Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjemput Surga Sebelum Surga

26 Mei 2019   07:18 Diperbarui: 26 Mei 2019   12:47 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sering mendengar ungkapan indah dalam bahasa Arab, baiti jannati. Rumahku, surgaku. Kendatipun ungkapan ini bukan hadits Nabi, namun memberikan dorongan motivasi yang kuat agar kita berusaha mewujudkan surga sebelum surga. 

Yaitu kenikmatan dan kesenangan surga di dunia, dalam bentuk kehidupan berumah tangga, sebelum merasakan kenikmatan dan kesenangan surga di akhirat kelak.

Bahagianya hidup menjadi orang beriman, selalu bisa merasakan surga sejak di dunia hingga akhirat kelak. Namun tentu saja, untuk mendapatkan suasana surga di dalam rumah tangga, tidaklah terjadi begitu saja. Harus ada usaha semua pihak untuk mewujudkannya, sejak dari meletakkan pondasi, hingga menciptakan bangunan surga dalam rumah tangga.

Untuk mewujudkan rumah tangga bersuasana surga, diperlukan beberapa usaha yang harus dilakukan secara bersungguh-sungguh oleh semua anggotanya.

Pertama, Suami yang Menghadirkan Surga

Unsur yang pertama kali harus dibentuk adalah suami ---dan sekaligus ayah--- yang mampu menghadirkan surga dalam rumah tangga. Suami sebagai kepala rumah tangga sangat besar pengaruhnya dalam membentuk suasana rumah tangga. Siapakah lelaki yang bisa menghadirkan surga dalam rumah tangganya? Ialah lelaki yang berakhlaq mulia.

Nabi Saw bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku" (HR. At-Tirmidzi no 3895, Ibnu Majah no 1977. Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Sahihah no 285).

Asy Syaukani menjelaskan makna hadits tersebut dengan menyatakan : "Dalam hadits ini tersimpan catatan penting. Bahwa orang yang paling tinggi derajatnya dalam kebaikan dan paling berhak meraih sifat tersebut ialah, orang-orang yang paling baik perilakunya kepada keluarganya".

"Sebab", ungkap Asy Syaukani, "keluarga, mereka itu merupakan orang-orang yang paling berhak dengan wajah manis dan cara bergaul yang baik, curahan kebaikan, diusahakan mendapatkan manfaat, dilindungi dari bahaya. 

Jika ada lelaki yang demikian, niscaya ia berpredikat sebagai manusia yang terbaik. Jika ia bersikap sebaliknya, maka ia berada dalam keburukan. Banyak orang yang terjerumus dalam keteledoran ini".

Nabi Saw juga bersabda:

"Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya". (HR. At-Tirmidzi no 1162, Ibnu Majah no 1987. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 284).

Mengomentari hadits tersebut, Syaikh Abdul Malik Ramadhani menjelaskan, "Hadits ini adalah hadits yang sangat agung, banyak orang lalai akan agungnya kandungan hadits ini". Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (IV/273) menyatakan, "Karena mereka (para perempuan) merupakan tempat untuk meletakkan kasih sayang disebabkan lemahnya mereka".

Kedua, Isteri yang Menghadirkan Surga

Usaha berikutnya adalah isteri ---sekaligus ibu, yang mampu menghadirkan surga dalam rumah tangga. Isteri sebagai manajer urusan kerumahtanggaan memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam menciptakan surga dunia dalam keluarga. Siapakah perempuan yang bisa menghadirkan surga dalam rumah tangga? Ialah istri salihah, sebagaimana sabda Nabi Saw:

"Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salihah." (HR. Muslim no. 1467)

Rasulullah Saw bersabda kepada Umar ibnul Khaththab Ra:

"Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri salihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan menaatinya, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya." (HR. Abu Dawud no. 1417. Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Al Jami'ush Shahih 3/57 menyatakan, "Hadits ini shahih di atas syarat Muslim."

Jika ingin menghadirkan "rumahku surgaku", sebagai isteri harus menjadi isteri salihah, yang mampu menyenangkan dan membahagiakan hati suami, membuat suami betah berlama-lama di sampingnya, membuat suami bangga, dan tidak ingin meninggalkannya. 

Sebagai ibu harus mampu menghadirkan surga di bawah telapak kakinya, bisa membahagiakan hati anak-anak, membuat anak-anak betah berlama-lama di sampingnya dan tidak ingin meninggalkannya.

Anak-anak yang Menghadirkan Surga

Usaha berikutnya adalah adalah anak-anak yang mampu menghadirkan surga dalam rumah tangga. Anak memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam menciptakan surga dunia dalam keluarga, karena sebaik apapun orangtua jika anaknya bermasalah, akan menghilangkan kebahagiaan mereka. Siapakah anak-anak yang bisa menghadirkan surga dalam rumah tangga? Ialah anak-anak salih dan salihah, sebagaimana sabda Nabi Saw:

"Apabila manusia mati maka amalnya terputus kecuali karena tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakan orang tuanya. (HR. Ahmad 9079, Muslim 4310, Abu Dawud 2882 dan yang lainnya).

Dalam kitab Aunul Ma'bud, Syarah Sunan Abi Dawud, disebutkan dua keterangan ulama tentang makna anak salih dalam hadits ini. Yang pertama, anak salih adalah anak muslim yang menjalan kewajiban agama dan menjauhi dosa besar. Ibnu Malik mengatakan:

"Anak ini diberi sifat salih, karena pahala tidak akan diperoleh dari selainnya".

