Di tengah pandemi Corona, marak beredar analisa dan berita yang menyeramkan dan mengerikan. Setiap hari masyarakat disuguhi dengan informasi dan analisa yang semakin meredupkan semangat untuk menjalani kehidupan. Tentang jumlah warga terinfeksi corona, tentang korban meninggal dunia, tentang dunia usaha yang colaps, tentang industri yang mati, tentang pengelola negara yang tidak berdaya, dan lain sebagainya. Seakan hidup akan segera berakhir, bahkan kehidupan akan segera punah, dan Indonesia menjadi negara terjajah.
Jika dampak dari berseliwerannya informasi dan analisa tersebut membangun kesadaran dan semangat hidup masyarakat, tentu menjadi positif. Namun jika melahirkan kepanikan massal, ketakutan yang berlebihan, kecemasan yang mematikan akal sehat, maka jelas negatif. Bahwa kita harus hati-hati, waspada dan selalu bersiap siaga, tentu memang harus begitu. Jangan sembrono, jangan lalai, jangan terlena. Namun juga jangan menebar teror yang menyebabkan masyarakat kehilangan kecerdasan.
Berpikir adalah bagian sangat penting dalam kehidupan manusia, karena aktivitas ini yang membedakan manusia dari hewan dan tumbuhan. Menurut para ahli, setiap hari manusia berpikir sekitar 60.000 kali, atau 42 kali tiap menitnya. Ini menunjukkan bahwa aktivitas berpikir adalah hal yang sangat dominan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam satu menit, puluhan kali manusia berpikir.
Sayangnya, sebagian besar dari isi pemikiran manusia, adalah tentang hal-hal negatif. Penelitian dari Fakultas Kedokteran di San Fransisco (1986) membuktikan hal tersebut, bahwa 80% pikiran manusia cenderung mengarah kepada keburukan atau hal-hal negatif. Itu sebabnya banyak manusia bersedih, berduka sepanjang hidupnya, tidak bisa ceria, gundah gulana, galau, stres, dan kondisi buruk lainnya.
Proses berpikir itu sebenarnya sederhana dan hanya butuh waktu sekejap saja untuk melakukannya. Namun, pemikiran manusia memiliki pesan yang kuat dan memberi energi serta kekuatan yang luar biasa dalam kehidupan. Jika manusia selalu berpikiran negatif, maka akan berdampak negatif dalam kehidupannya. Pun ketika manusia selalu berpikiran positif, akan berdampak posisitif pula dalam kehidupannya.
Mudahnya Manusia Berpikiran Negatif
Dalam buku "Terapi Berpikir Positif", Dr. Ibrahim Elfiky berkisah tentang Tamir, anak lelaki berusia lima tahun. Tamir sangat malas bangun pagi dan berangkat sekolah. Sang ibu mengadukan masalah tersebut kepada pihak sekolah dengan harapan akan mendapat bantuan untuk memotivasi Tamir. Sang guru menyanggupi.
Di sekolah, guru menyampaikan pentingnya bersikap disiplin dan rajin dalam kehidupan. Guru mengatakan, bahwa anak yang biasa bangun pagi bisa mencapai cita-cita lebih cepat dibandingkan yang tidak biasa bangun pagi. Guru menceritakan kisah burung yang selalu bangun pagi. Karena ia rajin dan disiplin selalu bangun pagi, maka Allah cepat memberinya makanan berupa ulat-ulat. Si burung bisa memenuhi perutnya setiap hari karena selalu bangun pagi.
Setelah bercerita, guru mendekati Tamir, dan bertanya, "Tamir, apa pendapatmu tentang kisah ini?" Dengan cepat Tamir menjawab, "Ulat-ulat itu mati, karena ia bangun terlalu pagi".
Beginilah kecenderungan manusia dalam berpikir. Delapan puluh persen cenderung memikirkan hal buruk dan negatif. Bukan berpikir tentang hal-hal baik dan positif. Tamir tidak melihat bagaimana burung itu mudah mendapatkan rezeki karena bangun pagi-pagi. Justru ia melihat sisi nahasnya sang ulat yang mati dimakan burung karena bangun pagi-pagi.
Sekarang, apa yang anda pikirkan tentang wabah corona? Hal positif atau hal negatif? Pemikiran Anda, membentuk kepribadian Anda. Maka, mari selalu membangun harapan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang, dengan berpikir positif.