Haiku adalah puisi Jepang kuno, yang terdiri dari tujuh belas suku kata dengan pola 5-7-5, disertai kigo dan kireji. Baris pertama haiku terdiri dari 5 suku kata, disebut dengan kamigo atau shougo. Baris kedua terdiri dari 7 suku kata, disebut dengan nakashichi. Baris ketiga terdiri dari 5 suku kata, disebut shimogo.
Selain berpola 5-7-5, yang khas dari Haiku adalah keberadaan kigo dan kireji. Unsur kigo dianggap sangat penting dan baku dalam Haiku, yang mengungkapkan empat musim, baik tentang kondisi alam di empat musim, maupun ungkapan perasaan penulis pada empat musim tersebut. Orang yang menciptakan Haiku tanpa kigo, dianggap tidak memiliki rasa peka dan penghormatan terhadap alamnya.
Sedangkan kireji adalah kata-kata yang dipakai untuk memotong frase dalam Haiku, atau kata yang berfungsi sebagai pemenggal ungkapan. Biasanya berupa ungkapan perasaan yang dalam sehingga menjadi salah satu faktor yang menambah keindahan Haiku.Â
Ada 18 kireji yang biasa digunakan, yakni kana, keri, mogana, yo, ya, gana, zo, ikana, zu, ji, nu, tsuranu, ke, se, he, shi, re, ikani, dan ramu. Berbeda dengan kigo, keberadaan kireji dalam Haiku tidak dianggap sebagai hal yang mutlak.
Pola 5-7-5 merupakan bentuk dasar Haiku. Namun ada juga Haiku yang tidak mengikuti pola tersebut. Misalnya, Haiku yang memiliki lebih dari tujuh belas suku kata, ini disebut sebagai Ji Amari (kelebihan huruf atau suku kata).Â
Ada pula Haiku yang kurang dari tujuh belas suku kata, ini disebut sebagai Ji Tarasu (kekurangan huruf atau suku kata). Dikenal pula Haiku yang menyimpang dari pola baku, tetap berjumlah tujuh belas suku kata, namun susunannya 7-5-5. Yang ini disebut sebagai Kumatagari.
Berikut contoh Haiku, Ji Amari, Ji Tarasu, dan Kumatagari.
Haiku
Shizukasa ya (5)
hanasaki niwa no (7)
haru no ame (5)
Betapa sunyinya, halaman berbunga, hujan musim semi.
Ji Amari