Yang kedua, anak salih dalam hadits maksudnya adalah anak yang mukmin. Ini merupakan keterangan Ibnu Hajar al-Makki. Dan inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, insyaaAllah. Hanya ikatan iman, yang akan abadi sehingga doa anak bisa sampai ke orang tuanya. (Lihat Aunul Ma'bud, 8/62)

Betapa banyak keluarga yang dirampas kebahagiaan mereka karena kenakalan anak-anak yang sudah melampaui batas. Terlibat tawuran pelajar, terlibat genk destruktif, menjadi pecandu narkoba, miras serta zat-zat adiktif lainnya. 

Anak-anak seperti ini menjadi beban bagi keluarga, merusak nama baik orang tua, dan pada akhirnya menghilangkan kebahagiaan yang sudah mereka usahakan sejak awal berumah tangga.

Maka harus ada pendidikan bagi anak-anak agar mereka tumbuh menjadi anak-anak salih dan salihah, menjadi penyejuk mata hati orang tua, menjadi tuimpuan harapan kebaikan bagi bangsa dan negara.

Suasana Rumah yang Menghadirkan Surga

Rumahku surgaku memiliki suasana yang menyenangkan dan membuat betah semua anggota keluarganya. Suasana yang menghadirkan surga dalam rumah tangga, bisa dilihat dari makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Dan bergaullah dengan mereka secara patut" (QS. An Nisa': 19).

Menjelaskan ayat tersebut, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: "Yakni perbaguslah ucapan kalian kepada mereka, dan perbaguslah perbuatan kalian dan keadaan kalian sesuai kemampuan kalian, sebagaimana kalian menyukai hal itu dari mereka. Oleh karena itu, lakukanlah hal yang sama terhadap mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf" (QS. Al Baqarah : 228).

Al-Qurthubi berkata: "Yakni berdasarkan apa yang diperintahkan Allah berupa mempergauli mereka dengan baik. Perintah ini berlaku untuk semuanya (kedua pihak). Sebab, masing-masing berhak mendapat perlakuan yang baik, baik suami maupun isteri. Tetapi yang dikehendaki dari perintah ini secara umum adalah para suami.... Yaitu dengan menyempurnakan haknya berupa mahar dan nafkah, tidak berwajah masam di hadapannya tanpa kesalahan, berbicara yang manis dan tidak kasar serta tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain."

Di antara bentuk pergaulan yang baik antara suami dan istri adalah saling berbuat satu dengan yang lainnya. Yahya bin 'Abdurrahman al-Hanzhali berkata, "Aku datang kepada Muhammad bin al-Hanafiyah, lalu dia keluar kepadaku dengan memakai selimut berwarna merah, sedangkan jenggotnya meneteskan wewangian, maka aku bertanya: 'Apa ini?'

Ia menjawab: "Ini adalah selimut yang dikenakan oleh isteriku padaku dan ia memakaikanku minyak wangi. Mereka menyukai dari kami apa yang kami sukai dari mereka."

Ibnu 'Abbas Ra berkata: "Aku senang berhias untuk isteriku, sebagaimana aku senang dia berhias untukku."

Al Qurthubi mengatakan, "Menurut para ulama, perhiasan pria itu berbeda-beda sesuai keadaan mereka. Sebab, mereka melakukan demikian menurut keselarasan. Adakalanya perhiasan tersebut adalah perhiasan yang selaras untuk waktu tertentu, tetapi tidak selaras untuk waktu yang lain, perhiasan yang cocok untuk anak muda dan perhiasan yang cocok untuk orang tua tetapi tidak cocok untuk anak muda."

Ia mengatakan: "Demikian halnya mengenai pakaian, dan tujuan semua ini adalah untuk memenuhi hak-hak. Suami hanyalah melakukan yang selaras, agar dia di sisi isterinya dalam keadaan berhias yang membuatnya senang dan menghalanginya (berpaling) terhadap lelaki selainnya."

Ia mengatakan: "Jika seorang lelaki melihat dirinya tidak mampu melaksanakan haknya di tempat tidur, maka ia harus berusaha berobat yang dapat menambah gairahnya dan menguatkan syahwatnya sehingga dapat melindungi kesucian isterinya."

Rasulullah Saw bersabda, "Perkataan yang baik adalah sedekah". (HR Al-Bukhari III/1090 no 2827, Muslim II/699 no 1009).

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa perbuatan atau perkataan yang asalnya mubah namun jika diniatkan untuk menyenangkan hati orang lain maka akan bernilai ibadah.

Diantara dalil yang menunjukan bahwa membuat istri senang dan tertawa merupakan perkara yang disunnahkan dan dituntut dalam syari'at adalah perkataan Nabi Saw kepada Jabir Ra tatkala Jabir baru menikah, "Mengapa engkau tidak menikahi yang masih gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain denganmu (saling mencumbu), engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu tertawa" (HR Al-Bukhari 5/2053, Muslim 2/1087, Abu Dawud 2/220).

Suasana ini mencakup hal-hal yang bersifat fisik maupun nonfisik. Yang bersifat fisik, misalnya terkait dengan kebersihan, keindahan, kerapian, keteraturan, kesegaran udara, kenyamanan lingkungan sekitar, dan lain sebagainya. 

Sedangkan yang nonfisik, adalah gaya komunikasi antara suami dengan isteri, antara orang tua dengan anak-anak, antara sesama anak, dan seluruh anggota keluarga lainnya.

Semoga kita semua mampu mewujudkan rumahku surgaku. Selamat siang, selamat beraktivitas.

Bahan Bacaan:

Cahyadi Takariawan, Wonderful Family, Era Intermedia, Solo, 2016
Cahyadi Takariawan, Wonderful Love, Era Intermedia, Solo, 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun