Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suami Anda Manusia Biasa, Pasti Ia Tidak Sempurna

17 Maret 2016   05:18 Diperbarui: 17 Maret 2016   15:56 3507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  [caption caption="ilustrasi : www.ultraupdates.com"][/caption]Kementerian Agama mendapat temuan meningkatnya angka perceraian dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Temuan itu didapat dari hasil penelitian mengenai tren cerai gugat masyarakat muslim di Indonesia yang dijalankan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan Kemenag RI. Bahkan, didapatkan kenyataan bahwa kecenderungan gugat cerai semakin menguat dan meningkat.

Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag Muharam Marzuki mengatakan, dari dua juta pasangan menikah, sebanyak 15 hingga 20% berakhir dengan perceraian. Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, dalam lima tahun terakhir kasus cerai gugat mencapai 59 hingga 80 %. Kemenag cemas karena jumlah kasus cerai gugat jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan cerai talak atau cerai biasa. Hal ini menunjukkan, para istri yang mendominasi melakukan gugat cerai terhadap suami.

Tentu sangat banyak alasan dan sangat kompleks kejadian, mengapa banyak istri mengajukan gugatan cerai. Mereka tidak betah lagi hidup bersama suami, dan merasa lebih nyaman untuk mengakhiri kehidupan berumah tangga yang sudah mereka bina selama ini. Namun, alasan yang paling banyak hingga akhir 2015 kemarin adalah faktor ketidakharmonisan. Suami dan istri hidup dalam suasana ketidakharmonisan. Dalam situasi seperti itu, istri sering merasa mendapatkan suasana yang lebih tertekan dan tidak nyaman, maka mereka memutuskan untuk menggugat cerai.

Adakah Suami Sempurna?

Manusia sempurna adalah Nabi Muhammad Saw. Beliau sudah tiada, namun keteladanan beliau yang masih selalu ada dan tak pernah kedaluwarsa. Selebihnya, semua manusia di muka bumi yang hidup di zaman kita ini, tidak ada seorang pun yang sempurna. Semua memiliki kekurangan, semua memiliki kelemahan, semua memiliki keterbatasan. Maka, adalah tindakan yang absurd untuk menuntut dan mengharapkan kesempurnaan pasangan.

Suami Anda jelas tidak sempurna. Karena dia hanya lelaki biasa saja yang memiliki banyak keterbatasan dan kekurangan. Mengharapkan suami menjadi sosok sempurna adalah mustahil, karena dia bukan makhluk dari planet yang tanpa cela. Suami Anda adalah lelaki dari planet bumi yang banyak sekali kelemahannya. Baik dari segi fisik, penampilan, sikap, sifat dan berbagai sisi kepribadiannya, selalu ada kekurangan dan kelemahan. Tidak akan pernah sempurna.

Memiliki suami yang tidak sempurna, pasti membuat para istri merasa kecewa. Karena selalu ada sisi yang tidak sesuai harapan idealnya. Namun, jika karena kecewa ini membuat istri meminta cerai dari suami, lalu ia ingin menikah lagi dengan lelaki lain yang lebih baik dari suami sebelumnya, ketahuilah lelaki mana pun akan tetap memiliki kekurangan dan kelemahan. Jika ia menikah lagi dan menemukan hal yang tidak sesuai harapan dari suami kedua, lalu ia minta cerai lagi karena kecewa, menikah dengan berapa pun banyaknya lelaki, akan tetap menemukan kekurangan dan kelemahan.

Rumusnya sederhana. Tidak ada manusia sempurna. Maka menikah dengan siapa pun lelaki di muka bumi ini, Anda akan selalu ketemu lelaki yang penuh kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan.

Bagaimana Anda Membandingkan?

Di ruang konseling, setiap hari kami menemukan ada banyak persoalan hidup berumah tangga. Keluhan istri tentang kondisi suaminya tentu sangat beragam. Namun, kami sering menjumpai hal yang saling bertolak belakang. Suatu sifat yang dipersoalkan oleh seorang istri, ternyata ditemukan bandingannya pada persoalan hidup keluarga lainnya. Tentu ini hanyalah upaya untuk membuat kita menjadi terbuka cara memahami realitas kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan yang pasti ada pada setiap suami.

Berikut saya cuplikkan contoh persoalan yang dikeluhkan istri di ruang konseling, tentang kondisi suami mereka. Anda akan menjumpai hal yang akan saling melengkapi satu dengan yang lainnya, sebagai sebuah perbandingan.

Episode Pertama

“Saya lelah menghadapi suami yang tidak punya inisiatif seperti itu. Suami kok tidak tegas dan tidak bisa memutuskan. Segala sesuatu harus saya yang memutuskan. Setiap kali ditanya, selalu menjawab, "Terserah kamu. Kalau saya tanya apa maunya, hanya diam. Tidak ada jawaban. Saya pengen dia itu tegas dan bisa memutuskan urusan,” ujar seorang istri.

Episode Kedua

“Saya tertekan dengan sikap suami saya. Dia tidak pernah mengajak musyawarah saya. Segala sesuatu selalu diputuskan sendiri. Pendapat saya tidak pernah didengarkan. Seakan saya tidak ada. Saya ingin suami yang lembut dan penuh pengertian, bukan galak dan kasar seperti dia. Setiap saya tanya baik-baik, selalu dijawab dengan kemarahan. Lelah saya hidup dalam ketertekanan seperti ini,” ujar seorang istri.

