masih sama, tidak ada rasa mengantuk. Pagi hari mulai saya gunakan olah raga ringan. Siang hari saya gunakan untuk menulis dan aktivitas onlie. Malam hari memaksa tidur, dan tetap tidak memiliki rasa mengantuk.
Hari ini, 24 Agustus 2021, adalah hari ke 7 di rumah, sepulang dari rumah sakit. Rasa mengantuk belum hadir. Saya gunakan untuk banyak berkegiatan di rumah, seperti bersih-bersih rumah, olahraga, mengurus taman, dan tentu saja menulis.
Malam harinya tetap belum muncul rasa mengantuk. Padahal siang juga tidak mengantuk. Inilah rupanya salah satu efek lanjut dari Covid-19. Merusak pola tidur, merusak selera makan, merusak kekuatan tubuh.
Sekali lagi, semua orang responnya berbeda-beda pasca terkena corona. Saya mendapat cerita dari adik ipar yang juga belum lama terpapar corona. Ia mengatakan, tiga pekan lamanya setelah usai isoman, tidak bisa tidur dan tidak mengantuk. Masuk pekan keempat baru mulai nyenyak tidur dan enak makan.
Waw, ternyata saya baru menjalani sepekan. Adik ipar saya sampai tiga pekan.
Soal Selera Makan
Saat dirawat di rumah sakit, saya memaksa diri untuk makan, tanpa berpikir selera dan rasa. Pokoknya harus makan sesuai jatah RS, untuk menutrisi tubuh.