Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maulid Nabi SAW, Meneladani Rumah Tangga Nabi

21 November 2018   23:00 Diperbarui: 21 November 2018   23:20 3434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : www.pinterest.com

Tiada pernah kita kehilangan keteladanan, jika kita selalu belajar kepada Nabi akhir zaman Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah sebaik-baik manusia yang dihadirkan Allah ke muka bumi, untuk menjadi panutan bagi seluruh umat manusia, termasuk dalam kehidupan berumah tangga. Pada postingan kali ini, cukuplah saya nukilkan beberapa arahan dan keteladanan beliau Saw, dalam membina rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah serta penuh berkah.

Pertama, Nabi Saw menjadikan akhlak sebagai penyangga kebaikan kehidupan rumah tangga

Tak akan ada kebaikan dan kebahagiaan dalam rumah tangga, apabila tidak dilandasi kebaikan akhlak. Nabi Saw bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku" (HR. At-Tirmidzi no 3895, Ibnu Majah no 1977. Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Sahihah no 285).

Nabi Saw juga bersabda, "Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya". (HR. At-Tirmidzi no 1162, Ibnu Majah no 1987. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 284).

Mengomentari hadits tersebut, Syaikh Abdul Malik Ramadhani menjelaskan, "Hadits ini adalah hadits yang sangat agung, banyak orang lalai akan agungnya kandungan hadits ini". Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (IV/273) menyatakan, "Karena mereka (para perempuan) merupakan tempat untuk meletakkan kasih sayang disebabkan lemahnya mereka".

Berkata Asy-Syaukani, "Pada kedua hadits ini ada peringatan bahwasanya orang yang tingkat kebaikannya tertinggi dan yang paling berhak untuk disifati dengan kebaikan adalah orang yang terbaik bagi istrinya. Karena istri adalah orang yang berhak untuk mendapatkan perlakuan mulia, akhlak yang baik, perbuatan baik, pemberian manfaat dan penolakan terhadap kemudharatan" (Lihat : Nailul Authar VI/360).

Syaikh Abdul Malik menyatakan kondisi paradoks yang sering terjadi dalam kehidupan para suami. Menurut beliau, "Betapa banyak kita dapati seseorang tatkala bertemu dengan sahabatnya di tempat kerja maka ia akan bersifat mulia dan lembut, namun jika ia kembali ke rumahnya maka jadilah orang yang pelit, keras, dan menakutkan.  Padahal orang yang paling berhak untuk ia lembuti dan ia baiki adalah istrinya... Maka kenalilah (hakikat) dirimu di rumahmu. Bagaimana kesabaranmu dalam menghadapi anak-anakmu? Dalam menghadapi istrimu? Bagaimana kesabaranmu menjalankan tanggung jawab rumah tangga? Jika orang tidak bisa mengatur rumah tangganya bagaimana ia bisa memimpin umat? (Lihat : Al-Mau'izhah Al-Hasanah hal 77-79).

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menasehati para suami agar berlaku yang baik terhadap istri, "Sikap engkau terhadap istrimu hendaknya sebagaimana harapan engkau akan sikap suami putrimu sendiri. Maka sikap bagaimanakah yang kau harapkan dari lelaki tersebut untuk menyikapi putrimu? Apakah engkau ridha jika ia menyikapi putrimu dengan kasar dan kaku? Jawabannya tentulah tidak. Jika demikian maka janganlah engkau menyikapi putri orang lain dengan sikap yang engkau tidak ridha jika diarahkan kepada putrimu sendiri. Ini merupakah kaidah yang hendaknya diketahui setiap orang." (Lihat : Asy-Syarhul Mumti' XII/381).

Kedua, Nabi Saw Menetapkan Hubungan Suami Istri Sebagai Bagian dari Ibadah yang Berpahala

Nabi Saw menjelaskan, bahwa hubungan suami istri adalah ibadah yang berpahala, sebagaimana sabda beliau, "Dan seseorang diantara kalian menjimaki istrinya maka hal itu merupakan sedekah". Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melepaskan syahwatnya ia mendapatkan pahala?" Beliau Saw menjawab, "Bagaimana menurut kalian jika ia melepaskan syahwatnya pada tempat yang haram (zina), bukankah ia berdosa? Demikianlah jika ia melepaskan syahwatnya di tempat yang halal maka ia mendapatkan pahala" (HR Muslim no 1006).

Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya istrimu memiliki hak yang harus kau tunaikan". (HR Al-Bukhari II/696 no 1873). Oleh karena kepuasan seksual adalah hak bersama suami istri, maka harus ditunaikan dengan baik. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya tentang seorang lelaki yang tidak menjimaki istrinya hingga sebulan atau dua bulan, maka apakah ia mendapat dosa, dan apakah seorang suami dituntut untuk menjimaki istrinya?

Syaikhul Islam menjawab, "Wajib bagi seorang suami untuk menjimaki istrinya dengan yang sepatutnya. Bahkan ini termasuk hak istri yang paling ditekankan yang harus ditunaikan oleh suami, lebih daripada memberi makan kepadanya. Dan jimak yang wajib (dilakukan oleh suami) sekali setiap empat bulan, dan dikatakan juga sesuai dengan kebutuhan sebagaimana sang suami memberi makan kepada istri sesuai kadar kebutuhannya dan kemampuannya. Inilah pendapat yang paling benar diantara dua pendapat tersebut." (Lihat : Majmu' Fatawa XXXII/271).

Ketiga, Nabi Saw Selalu Bersabar Terhadap Sikap Istri Beliau

Nabi Saw selalu memberikan contoh selalu bersabar atas sikap para istri. Beliau tidak pernah mengekspresikan marah dengan semena-mena terhadap para istri beliau. Dari Anas bin Malik berkata, "Suatu saat Nabi Saw di tempat salah seorang istri beliau. Salah seorang istri beliau (yang lain) mengirim sepiring makanan. Maka istri beliau --yang beliau sedang di rumahnya-- memukul tangan pembantu itu sehingga jatuhlah piring dan pecah (sehingga makanan berhamburan). Nabi Saw mengumpulkan pecahan piring tersebut dan mengumpulkan makanan yang berhamburan, beliau Saw berkata, "Ibu kalian cemburu." (HR Al-Bukhari V/2003 no 4927)

Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, "Perkataan Nabi Saw : Ibu kalian cemburu" adalah udzur dari Nabi Saw (untuk istri beliau yang menyebabkan pecahnya piring) agar sikap istrinya tersebut tidak dicela, akan tetapi sikap tersebut biasa terjadi diantara seorang istri dengan madunya karena cemburu. Rasa cemburu itu memang merupakan tabiat yang terdapat dalam diri (perempuan) yang tidak mungkin untuk ditolak". (Fathul Bari V/126)

Ibnu Hajar juga menambahkan, "Mereka (para pensyarah hadits ini) berkata bahwasanya pada hadits ini ada isyarat untuk tidak menghukum perempuan yang cemburu karena sikap kekeliruan yang timbul darinya. Karena ia tatkala cemburu akalnya tertutup karena marah yang sangat yang dikobarkan oleh rasa cemburu".

Abu Ya'la telah mengeluarkan hadits dengan sanad hasan dari Aisyah secara marfu', "Perempuan yang cemburu tidak bisa membedakan antara bagian bawah lembah dan bagian atasnya"... dan dari Ibnu Mas'ud --dia menyandarkannya kepada Nabi Saw, "Allah menetapkan rasa cemburu pada para perempuan, maka barangsiapa yang sabar terhadap mereka maka baginya pahala orang mati syahid". Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Al-Bazzar mengisyaratkan akan sahihnya hadits ini. (Fathul Bari IX/325)

Keempat,Nabi Saw Pandai Menyenangkan Hati Istri

Nabi Saw benar-benar teladan dalam semua sisi kehidupan. Sebagai suami, beliau sangat pandai menyenangkan hati istri. Beliau bersedia melakukan hal-hal kecil yang sangat menyenangkan hati istri beliau. Anas bin Malik berkata, "Aku melihat Nabi Saw mempersiapkan kelambu di atas onta untuk Shafiyah, lalu beliau Saw duduk di dekat onta lalu meletakan lutut beliau. Shafiyah menginjakkan kakinya di atas lutut beliau untuk naik di atas onta". (HR Al-Bukhari II/778 no 2120, III/1059 no 2736)

A'isyah berkata, "Orang-orang Habasyah (Ethiopia) masuk kedalam masjid bermain, maka Nabi Saw berkata kepadaku, "Wahai yang kemerah-merahan (maksudnya adalah Aisyah), apakah engkau ingin melihat mereka?" Aku berkata, "Iya". Nabi Saw berdiri di pintu lalu aku mendatanginya dan aku letakkan daguku di atas pundaknya dan aku sandarkan wajahku di pipinya.

