Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tenang Saja, Tidak Ada Pelakor di Sekitar Kita

26 Februari 2018   16:41 Diperbarui: 26 Februari 2018   17:10 4691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tumbu Ketemu Tutup

Fenomena inilah yang sesungguhnya terjadi dan lebih mudah untuk dipahami. Ya, orang Jawa menyebut sebagai "tumbu ketemu tutup". Tumbu adalah wadah makanan yang terbuat dari anyaman bambu. Tumbu dan tutupnya, merupakan sepasang benda yang saling melengkapi, dan sifatnya sangat pas. Tumbu yang ukuran itu, akan pas dengan tutup yang sepadan. Begitu ditemukan, langsung "klik". Tumbu mendapat tutup yang pas, dan tutup berada dalam tumbu yang pas pula.

Ketika tumbu sudah ketemu tutup, maka tampak mereka berdua sebagai pasangan yang saling melengkapi. Inilah gambaran tentang perselingkuhan yang terjadi dalam kehidupan pernikahan. Misalnya seorang suami yang melakukan selingkuh dengan seorang perempuan, pada saat kejadian selingkuh tersebut diketahui pihak lain, sesungguhnya itu bukan merupakan peristiwa sesaat atau peristiwa yang tiba-tiba. Tidak ada selingkuh yang terjadi secara tiba-tiba, semua perselingkuhan melalui proses panjang, hanya saja sering kali tidak diketahui prosesnya. Kebanyakan kasus selingkuh ketahuan setelah kejadian, entah karena tertangkap basah atau karena ditemukan jejak digitalnya.

Nah, pada waktu telah ketahuan perselingkuhan tersebut, bisakah kita definisikan, siapa tumbu dan siapa tutup? Apakah pihak laki-laki yang tumbu dan pihak perempuan sebagai tutup, atau sebaliknya, pihak laki-laki yang tutup dan pihak perempuan sebagai tumbu. Ini menjadi hal yang rumit untuk didefinisikan. Artinya, siapa yang merebut dan siapa yang direbut dalam kasus perselingkuhan, menjadi tidak mudah untuk diurai. Harus mengerti rangkaian kejadian dan proses dari awal, baru bisa memahami apa yang sesungguhnya terjadi pada mereka.

Sangat berbeda dengan kejadian korupsi, di mana si koruptor yang aktif mengambil uang perusahaan atau uang negara, sementara si uang hanya diam saja tanpa bisa melakukan perlawanan dan pembelaan. Pada saat yang sama, pihak perusahaan atau negara yang dirugikan berada dalam situasi lalai atau lengah, tidak mengerti adanya kejadian korupsi tersebut. Dengan kata lain, pihak perusahaan atau negara yang dicuri uangnya, tidak bisa menjaga kekayaannya dengan baik. Uang adalah benda tak bernyawa yang tidak bisa menjaga diri sendiri, maka pemilik uang yang harus menjaga dengan baik.

Sangat sulit membayangkan kejadian perebutan suami orang, dimana si suami adalah manusia dewasa yang punya jiwa. Bukan benda mati, bukan benda tak bernyawa. Bahkan semestinya si suami bisa menjaga diri dan melindungi diri sendiri dari godaan dan gangguan pihak lain. Maka betapa mengherankan ketika ada seorang perempuan berteriak-teriak, "Tolong... tolong... suamiku direbut orang..." Betapa mengherankan saat seorang istri baru menyadari bahwa suami sudah tidak ada di sisinya karena direbut perempuan lain. Apa kata dunia?

Orang akan segera bertanya, "Emang laki loe ditaruh di mana?" Sangat banyak pertanyaan di sekitar tuduhan ini yang ditujukan kepada semua pihak. Jika kita membuat daftar "kesalahan", maka ada banyak pihak yang terlibat dalam kesalahan ini. Pihak pertama, perempuan yang 'merebut' laki orang. Tentu bukan haknya untuk merebut suami orang. Pihak kedua, suami yang direbut. Mengapa ia diam saja dan tidak melawan saat direbut. Artinya, ia telah memberi kesempatan untuk direbut. Atau, jangan--jangan dia justru yang meminta untuk direbut? Pihak ketiga, istri yang merasa suaminya direbut.

Nah, untuk pihak ketiga ini, ada sangat banyak pertanyaan layak ditujukan kepada dirinya. Bagaimana ia menjaga suami selama ini? Bagaimana ia membahagiakan suami selama ini? Bagaimana ia menyenangkan hati suami selama ini? Bagaimana ia mengekspresikan cinta kepada suami selama ini? Bagaimana ia berbakti dan menghormati suami selama ini? Karena jika sang suami bahagia bersama dirinya, mustahil mau direbut orang lain. Jika suami selalu nyaman bersama sang istri, ia akan lebih memilih untuk bersama sang istri, kendatipun ada banyak perempuan yang berusaha merebut dirinya dengan sekuat tenaga.  

Hilangnya Kedekatan Emosional dengan Pasangan

Ada sangat banyak alasan mengapa terjadi perselingkuhan. Salah satu yang dikemukakan dalam studi Gary Neuman adalah, hilangnya kedekatan emosional dengan pasangan. Seorang suami yang kehilangan kedekatan emosional dengan istri, lebih mudah mengalami perselingkuhan. Demikian pula seorang istri yang kehilangan kedekatan emosional dengan suami, lebih mudah mengalami perselingkuhan. Kedekatan emosional antara suami dan istri adalah salah satu bonding atau ikatan yang menyebabkan mereka berdua selalu dalam kondisi saling terikat kuat satu dengan yang lain.

Hilangnya kedekatan emosional dengan pasangan bukanlah kejadian yang tiba-tiba seperti kehilangan benda-benda. Suasana bonding yang kuat antara suami dan istri terutama pada masa pengantin baru, bisa berubah secara berangsur-angsur, sesuai dengan perubahan dan perkembangan fase kehidupan pernikahan. Ketika pasangan suami istri mulai terjebak dalam rutinitas kehidupan, kehambaran mulai mereka rasakan. Sayangnya, sering kali suasana kehambaran ini dibiarkan tanpa ada usaha untuk menghangatkan dan menyegarkan kembali cinta di antara mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun