Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keteladanan Nabi SAW dalam Menyelesaikan Konflik Rumah Tangga

4 Mei 2020   23:04 Diperbarui: 4 Mei 2020   23:02 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : Couple Ulzzang Goals Hug - Couple, pinterest.com

Dalam kitab Ihya' Ulumiddin, Imam Al-Ghazali menyampaikan kisah adanya konflik dalam rumah tangga Nabi saw.

: : ! "

Terjadi perdebatan antara Nabi saw dengan Aisyah ra, sampai keduanya meminta Abu Bakar menjadi penengah di antara keduanya, dan memintanya untuk menjadi saksi. Rasulullah berkata kepada Aisyah, 'Kamu yang berbicara atau aku?' Aisyah menjawab, 'Engkau saja yang berbicara dan jangan berkata kecuali yang benar.'

Lalu Abu Bakar menampar Aisyah sehingga mulutnya berdarah, dan berkata, "Pernahkah Beliau berkata  tidak benar, wahai musuh dirinya sendiri?' Kemudian Aisyah berlindung kepada Nabi saw dan duduk di belakang punggungnya. Nabi saw berkata, 'Kami tidak memanggilmu untuk ini dan kami tidak menginginkan darimu  berbuat hal ini.'

Al-Ghazali memuat hadits dalam kitab Ihya' Ulumiddin juz 2 hal 43. Al-Iraqi saat mentakhrij hadits Ihya tersebut dalam kitab Al-Mughni 'an Hamlil Asfar hal 481, mengatakan: diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Awsath dan Al-Khatib dalam At-Tarikh dari hadits Aisyah, dengan sanad dha'if.

Selain hadits yang dinukil Imam Al-Ghazali di atas, terdapat hadits lain yang memiliki kemiripan tema, yaitu adanya perselisihan dalam rumah tangga Nabi saw.

: " "

Dari Aisyah ra, bahwa Nabi saw meminta kepada Abu Bakar menyelesaikan masalah tentang Aisyah. Dan Nabi saw tidak mengira akan apa menimpa Aisyah. Abu Bakar mengangkat tangannya  kemudian menampar dan memukul dada Aisyah. Ketika Nabi saw melihat kejadian itu beliau berkata, "Wahai Abu Bakar saya tidak minta bantuan kepadamu tentang Aisyah setelah ini selamanya". HR. Ibnu Hibban no 4185. Syaikh Al-Albani menilai, hadits ini shahih lighairihi dalam As-Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no 2900. Syaikh Syu'aib Al-Arnauth juga menyatakan shahih.

Adab dalam Menyelesaikan Konflik Rumah Tangga

Dari contoh kejadian tersebut, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil dari keteladanan Nabi Saw dalam menyelesaikan konflik rumah tangga.

  • Selalu mengedepankan akhlak mulia

Nabi Saw tidak pernah melakukan tindakan yang tidak terpuji. Sungguh akhlak beliau telah dipuji oleh Allah Ta'ala sebagai "khuluqun azhim" atau akhlaq yang agung. Dengan keagungan akhlaq inilah Nabi Saw berinteraksi dengan semua manusia, termasuk dengan keluarga beliau. Bahkan ketika menyebut manusia yang terbaik, beliau menjadikan kebaikan akhlak sebagai patokan utama. Nabi saw bersabda,

"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku" (HR At-Tirmidzi no 3895 dari hadits Aisyah dan Ibnu Majah no 1977 dari hadits Ibnu Abbas dan dishahihakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no 285).

"Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya". (HR At-Tirmidzi no 1162 dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Majah no 1987 dari hadits Abdullah bin 'Amr, dan disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no 284).

Ketika memberikan pengarahan kepada para suami, Rasulullah Saw bersabda, "Kamu harus memberi makan kepadanya sesuai yang kamu makan, kamu harus memberi pakaian kepadanya sesuai kemampuanmu memberi pakaian, jangan memukul wajah, jangan kamu menjelekannya, dan jangan kamu melakukan boikot kecuali di rumah" (HR. Ahmad nomer 20011, Abu Daud nomer 2142 dan dishahihkan Al-Albani).

Dari arahan beliau tersebut, tampaklah akhlak yang sangat mulia dalam berinteraksi suami istri. Di antaranya, Nabi Saw bersabda, "jangan kamu menjelekannya". Dalam Syarah Sunan Abu Daud dinyatakan, "Jangan kamu ucapkan kalimat yang menjelekkan dia, jangan mencacinya, dan jangan mendoakan keburukan untuknya." Ini adalah akhlak yang sangat mulia dalam berkonflik.

  • Memahami dan menghormati perasaan pasangan

Nabi Saw tidak menyalah-nyalahkan atau menuduh Aisyah, beliau Saw tetap husnuzhan dengan Aisyah. Jika beliau mau, bisa saja beliau ---sebagai Nabi Allah--- langsung memutuskan sesuatu; dan pasti A'isyah pun akan mengikuti keputusan tersebut. Namun hal itu tidak beliau lakukan, justru beliau meminta tolong kepada Abu Bakar ---ayahanda Aisyah.

Ini adalah bentuk pengertian dan penghormatan beliau terhadap A'isyah. Mungkin saja ada sesuatu dalam diri A'isyah yang ingin disampaikan namun tidak nyaman atau sungkan, bisa jadi akan lebih nyaman apabila melalui Abu Bakar, sang ayah. Ini adalah sebuah bentuk pengertian dan penghormatan yang luar biasa.

Terdapat contoh kisah yang lain dalam rumah tangga Nabi saw yang bisa kita teladani dalam penyelesaian konflik.

: : . . .

Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Ketika Nabi saw berada di tempat salah seorang istrinya, salah seorang istri beliau (yang lain) mengirim sepiring makanan. Maka istri beliau yang beliau sedang di rumahnyapun memukul tangan pembantu sehingga jatuhlah piring dan pecah (sehingga makanan berhamburan). Lalu Nabi saw mengumpulkan pecahan piring tersebut dan mengumpulkan makanan yang berhamburan, sambil berkata, "Ibu kalian cemburu" (HR. Bukhari V/2003 no 4927).

Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, "Perkataan Nabi Saw : Ibu kalian cemburu" adalah udzur dari Nabi Saw (untuk istri beliau yang menyebabkan pecahnya piring) agar sikap istrinya tersebut tidak dicela, akan tetapi sikap tersebut biasa terjadi diantara seorang istri dengan madunya karena cemburu. Rasa cemburu itu memang merupakan tabiat yang terdapat dalam diri (perempuan) yang tidak mungkin untuk ditolak" (Fathul Bari V/126).

Demikianlah sikap Nabi saw yang mengerti dan menghormati perasaan para istri. Ini yang membuat konflik tidak berkembang, dan selalu cepat diselesaikan.

  • Tidak bersikap otoriter terhadap pasangan

Mari kita meneladani perilaku Nabi saw terhadap para istri beliau. Dalam kisah sengketa dengan Aisyah pada hadits di atas, tampak bahwa Nabi saw tidak bersikap otoriter dalam mengambil keputusan. Saat ada masalah, sesungguhnya beliau bisa saja memutuskan sendiri ---bahkan tanpa harus meminta persetujuan dari Aisyah. Namun beliau tidak melakukan hal tersebut. Beliau justru meminta tolong kepada ayah mertua, untuk menengahi dan menyelesaikan masalah dengan Aisyah.

Terdapat kisah yang disampaikan oleh Aisyah, "Kami keluar bersama Rasulullah saw pada sebagian safar beliau (yaitu tatkala Rasulullah saw beserta para sahabatnya berangkat berperang melawan Yahudi kabilah Bani Mushthaliq), hingga tatkala kami sampai di Al-Baida' di Dzatuljaisy kalung milikku terputus. Maka Rasulullah saw pun berhenti untuk mencari kalung tersebut, dan orang-orang yang beserta beliaupun ikut terhenti, padahal mereka tatkala itu tidak dalam keadaan bersuci" (HR. Bukhari I/127 no 327).

Subhanallah, beliau menghentikan pasukan, karena kalungnya Aisyah terputus. Sesungguhnya beliau bisa saja untuk tetap berjalan, dan pasti Aisyah akan mentaati beliau. Namun beliau adalah sosok suami yang sangat santu kepada istri, dan tidak berlaku otoriter terhadap para istri. Demikian pula dalam kisah para istri Nabi saw meminta tambahan nafkah  kepada Nabi saw, hingga Allah menurunkan surat Al-Ahzab ayat 28 dan 29. Beliau saw tidak langsung menolak permintaan itu atau langsung mengambil keputusan, namun meminta petunjuk kepada Allah.

  • Menghadirkan mediator yang dipercaya kedua belah pihak

Kehadiran Abu Bakar adalah untuk memediasi urusan Nabi Saw dengan Aisyah. Sosok Abu Bakar adalah orang yang dipercaya oleh kedua belah pihak. Nabi Saw sangat percaya kepada Abu Bakar, sementara Aisyah adalah anak Abu Bakar. Keduanya memiliki kedekatan dengan Abu Bakar, hal ini lebih menjamin Abu Bakar akan bersikap adil karena tidak hanya dekat dengan salah satu dari keduanya.

Hal ini menjadi pelajaran penting bagi kita, apabila konflik suami istri sudah tidak bisa diselesaikan dengan nyaman oleh mereka berdua, bisa melibatkan pihak ketiga sebagai mediator untuk membantu mencari solusi. Mediator ini haruslah orang yang dipercaya kebaikan dan kompetensinya untuk menyelesaikan masalah, sekaligus dipercaya oleh kedua belah pihak. Jangan sampai mediator justru menambah rumit dan peliknya masalah.

  • Menghindari tindak kekerasan fisik maupun psikis

Dalam hadits riwayat Ibnu Hibban di atas, terdapat pernyataan, "Nabi saw tidak mengira akan apa yang menimpa Aisyah. Abu Bakar mengangkat tangannya kemudian menampar dan memukul dada Aisyah. Ketika Nabi saw melihat kejadian itu beliau berkata, "Wahai Abu Bakar saya tidak minta bantuan kepadamu tentang Aisyah setelah ini selamanya".

Perkataan Nabi Saw kepada Abu Bakar, "Saya tidak minta bantuan kepadamu tentang Aisyah setelah ini selamanya," menunjukkan sikap Nabi Saw yang tidak ingin melakukan dan melihat tindak kekerasan fisik dan kekerasan psikis terhadap istri beliau. 

Beliau sendiri tidak pernah menggunakan kekerasan fisik maupun psikis dalam berinteraksi dengan istri, maka beliau juga tidak menghendaki orang lain melakukan kekerasan itu terhadap istri beliau.

Pelajaran penting bagi kita semua, dalam kondisi emosi, marah atau konflik sehebat apapun, hindarilah melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap pasangan. Kekerasan fisik bisa menyebabkan cedera, bahkan cacat permanen dan sampai bisa merenggut nyawa orang yang seharusnya dicintai, dikasihi dan dilindungi. Pasangan suami istri harus saring melindungi satu dengan yang lain, kendati tengah ada masalah dan konflik di antara mereka berdua.

Tetaplah berusaha menyelesaikan masalah dengan cara bijak dan dewasa, sebagai sesama insan beriman, sebagai sepasang kekasih yang saling mencintai dan menyayangi.

Bahan Bacaan

  • Imam Al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin
  • Kitab Sahih Bukhari
  • Al Iraqi, Al-Mughni 'an Hamlil Asfar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun