Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Menantu Jatuh Cinta kepada Ibu Mertua

31 Juli 2021   06:40 Diperbarui: 31 Juli 2021   07:10 22934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.considerable.com/

Budi menikah dengan Sinta. Ibu kandung Sinta bernama Dewi, seorang janda berusia 40 tahun. Dewi menjanda setelah ditinggal mati sang suami beberapa tahun lalu. Setelah menikah, Budi dan Sinta tinggal bersama bu Dewi.

Interaksi sehari-hari antara Dewi dan Budi, membuat benih-benih cinta antara mereka berdua. Budi jatuh cinta kepada Dewi, pun demikian pula sebaliknya. Saking cinta buta, Budi berniat menceraikan Sinta agar bisa menikahi Dewi.

Bolehkah Budi menikah dengan Dewi, ibu mertuanya sendiri? Apa hukum dari pernikahan seperti ini?

Larangan Menikahi Mantan Mertua dan Mantan Menantu

Dalam hukum Islam, status mertua adalah mahram mu'abbad atau mahram tetap bagi menantu. Kosekuensinya, seorang laki-laki tidak boleh menikah dengan ibu dari istrinya (ibu mertua). Hal ini tetap berlaku walaupun laki-laki tersebut sudah bercerai dengan anak mertuanya.

Demikian pula, seorang laki-laki tidak boleh menikah dengan perempuan yang pernah dinikahi anak lelakinya. Larangan ini tetap berlaku pada kondisi menantu perempuan tersebut telah berpisah karena kematian suami (anak lelaki kandung dari lelaki tersebut).

Karena status mertua adalah mahram mu'abbad bagi menantu, maka dalam contoh kasus di atas, Budi haram menikah dengan Dewi. Konsekuensi hukum dari status mahram mu'abbad adalah haram menikah selamanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala:

"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. An Nisa: 23).

Menjelaskan ayat di atas, Syaikh Abdullah Al-Faqih mengatakan, "Seorang lelaki (suami) tidak boleh menikahi ibu dari istrinya meski setelah menceraikan putrinya, atau ditinggal mati putrinya yang menjadi istrinya. Karena ibu mertua statusnya mahram selamanya bagi menantu" (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 26819)

Kapan Boleh Menikahi Mertua?

Larangan menikahi ibu mertua (ibu kandung istri) terjadi apabila lelaki tersebut telah menggauli (menjimak) sang istri. Apabila ketika bercerai atau istrinya wafat, dalam keadaan belum pernah jimak, maka ibu mertuanya boleh dinikahi. Pada kasus ini, ibu mertua bukan mahram.

Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Quran Al 'Azhim mengutip penjelasan Zaid bin Tsabit, "Jika seseorang menceraikan istrinya dan dia belum menggaulinya, maka tidak apa-apa dia menikahi ibunya (ibu dari mantan istrinya)".

Contoh 1. Edi menikah dengan Ani. Usai akad nikah, Ani jatuh sakit dan dibawa ke RS. Sebagai pengantin baru, Edi dan Ani belum pernah berhubungan seksual. Ani bergejala Covid berat, sepekan di RS ia meninggal dunia. Dalam contoh kasus ini, maka ibu kandung Ani bukan mahram Edi. Jika ibu kandung Ani sudah menjanda, boleh menikah dengan Edi --kalau mau.

Contoh 2. Edi menikah dengan Ani. Usai akad nikah, Edi jatuh sakit dan dibawa ke RS. Sebagai pengantin baru, Edi dan Ani belum pernah berhubungan seksual. Edi bergejala Covid berat, sepekan di RS ia meninggal dunia. Dalam contoh kasus ini, maka Ani bukan mahram bagi ayah Edi. Artinya, Ani boleh dinikah oleh ayah Edi --kalau mau.

Ibu Mertua dan Anak Tiri

Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Quran Al 'Azhim menukilkan pernyatan sahabat Ali r.a. Pernah ditanyakan kepada 'Ali r.a., tentang seorang lelaki yang menikahi wanita lalu dia menceraikan tapi belum menggaulinya, apakah dia boleh menikahi ibunya? 'Ali menjawab: "Ibu mertua (dalam hal ini) kedudukannya sama dengan anak tiri."

'Ali r.a. menyatakan ibu mertua dalam kasus tersebu kedudukannya sama dengan anak tiri. Status anak tiri boleh dinikahi ayah tiri, apabila ayah tiri belum menggauli ibu kandung dari anak tiri tersebut.

Apabila ayah tiri sudah menggauli ibu kandung dari anak tiri tersebut, maka status si anak tiri adalah mahram mu'abbad. Bukan hanya tidak halal menikahi anak tiri tersebut, namun juga haram menikahi anak-anak perempuan dari anak-anaknya mantan istrinya tersebut.

Hal ini sesuai firman Allah:

"(Dan diharamkan bagi kalian menikahi) anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang ada dalam pemeliharaanmu dari istrimu yang telah kalian campuri. Namun bila kalian belum mencampuri istri-istri itu, maka tak mengapa bagi kalian (menikahi anak-anak tiri itu)" (QS. An Nisa: 23).

Ayat di atas menyatakan keharaman menikahi anak perempuan tiri yang ibunya telah dijimak. Namun jika ibu dari anak perempuan tiri belum pernah dijimak sama sekali, maka hukumnya boleh menikah anak perempuan tirinya.

Contoh 1. Bambang menikahi dengan Siti, janda beranak satu. Anak gadis Siti bernama Maryam. Baru saja selesai akad nikah, Siti jatuh sakit dan dibawa ke RS. Sebagai pengantin baru, Bambang dan Siti belum pernah berhubungan seksual.

Siti bergejala Covid berat, sepekan di RS ia meninggal dunia. Dalam contoh kasus ini, maka Maryam bukan mahram bagi Bambang. Artinya, Maryam boleh dinikahi oleh Bambang --kalau mau.

Contoh 2. Bambang menikahi dengan Siti, janda beranak satu. Anak gadis Siti bernama Maryam. Sebulan setelah menikah, Siti jatuh sakit dan dibawa ke RS. Siti bergejala Covid berat, sepekan di RS ia meninggal dunia.

Selama sebulan menikah dengan Maryam, Bambang sudah melakukan hubungan suami istri dengan Siti. Dalam contoh kasus ini, maka Maryam adalah mahram mu'abbad bagi Bambang. Artinya, Maryam tidak boleh dinikahi oleh Bambang.

Membangun Sakinah

Menikah bertujuan untuk membangun keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Maka setelah menikah, perkuat hubungan dan ikatan dengan pasangan. Kuatkan ikatan spiritual, ikatan emosional, ikatan lahir dan batin, agar semakin hari cinta mereka semakin bersemi.

Tinggal bersama mertua yang  berstatus janda muda harus sangat berhati-hati. Karena status hukum mertua adalah mahram mu'abbad. Jika muncul gejala jatuh cinta terhadap mertua, sama sekali tidak ada jalan keluarnya. Haram menikahi ibu mertua.

Maka tinggal terpisah dari orangtua atau mertua, berani hidup mandiri sebagai keluarga baru, adalah tindakan yang tepat. Kecuali jika mertua atau orangtua sudah tua renta dan memerlukan penjagaan serta perawatan.

.

Catatan : nama-nama yang saya sebutkan di atas (Bambang, Budi, Edi, Ani, Dewi, Sinta, Siti, Maryam) bukan nama sebenarnya. Disebut nama hanya untuk memudahkan penjelasan.

Referensi

M. Abror Rosyidin, Ibu Kandung atau Ibu Mertua, Mana yang Didahulukan? 17 November 2019, https://tebuireng.online

Yazid Muttaqin, Hukum Menikahi Anak Tiri dan Ibu Tiri, 12 Maret 2019, https://islam.nu.or.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun