Dinamika hubungan menantu -- mertua benar-benar tak ada habis untuk dibahas. Amat sangat banyak contoh hubungan buruk menantu -- mertua yang berpengaruh terhadap kualitas kebahagiaan keluarga.
Untuk itu, sebagai mertua dan calon mertua, harus menyiapkan sejumlah perangkat, guna merekatkan hubungan dengan menantu. Berikut ini adalah lima faktor penentu, agar hubungan mertua -- menantu baik-baik selalu.
- Terlibat dalam proses "pemilihan" menantu
Hal sangat penting dalam membangun hubungan baik mertua -- menantu, telah dimulai saat proses 'pemilihan' menantu. Ini adalah momentum dimana anak telah dewasa dan bersiap menuju proses pernikahan.
Menikah harus dipahami sebagai peristiwa peradaban. Bukan semata-mata penyatuan dua insan dalam ikatan cinta dan kasih sayang. Jika menikah semata-mata dipandang secara sempit dalam konteks penyatuan dua insan, maka ada sangat banyak insan yang tidak tersatukan.
Pendidikan anak dalam rumah tangga, mencakup menyiapkan mereka dalam proses pernikahan. Orangtua tidak mendikte dan memaksa anak untuk menikah dengan calon pilihan mereka, namun anak juga tidak mendikte dan memaksa orantua untuk merestui calon pilihannya.
Saat anak sudah siap menikah, ia harus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan orangtua, terkait calon pendamping hidupnya. Dari sisi orangtua, hendaknya proaktif berdiskusi dengan anak terkait calon pasangan hidup mereka. Jangan sampai terjadi benturan dan konflik dalam proses pernikahan anak.
Jika orangtua terlibat aktif bersama anak dalam menentukan kriteria, sampai kepada calon pasangan hidup anak, niscaya hubungan baik jangka panjang lebih mungkin diwujudkan.
- Proses pernikahan yang sepenuhnya direstui
Hal sangat penting adalah restu orangtua dalam pernikahan anaknya. Setelah sepakat dengan calon pendamping hidup sang anak, berikutnya orangtua bisa legowo merestui pernikahan ananda.
Banyak kasus orangtua tidak merestui pernikahan anaknya. Karena sudah terlanjur jatuh cinta, anak memilih nekat menikah tanpa restu orangtua. Jika sudah terjadi kondisi seperti ini, bagaimana mungkin diharapkan membangun hubungan baik dalam waktu panjang?
Orangtua marah dan tersinggung dengan sikap anak yang dianggap tak menghormati dan tak berbakti. Anak sakit hati karena cintanya tak direstui. Kedua belah pihak saling memusuhi. Ini adalah bibit konflik yang akan terus bisa terbawa dalam interaksi sehari-hari.
Maka sangat penting merancang pernikahan yang direstui. Anak bahagia karena bisa menikah dengan calon yang dicintai. Orangtua bahagia karena merasa dihormati dalam sepanjang proses pernikahan ananda. Kondisi ini adalah modal awal yang bagus untuk membangun hubungan jangka panjang.
- Menghindarkan peluang konflik sejak awal
Ada sangat banyak peluang konflik dalam proses pernikahan. Bukan saja soal calon pasangan hidup. Namun konfik bisa muncul dari adat kebiasaan, penentuan mahar, penentuan kontribusi keuangan dalam pesta pernikahan, standar kemeriahan pesta, dan lain sebagainya.
Ada proses pernikahan yang mulus dan lancar saja sampai tahap penentuan calon pendamping hidup. Terjadi kesepakatan dari anak dan orangtua terkait calon pendamping hidup, dan restu menuju pernikahan. Namun mulai muncul masalah saat bicara adat, karena dianggap ada pemaksaan kehendak dari pihak besan.
Terlebih ketika terjadi perbedaan standar sosial, tentang jumlah undangan saat pesta pernikahan, tempat dilangsungkannya pernikahan, standar jamuan, hiburan dan lain sebagainya. Demikian pula saat bicara keuangan, siapa yang harus menanggung biaya pesta dan berapa besar yang harus ditanggung.
Konflik yang seakan-akan teknis ini, bisa menjadi bibit yang tidak baik dalam hubungan jangka panjang. Hendaknya berusaha semaksimal mungkin menghindarkan peluang munculnya konflik sejak dari awal, dengan melakukan musyawarah mufakat. Kedua belah pihak keluarga besar mampu menahan diri dan tidak memaksakan kehendak kepada pihak lain.
Ego serta gengsi pribadi, marga, suku, ras hendaknya ditekan untuk memenangkan kebersamaan dalam proses. Hingga pernikahan Anda bisa terlaksana dengan lancar dan penuh berkah.
- Membangun sebanyak mungkin titik temu
Menantu adalah pendatang baru dalam kehidupan keluarga mertua. Demikian pula, mertua adalah pendatang baru bagi kehidupan menantu. Keduanya berinteraksi sebagai anggota keluarga baru, sejak awal proses pernikahan hingga setelah usai pesta nikah.
Sebagai manusia dengan latar belakang yang tak sama, tentu ada banyak peluang untuk memiliki perbedaan. Mungkin berbeda dalam cara komunikasi, cara menyapa, cara melayani, dan lain sebagainya.
Sebagian kultur masyarakat di Indonesia, ada yang sangat sensitif dengan intonasi kata. Seorang menantu yang berbicara dengan intonasi tinggi, cukup dianggap sebagai tidak sopan dan berani terhadap mertua. Intonasi suara saja bisa menimbulkan ketidakcocokan.
Dulu saya pernah punya teman kuliah, laki-laki, yang kalau bicara selalu dalam intonasi tinggi. Saya menyebutnya berteriak. Saya sering bilang, "Aku di dekatmu, kalau bicara pelan saja". Sepertinya dia tersinggung dengan cara saya menegur, hingga suatu ketika ia mengajak saya menginap di daerah asalnya.
Saya menginap satu malam di rumah orangtuanya, dan berinteraksi dengan ayah ibu serta saudara-saudaranya. Pagi hari saya diajak jalan kaki menuju pantai yang tak jauh dari rumahnya. Siang hari, sambil perjalanan pulang ke Jogja, dia bertanya, "Kamu tahu kan cara bicara semua anggota keluargaku?"
Saya paham maksudnya. Ia ingin menunjukkan, bahwa ia bicara dengan intonasi seperti itu, karena ayah ibu dan saudara-saudaranya juga seperti itu. "Kami keluarga nelayan. Kami terbiasa berbicara dengan intonasi tinggi satu sama lain karena suara kami kalah oleh suara debur samudra", jelasnya.
Maka saling memahami dan saling mempelajari latar belakang masing-masing, akan membantu untuk menemukan banyak titik temu. Mungkin ada hal-hal yang memang berbeda, namun pasti ada banyak hal yang bisa menyatukan mertua -- menantu.
- Merekatkan hubungan dengan keluarga besan
Salah satu hal penting untuk membangun hubungan baik dengan menantu, adalah merekatkan hubungan dengan keluarga besan. Jika kedua belah pihak keluarga besan saling akrab dan saling dekat, akan berpengaruh positif dalam hubungan menantu dan mertua.
Saling silaturahim, mengirim hadiah, berkirim kabar, adalah tradisi baik yang bisa dilakukan terhadap keluarga besar besan. Menghadiri undangan mereka, ikut merayakan kebahagiaan dalam keluarga mereka, adalah cara yang efektif untuk semakin merekatkan hubungan.
Demikianlah lima hal penting untuk mewujudkan dan membangun hubungan baik menantu dan mertua. Jangan sampai terlambat, segera usahakan untuk merekatkan hubungan, demi kebahagiaan keluarga besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H