Rasulullah Saw berkata, "Sudah cukup (engkau melihat mereka bermain)". Aku berkata, "Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru". Lalu beliau (tetap) berdiri untukku (agar aku bisa terus melihat mereka). Kemudian beliau berkata, "Sudah cukup". Aku berkata, "Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru".

A'isyah berkata, "Aku tidak ingin terus melihat mereka bermain, akan tetapi aku ingin para perempuan tahu bagaimana kedudukan Rasulullah Saw di sisiku dan kedudukanku di sisi Rasulullah Saw " (HR Al-Bukhari V/2006 no 4938, Muslim II/608 no 892, An-Nasai no 1594). Dalam riwayat yang lain, A'isyah berkata,  "Hingga akulah yang bosan (melihat permainan mereka)". (HR Al-Bukhari V/2006 no 4938)

Nabi Saw bersabda, "Perkataan yang baik adalah sedekah". (HR Al-Bukhari III/1090 no 2827, Muslim II/699 no 1009). Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa perbuatan atau perkataan yang asalnya mubah namun jika diniatkan untuk menyenangkan hati orang lain maka akan bernilai ibadah.

A'isyah menceritakan bahwasanya ia pernah bersafar bersama Rasulullah Saw, dan berlomba lari dengan beliau. A'isyah berkata, "Maka akupun berlomba dengannya dan aku mengalahkannya". Pada kesempatan yang lain, A'isyah kembali bersafar bersama beliau Saw, dan kembali berlomba lari. A'isyah berkata, "Maka akupun berlomba dengannya lalu Rasulullah Saw mendahuluiku. Beliau tertawa dan berkata, "Ini untuk kekalahanku yang dulu" (Syaikh Al-Albani berkata, "Sanadnya shahih").

Tindakan beliau terhadap para istri tersebut, sangat menyenangkan bagi para istri. Demikianlah meteladanan beliau dalam menyenangkan para istri. Hendaknya para suami berusaha meneladani.

Kelima, Nabi Saw Mengenal Dengan Detail Sifat Istri Beliau

Nabi Saw mengenal istri beliau dengan baik, bahkan sangat detail. Sedemikian detail, sampai beliau mengetahui pilihan kata A'isyah. Beliau bisa membedakan kapan A'isyah marah dan kapan A'isyah ridha.

A'isyah berkata, "Rasulullah Saw berkata kepadaku, "Sesungguhnya aku tahu kapan engkau sedang ridha kepadaku dan kapan engkau sedang marah kepadaku". Aku berkata, "Dari mana engkau tahu hal itu?" Beliau Saw berkata, "Jika engkau ridha kepadaku maka engkau berkata : Demi Rabbnya Muhammad. Jika engkau sedang marah, engkau berkata : Demi Rabbnya Ibrahim". Aku berkata, "Benar, demi Allah wahai Rasulullah Saw aku tidak menghajr (marah) kecuali hanya kepada namamu". (HR. Al-Bukhari V/2004 no 4930 dan Muslim IV/1890 no 2439).

Keenam, Nabi Saw Menyelenggarakan Pertemuan Keluarga Setiap Malam

Di antara keteladanan yang luar biasa pada rumah tangga Nabi Saw adalah, beliau menyelenggarakan pertemuan keluarga setiap malam. Anas bin Malik berkata, "Nabi Saw memiliki sembilan orang istri. Beliau jika membagi (giliran jatah menginap) diantara mereka bersembilan maka tidaklah beliau kembali kepada perempuan yang pertama kecuali setelah sembilan hari. Mereka selalu berkumpul di rumah istri yang gilirannya mendapat jatah menginap Nabi Saw. (HR Muslim II/1084 no 1462).

Ibnu Katsir berkata, "...Dan istri-istri beliau berkumpul setiap malam di rumah istri yang mendapat giliran jatah menginapnya Rasulullah Saw, maka beliau pun terkadang makan malam bersama mereka kemudian masing-masing kembali ke tempat tinggalnya" (Tafsir Ibnu Katsir I/467).

Tindakan beliau bersama para istri berkumpul di rumah salah seorang diantara salah seorang istri, yang mendapatkan jatah giliran malam itu, merupakan teladan nyata dalam membuat suasana kekompakan, kerukunan, keharmonisan, dan kebahagiaan dalam rumah tangga. Hendaknya family time seperti ini ditradisikan dalam keluarga setiap muslim, meneladani tindakan Nabi Saw dan para istri.