Episode Ketiga

“Saya kecewa berat memiliki suami yang tidak bisa romantis. Orangnya dingin dan kaku. Tidak ada sisi romantisnya sama sekali. Lelah saya berada dalam suasana yang monoton seperti ini. Saya ingin suami yang mengerti romantisme, saya ingin bahagia,” ungkap seorang istri.

Episode Keempat

“Saya sedih banget dengan sikap suami saya. Sebenarnya dia itu suami yang sangat romantis. Namun sayangnya, sikap romantis itu diberikan kepada siapa saja. Tidak hanya kepada saya. Jadinya saya stres memikirkan suami yang terlalu banyak fans. Di mana-mana dikerubuti perempuan, karena sikapnya yang sangat akrab dan nyaman dengan semua orang,” keluh seorang istri.

Episode Kelima

“Saya sudah tidak kuat hidup menderita seperti ini. Saya terpaksa terbelit hutang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Suami saya penghasilannya sangat kurang jika dibanding dengan kebutuhan hidup kami. Untuk sekedar makan sederhana saja sering kali tidak ada. Sampai kapan saya harus bertahan dalam kesusahan seperti ini? Saya ingin punya suami yang kaya,” keluh seorang istri.

Episode Keenam

“Semua masalah hidup keluarga kami bermula ketika suami saya naik pangkat dan naik gaji. Dulu ia adalah suami yang sangat perhatian dan setia kepada keluarga. Namun semenjak meningkat kemakmurannya, sikapnya menjadi berubah. Memang hidup kami lebih sejahtera, namun saya makin menderita oleh ulahnya. Jika boleh memilih, saya memilih suami saya yang dulu. Suami yang tidak kaya, namun setia,” keluh seorang istri.

Lebih Fokus Melihat Sisi Positif Saja

Itu adalah sedikit contoh keluhan dan curhat di ruang konseling. Rupanya, beginilah hidup. Selalu bercacat, tidak ada yang sempurna. Istri menghendaki sosok suami yang jantan, macho, tegas, berwibawa, pandai mengambil keputusan, kreatif, inovatif, namun juga lembut, sabar, penyayang, selalu mengajak musyawarah istri, penuh pengertian serta penuh perhatian. Sayangnya, suami sempurna seperti itu, sepertinya tidak ada lagi di muka bumi ini....

Kadang kala, suami yang macho dan tegas, bisa dianggap kasar dan galak serta tidak demokratis oleh istrinya. Sebaliknya, suami yang lembut dan memberikan banyak kewenangan kepada istri, bisa dianggap tidak tegas dan tidak bisa memutuskan urusan. Tidak mudah bersikap proporsional dalam urusan seperti ini. Maka cobalah para istri melihat lebih banyak sisi positif pada diri suami, dibanding sisi kekurangannya.

Beginilah hidup. Selalu bercacat, tidak ada yang sempurna. Istri menghendaki sosok suami yang romantis dan penuh kemesraan, namun kadang itu membahayakan karena sifat romantisnya bisa diberikan kepada siapa saja. Hingga ia memiliki banyak fans di mana-mana. Istri kecewa dengan suami yang dianggap dingin dan tidak mengerti romantisme, namun bisa jadi ini bisa membuatnya berjalan lurus tanpa serong ke kanan maupun ke kiri. Ia menjadi suami setia, namun tidak bisa bersikap mesra.

Beginilah hidup. Selalu bercacat, tidak ada yang sempurna. Istri menghendaki suami yang kaya dan bisa memberikan kecukupan untuk semua kebutuhan hidup keluarga. Namun, kadang godaan kekayaan membuat suami melakukan tindakan yang tidak menyenangkan istri. Istri kecewa karena suami tidak memiliki kecukupan ekonomi, namun bisa jadi ini membuatnya menjadi suami yang sabar dan memuliakan istri walau tanpa materi.

Beginilah hidup. Selalu bercacat, tidak ada yang sempurna. Maka, fokuslah melihat dari sisi kelebihan dan kebaikannya. Jangan hanya mencari sisi kekurangan dan kelemahannya. Karena suami Anda hanya manusia biasa, dari planet bumi yang sama dengan Anda. Suami Anda hanya lelaki biasa, yang selalu memiliki kekurangan dan keterbatasan sebagai manusia.

Namun, kebahagiaan tetap bisa Anda dapatkan di tengah kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan tersebut. Sebagai istri, Anda pun memili banyak kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan. Anda juga bukan makhluk sempurna. Maka rumus kebahagiaan itu sederhana. Lelaki yang tidak sempurna, menikah dengan perempuan yang tidak sempurna, mereka berdua menerima ketidaksempurnaan pasangannya, dan selalu berusaha untuk saling menguatkan dalam upaya menjadi lebih baik sesuai harapan pasangan.

Di tengah ketidaksempurnaan Anda berdua, kebahagiaan dan keceriaan tetap bisa Anda nikmati setiap hari, sepanjang Anda berdua pandai menyuskuri tiap tetes nikmat yang Allah berikan. Tetaplah bergandengan tangan dalam menghadapi persoalan kehidupan. Semakin erat genggam tangan pasangan, karena sangat banyak godaan dan tantangan yang ada di hadapan.  

 

Bahan Bacaan

http://nasional.republika.co.id/indeks/hot_topic/perceraian

http://www.dream.co.id/news/angka-perceraian-meningkat-lima-tahun-terakhir-1601200.html

http://www2.jawapos.com/baca/artikel/19299/angka-cerai-gugat-melonjak-dua-kali-lipat-cerai-talak 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun