Larangan menikahi ibu mertua (ibu kandung istri) terjadi apabila lelaki tersebut telah menggauli (menjimak) sang istri. Apabila ketika bercerai atau istrinya wafat, dalam keadaan belum pernah jimak, maka ibu mertuanya boleh dinikahi. Pada kasus ini, ibu mertua bukan mahram.
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Quran Al 'Azhim mengutip penjelasan Zaid bin Tsabit, "Jika seseorang menceraikan istrinya dan dia belum menggaulinya, maka tidak apa-apa dia menikahi ibunya (ibu dari mantan istrinya)".
Contoh 1. Edi menikah dengan Ani. Usai akad nikah, Ani jatuh sakit dan dibawa ke RS. Sebagai pengantin baru, Edi dan Ani belum pernah berhubungan seksual. Ani bergejala Covid berat, sepekan di RS ia meninggal dunia. Dalam contoh kasus ini, maka ibu kandung Ani bukan mahram Edi. Jika ibu kandung Ani sudah menjanda, boleh menikah dengan Edi --kalau mau.
Contoh 2. Edi menikah dengan Ani. Usai akad nikah, Edi jatuh sakit dan dibawa ke RS. Sebagai pengantin baru, Edi dan Ani belum pernah berhubungan seksual. Edi bergejala Covid berat, sepekan di RS ia meninggal dunia. Dalam contoh kasus ini, maka Ani bukan mahram bagi ayah Edi. Artinya, Ani boleh dinikah oleh ayah Edi --kalau mau.
Ibu Mertua dan Anak Tiri
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Quran Al 'Azhim menukilkan pernyatan sahabat Ali r.a. Pernah ditanyakan kepada 'Ali r.a., tentang seorang lelaki yang menikahi wanita lalu dia menceraikan tapi belum menggaulinya, apakah dia boleh menikahi ibunya? 'Ali menjawab: "Ibu mertua (dalam hal ini) kedudukannya sama dengan anak tiri."
'Ali r.a. menyatakan ibu mertua dalam kasus tersebu kedudukannya sama dengan anak tiri. Status anak tiri boleh dinikahi ayah tiri, apabila ayah tiri belum menggauli ibu kandung dari anak tiri tersebut.
Apabila ayah tiri sudah menggauli ibu kandung dari anak tiri tersebut, maka status si anak tiri adalah mahram mu'abbad. Bukan hanya tidak halal menikahi anak tiri tersebut, namun juga haram menikahi anak-anak perempuan dari anak-anaknya mantan istrinya tersebut.
Hal ini sesuai firman Allah:
"(Dan diharamkan bagi kalian menikahi) anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang ada dalam pemeliharaanmu dari istrimu yang telah kalian campuri. Namun bila kalian belum mencampuri istri-istri itu, maka tak mengapa bagi kalian (menikahi anak-anak tiri itu)" (QS. An Nisa: 23).
Ayat di atas menyatakan keharaman menikahi anak perempuan tiri yang ibunya telah dijimak. Namun jika ibu dari anak perempuan tiri belum pernah dijimak sama sekali, maka hukumnya boleh menikah anak perempuan tirinya.