Ketujuh,Nabi Saw Bercengkerama Sebelum Tidur

Para ulama menyatakan, makruh hukumnya mengobrol setelah shalat Isya', kecuali pada obrolan yang memiliki nilai kebaikan. Imam An-Nawawi menjelaskan, "Para ulama sepakat, makruh mengobrol setelah isya, kecuali yang di dalamnya ada kebaikan". (Syarh Shahih Muslim, 5/146).

Ada banyak jenis obrolan yang memiliki nilai kebaikan seperti obrolan untuk belajar ilmu agama, atau obrolan untuk melayani tamu. Maka ini boleh dilakukan setelah Isya', tidak masuk kategori yang makruh. Bahkan para ulama memasukkan obrolan dengan istri dan keluarga, termasuk kategori kebaikan sehingga tidak dimakruhkan, jika dilakukan setelah Isya'. Obrolan dengan istri adalah ibadah yang berpahala.

Imam Bukhari setelah menyebutkan bab bolehnya bergadang untuk belajar agama, beliau sebutkan kegiatan lain yang hukumnya sama, yaitu: Bab bolehnya bergadang dalam rangka melayani tamu dan mengobrol bersama istri (Shahih Bukhari, bab no. 41). Hal ini pun dicontohkan oleh Nabi Saw bersama para istri beliau. Ibnu Abbas Ra, menceritakan pengalaman bersama Nabi Saw ketika ia menginap di rumah bibinya, Maimunah, yang merupakan salah satu istri Nabi Saw. Seusai Nabi Saw shalat isya, beliau pulang ke rumah Maimunah, lalu shalat sunnah empat raka'at, kemudian beliau berbincang-bincang dengan Maemunah.

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi Saw), maka Rasulullah Saw berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa lama kemudian beliau tidur". ( HR Al-Bukhari IV/1665 no 4293, VI/2712 no 7014 dan Muslim I/530 no 763).

Karena itu, para ulama menilai obrolan dengan istri dan anak, termasuk kegiatan yang memberikan maslahat. Imam An-Nawawi menjelaskan, "Para ulama mengatakan, obrolan yang makruh setelah isya adalah obrolan yang tidak ada maslahatnya. Adapaun kegiatan yang ada maslahatnya dan ada kebaikannya, tidak makruh. Seperti belajar ilmu agama, membaca cerita orang soleh, mengobrol melayani tamu, atau pengantin baru untuk keakraban, atau suami mengobrol dengan istrinya dan anaknya untuk mewujudkan kasih sayang dan hajat keluarga. (Syarh Shahih Muslim, 5/146). Hal ini menunjukkan bahwa mengobrol dengan istri dan anak, termasuk bentuk ibadah yang berpahala.

Kedelapan, Nabi Saw mencontohkan tindakan praktis untuk menjaga kebaikan hubungan antara suami dan istri

Nabi Saw bukan hanya memberikan arahan, namun sekaligus memberikan contoh keteladanan yang nyata untuk kita semua. Berikut beberapa contoh perbuatan nyata Nabi Saw bersama para istri beliau.

  • Nabi Saw mencontohkan mencumbui seluruh istri setiap hari

Sedemikian besar perhatian Nabi Saw terhadap kebahagiaan rumah tangga, beliau mencontohkan mencumbui seluruh istri beliau setiap hari. Sekali lagi : setiap hari.

Aisyah berkata, "Rasulullah Saw tidak mendahulukan sebagian kami di atas sebagian yang lain dalam hal jatah menginap di antara kami (istri-istri beliau), dan beliau selalu mengelilingi kami seluruhnya (satu persatu) kecuali sangat jarang sekali beliau tidak melakukan demikian. Maka beliau pun mendekati (mencium dan mencumbui) setiap istri tanpa menjimaknya hingga sampai pada istri yang mendapatkan jatah menginapnya, lalu beliau menginap di tempat istri tersebut". (HR. Abu Dawud no 2135, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no 2760, Ahmad VI/107. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani (Ash-Shahihah no 1479).

Nabi Saw Terbiasa Menciumi Istri

A'isyah berkata, "Rasulullah Saw jika selesai shalat Ashar maka beliau masuk menemui istri-istrinya lalu mencium dan mencumbui salah seorang di antara mereka." (HR. Al-Bukhari no V/2000 no 4918, V/2017 no 4968, VI/2556 no 6571, Muslim no 1474).

Dalam beberapa riwayat disebutkan, bahwa Nabi Saw tatkala hendak shalat mencium istri beliau. Dari Urwah, dari A'isyah bahwasanya Nabi Saw mencium salah seorang istrinya kemudian keluar untuk shalat dan beliau tidak berwudhu. Maka akupun berkata, 'Siapa lagi istri Nabi Saw tersebut, kalau bukan engkau" maka A'isyah pun tertawa. (HR Abu Dawud no 179, At-Tirmidzi no 86, Ibnu Majah no 502, Ahmad VI/210 no 25807).

Ummu Salamah berkata bahwasanya Rasulullah Saw menciumnya dan ia sedang puasa, ia juga mengabarkan bahwasanya ia dan Rasulullah Saw mandi janabah bersama di sebuah tempayan. (HR Al-Bukhari I/122 no 316, II/681 no 1828, Muslim I/243 no 296)

Nabi Saw selalu memperhatikan penampilan jika bertemu dengan istri-istri beliau

Nabi Saw selalu memperhatikan penampilannya jika bertemu dengan istri-istrinya. Allah telah berfirman, "Dan bergaullah dengan mereka dengan baik" (QS. An Nisa (4) :19). Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan, "Indahkanlah penampilan kalian semampu kalian. Sebagaimana engkau menyenangi ia (istrimu) berhias diri maka hendaknya engkau juga berbuat demikian dihadapannya. Karena Allah berfirman, "Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya". (Tafsir Ibnu Katsir I/467).

Ibnu Abbas berkata, "Sesungghnya aku senang berhias untuk istriku sebagaimana aku suka ia berhias untukku karena Allah berfirman "Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya" (Atsar riwayat At-Thabari dalam tafsirnya II/453, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra VII/295 no 14505, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf IV/196 no 19263).

Anas bin Malik berkata, "Pakaian yang paling senang dipakai oleh Rasulullah Saw adalah Hibarah". (HR Al-Bukhari no 5476 dan Muslim no 2079). Berkata Ibnu Bathal, "Hibarah adalah pakaian dari negeri Yaman yang terbuat dari kain Quthn. Dan ia merupakan pakaian termulia di sisi mereka" (Fathul Bari X/277). Al-Qurthubi menjelaskan, "Dinamakan Hibarah karena pakaian tersebut menghias dan mengindahkan (pemakainya)" (Fathul Bari X/277).

Nabi Saw menyukai bau wangi, dan tidak suka bau yang tidak enak

Nabi Saw menyukai wewangian, menyukai bau wangi, dan tidak suka apabila ada bau yang tidak enak dari beliau. A'isyah berkata, "Nabi Saw jika masuk ke rumahnya maka yang pertama kali beliau lakukan adalah bersiwak" (HR Muslim I/220 no 253). Aisyah berkata, (dalam kisah pengharaman madu) "...Nabi Saw sangat merasa berat jika ditemukan darinya bau (yang tidak enak)". (HR. Al-Bukhari VI/2556 no 6571).

Nabi Saw bersabda, "Barangsiapa yang diberikan wewangian, janganlah ia tolak, karena ia ringan untuk dibawa lagi harum baunya". (HR. Imam Ahmad 2/320, Abu Dawud no. 4172, An-Nasa'i no. 5259, disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahiih Sunan An-Nasa'i 3/399).

Nabi Saw Mencontohkan Cara Bermesraan Bersama Istri Saat Haidh

Ibnu Katsir menjelaskan, "Rasulullah Saw tidur bersama salah seorang istri-istrinya di dalam satu baju, beliau melepaskan rida (selendang) dari kedua pundaknya dan beliau tidur dengan sarungnya" (Tafsir Ibnu Katsir I/467). Dari Maimunah berkata, "Rasulullah Saw mencumbui istri-istrinya di atas (tempat diikatnya) sarung dan mereka dalam keadaan haid" (HR Muslim I/243 no 294).

Ummu Salamah berkata, "Tatkala aku sedang berbaring bersama Rasulullah Saw dalam sebuah kain (berselimutan sebuah kain), tiba-tiba aku haid. Maka akupun diam-diam keluar dan mengambil baju haidku, lalu Rasulullah Saw berkata kepadaku, "Apakah engkau haid?" Aku berkata, "Iya". Lalu Rasulullah Saw memanggilku dan akupun berbaring bersama beliau dalam sebuah kain".

 'A'isyah menceritakan bahwa Asma' pernah bertanya kepada Nabi Saw tentang mandi haidh. Maka beliau Saw menjawab, "Hendaknya engkau mengambil air dan daun bidara. Lalu bersuci (wudlu) dan membaguskannya. Kemudian menyiram air di kepalanya, lalu menggosoknya dengan gosokan yang kuat hingga menyentuh kulit kepalanya. Lalu dia menuangkan air di kepalanya.

Kemudian dia ambil kain/kapas yang diberi minyak misk, lalu dia bersuci dengan kapas itu". Asma' bertanya lagi, "Bagaimana aku bersuci dengan kapas itu ?" Beliau Saw menjawab, "Subhanallah, engkau pakai kapas itu untuk bersuci". A'isyah mengatakan -seakan-akan ia tidak mengetahuinya: "Engkau usap bekas-bekas darahnya --dengan kapas/kain itu". (HR. Imam Muslim no. 245).

Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti' XII/397 memberikan penjelasan, bahwa boleh mencumbui atau menjimaki istri yang sedang haid dibagian mana saja dari tubuh sang istri, yang penting bukan di kemaluan atau di dubur. Karena hukum asal dalam berjimak adalah halal. Oleh karena itu Rasulullah Saw bersabda, "Lakukanlah segala perkara kecuali nikah --yaitu menjimaki kemaluan istri yang sedang hadih--". (HR Muslim I/246 no 302).

Syaikh Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti' XII/398 menjelaskan, "Disunnahkan bagi sang istri yang sedang haid untuk memakai sarung untuk menutup kemualuannya tatkala sang suami sedang mencumbuinya. Dan diantara hikmahnya adalah bisa jadi sang suami melihat darah haid atau mencium bau yang kurang sedap sehingga mempengaruhi perasaannya".

Nabi Saw Mandi Bersama Istri dalam Satu Bejana

Nabi Saw terbiasa mandi bersama istri beliau. Suatu ketika beliau Saw mandi bersama Ummu Salamah (HR Al-Bukhari I/122 no 316, II/681 no 1828, Muslim I/243 no 296, I/256 no 324). Beliau juga pernah mandi bareng bersama Maimunah. ( HR Al-Bukkhari I/101 no 250, Muslim I/256 no 322). Beliau juga mandi bersama Aisyah, "Aku dan Nabi Saw mandi bersama dari satu tempayan". (HR Al-Bukhari I/100 no 247)

Aisyah juga berkata, "Aku mandi bersama Rasulullah Saw dari satu tempayan (yang diletakan) antara kami berdua, maka Rasulullah Saw mendahuluiku (dalam mengambil air dari tempayan) hingga aku berkata, "Sisakan air buatku, sisakan air buatku". Dan mereka berdua dalam keadaan junub. (HR Muslim I/257 no 321).

Nabi Saw Biasa Mengerjakan Aktivitas Kerumahtanggaan

Nabi Saw bersikap tawadhu' (rendah diri) di hadapan istri-istri beliau, bahkan beliau membantu para istri dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga. Aisyah berkata, "Rasulullah Saw dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu shalat maka beliaupun pergi shalat". (HR Al-Bukhari V/2245 no 5692)

Urwah berkata kepada Aisyah, "Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw jika ia bersamamu (di rumahmu)?" A'isyah berkata, "Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember". (HR Ibnu Hibban (Al-Ihsan XII/490 no 5676, XIV/351 no 6440). Dalam kitab Asy Syama'il, At-Tirmidzi ada tambahan lafal, "Dan memerah susu kambingnya." (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di As-Shahihah 671).

Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, "Hadits ini menganjurkan untuk bersikap rendah diri dan meninggalkan kesombongan serta seorang suami yang membantu istrinya". (Fathul Bari II/163).

Penutup

Masih sangat banyak arahan dan contoh teladan nyata dari Baginda Nabi Saw dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Tulisan ini hanya sekelumit dari keindahan keluarga Nabi Saw. Semoga kita semua mampu meneladani beliau Saw. Aamiin.

Yogyakarta, 21 November 2018

Naskah ini adalah istifadah ilmu dari tulisan Al Ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja ---hafizhahullah--- berjudul "Suami Sejati", yang beliau posting dalam web : www.firanda.com. Semoga Allah berikan keberkahan dalam kehidupan beliau. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun