Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suami Anda Manusia Biasa, Pasti Ia Tidak Sempurna

17 Maret 2016   05:18 Diperbarui: 17 Maret 2016   15:56 3507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Semua masalah hidup keluarga kami bermula ketika suami saya naik pangkat dan naik gaji. Dulu ia adalah suami yang sangat perhatian dan setia kepada keluarga. Namun semenjak meningkat kemakmurannya, sikapnya menjadi berubah. Memang hidup kami lebih sejahtera, namun saya makin menderita oleh ulahnya. Jika boleh memilih, saya memilih suami saya yang dulu. Suami yang tidak kaya, namun setia,” keluh seorang istri.

Lebih Fokus Melihat Sisi Positif Saja

Itu adalah sedikit contoh keluhan dan curhat di ruang konseling. Rupanya, beginilah hidup. Selalu bercacat, tidak ada yang sempurna. Istri menghendaki sosok suami yang jantan, macho, tegas, berwibawa, pandai mengambil keputusan, kreatif, inovatif, namun juga lembut, sabar, penyayang, selalu mengajak musyawarah istri, penuh pengertian serta penuh perhatian. Sayangnya, suami sempurna seperti itu, sepertinya tidak ada lagi di muka bumi ini....

Kadang kala, suami yang macho dan tegas, bisa dianggap kasar dan galak serta tidak demokratis oleh istrinya. Sebaliknya, suami yang lembut dan memberikan banyak kewenangan kepada istri, bisa dianggap tidak tegas dan tidak bisa memutuskan urusan. Tidak mudah bersikap proporsional dalam urusan seperti ini. Maka cobalah para istri melihat lebih banyak sisi positif pada diri suami, dibanding sisi kekurangannya.

Beginilah hidup. Selalu bercacat, tidak ada yang sempurna. Istri menghendaki sosok suami yang romantis dan penuh kemesraan, namun kadang itu membahayakan karena sifat romantisnya bisa diberikan kepada siapa saja. Hingga ia memiliki banyak fans di mana-mana. Istri kecewa dengan suami yang dianggap dingin dan tidak mengerti romantisme, namun bisa jadi ini bisa membuatnya berjalan lurus tanpa serong ke kanan maupun ke kiri. Ia menjadi suami setia, namun tidak bisa bersikap mesra.

Beginilah hidup. Selalu bercacat, tidak ada yang sempurna. Istri menghendaki suami yang kaya dan bisa memberikan kecukupan untuk semua kebutuhan hidup keluarga. Namun, kadang godaan kekayaan membuat suami melakukan tindakan yang tidak menyenangkan istri. Istri kecewa karena suami tidak memiliki kecukupan ekonomi, namun bisa jadi ini membuatnya menjadi suami yang sabar dan memuliakan istri walau tanpa materi.

Beginilah hidup. Selalu bercacat, tidak ada yang sempurna. Maka, fokuslah melihat dari sisi kelebihan dan kebaikannya. Jangan hanya mencari sisi kekurangan dan kelemahannya. Karena suami Anda hanya manusia biasa, dari planet bumi yang sama dengan Anda. Suami Anda hanya lelaki biasa, yang selalu memiliki kekurangan dan keterbatasan sebagai manusia.

Namun, kebahagiaan tetap bisa Anda dapatkan di tengah kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan tersebut. Sebagai istri, Anda pun memili banyak kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan. Anda juga bukan makhluk sempurna. Maka rumus kebahagiaan itu sederhana. Lelaki yang tidak sempurna, menikah dengan perempuan yang tidak sempurna, mereka berdua menerima ketidaksempurnaan pasangannya, dan selalu berusaha untuk saling menguatkan dalam upaya menjadi lebih baik sesuai harapan pasangan.

Di tengah ketidaksempurnaan Anda berdua, kebahagiaan dan keceriaan tetap bisa Anda nikmati setiap hari, sepanjang Anda berdua pandai menyuskuri tiap tetes nikmat yang Allah berikan. Tetaplah bergandengan tangan dalam menghadapi persoalan kehidupan. Semakin erat genggam tangan pasangan, karena sangat banyak godaan dan tantangan yang ada di hadapan.  

 

Bahan Bacaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun