Di tengah perjalanan tiba-tiba mobil pemandu kami berhenti. Cukup lama kami menunggu, tanpa tahu apa alasan yang membuatnya berhenti. Setelah kira-kira lima belas menit mobil pemandu berjalan. Mobil kami pun ikut berjalan. Tiba-tiba pak Agung sebagai co drivernya mas Eko berteriak-teriak,”Ular . . .ular . . . ada ularrrr . . kenceng . . . gas pollll . . .!!!. Hebohlah suasana perjalanan sore ini, dibuatnya.
Memang benar rupanya, seekor ular yang cukup besar terlindas ban mobil kami,”Ayo cepat, nanti ularnya masuk ke mobil,”kata Pak Agung dengan mimik serius.
Kami semua terpingkal-pingkal menyaksikan adegan kacau ini. Jelas ular berada di luar mobil, lagi pula sudah kelindas mobil sampai jalannya terseok-seok, masih dibilang nanti ularnya masuk ke mobil kita. Memang kadang jalan bareng senior itu plus minus. Plus-nya kita bisa mendapatkan banyak kalimat bijak sebagai bekal hidup yang lebih nyaman, damai, sentausa, gemah ripah loh jinawi. Minus-nya kalau ada ular suka panik. Bisa-bisa ... kabuuurrrr...
Akhirnya kami meninggalkan area pertambangan. Di perjalanan tidak banyak hal yang kami perbincangkan. Di langit nampak secuil bulan yang remang-remang. Maklum ini gerhana bulan. Dan konon ini adalah gerhana bulan yang langka. Kata pak Agung malam ini tiga proses alam terjadi sekaligus yaitu blood moon, blue moon dan super moon. Konon fenomena alam serupa terakhir terjadi pada tanggal 31 Maret 1866. Wah berarti itu terjadi seratus lima puluh tahun yang lalu dong. Percaya saja deh kalau yang ngomong senior. Soalnya kalau gak percaya bisa berabe!
Mobil kami melaju dengan kencang, menyusuri jalan aspal menembus perkampungan para transmigran. Akhirnya kami memasuki kota Tanjung Redeb bersamaan dengan orang-orang menunaikan ibadah sholat gerhana.
Kami tidak langsung menuju mess Pos Pajak Berau, tapi kami memilih untuk mengisi perut terlebih dahulu. Mas Sigit yang berperan sebagai driver, rupanya sudah sangat faham di mana kami harus memenuhi kebutuhan gizi kami yang terkuras seharian. Maka dipilihlah sebuah kafe yang cukup tenang di seberang sungai Segah di pinggiran Kota Tanjung Redeb. Dari tempat ini kami bisa melihat gemerlapnya lampu menghiasi kota Tanjung Redeb yang damai. Sedamai hati Pak Agung yang sudah terbebas dari ancaman ular sore tadi. Sungguh ini sebuah perjalanan yang cukup berkesan, banyak hikmah kehidupan yang kami dapatkan. Sampai bertemu di perjalanan berikutnya ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H