Mohon tunggu...
Syam ibnu Ram
Syam ibnu Ram Mohon Tunggu... Human Resources - ASN

Pegiat Keayahan (https://www.ayahkeren.com/search/label/Kolom%20Ayah?&max-results=6)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menapak Jejak Petugas Pajak di Bumi Moyangnya Orang-orang Dayak

11 Februari 2018   10:48 Diperbarui: 11 Februari 2018   20:18 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar pukul sembilan tim kami berangkat. Kami keluar dari Pos Pajak Berau menuju ke arah Kecamatan Teluk Bayur. Setelah melalui jalan beraspal kami mulai menapaki  jalan tanah yang kesehariannya hanya dipakai sebagai jalur pengangkutan material batu bara dari site tambang ke Jetty (pelabuhan). Lumayan jauh. Kata orang tambang jaraknya tak kurang dari tiga puluh kilometer. Pemandangan selama perjalanan cukup menyejukkan mata. Selama perjalanan mata ini dimanjakan oleh lebatnya hutan kalimantan yang masih perawan. Suara-suara burung, kerap terdengar dari rerimbunan pohon yang menghampar luas di kanan kiri jalan. Sementara di sebelah kiri kami gunung kapur berdiri megah, angkuh menghadap langit. Kami cukup mendapatkan hiburan.

Lamat-lamat kami mendengar deru truck pengangkut batu bara berpadu dengan suara deru mesin eskafator memecah kerasnya batu bara. Di depan kami tampak hamparan tanah galian batu bara. Berhektar-hektar tanah bekas hutan di wilayah ini telah berubah menjadi galian tanah yang cekung ke bawah bak danau kering bertahun-tahun. Panas matahari bercampur debu yang beterbangan menjadikan lingkungan ini terasa tidak bersahabat.

Imajinasi saya bermain-main ke lembah dan bukit yang membentang di hadapan kami. Imajinasi ini mengembara ke masa silam, beberapa puluh tahun ke belakang. Saya meyakini bahwa berpuluh tahun yang lalu lembah dan bukit di tempat ini adalah hutan yang sangat lebat.

Kalimantan memang dianugerahi hutan yang lebat dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kekayaan ini menjadi hak setiap warga negara untuk memanfaatkan bersama-sama demi kepentingan seluruh anak negeri untuk mewujudkan kemakmuran bersama-sama. Namun dalam perkembangannya ternyata kekayaan hutan kita hanya bisa panen oleh pihak tertentu dengan konsesi yang kadang kurang menguntungkan rakyat.

Hutan dengan seluruh kekayaannya tersebut dieksploitasi sampai habis. Ketika aktivitas loging sudah kehabisan bahan, mereka menggali ke dalam tanah untuk mengambil emas hitam yang memiliki nilai ekspor sangat menggiurkan itu. Lagi-lagi rakyat sebagai pemilik sah dari bumi Borneo ini hanya kebagian sedikit saja. Pemerintah turun tangan, atas nama rakyat membuat regulasi untuk mengenakan pajak atas aktivitas bisnis mereka.

Di tataran teknis tugas ini dibebankan kepada pegawai pajak. Di sinilah perlunya mensosialisasikan tugas mulia para pegawai pajak ini kepada publik. Pada hakikatnya pegawai pajak itu berperan sebagai wakil rakyat untuk mengambil haknya atas kekayaan negara yang sering hanya dinikmati oleh sebagian orang saja. Di sini tugas pegawai pajak untuk mengambilkan jatah rakyat, untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembangunan. Hanya sayangnya kadang tugas mulia ini kadang tidak tersosialisasikan dengan baik, bahkan kadang pemahaman yang keliru tentang pegawai pajak pun masih muncul.

Tak terasa hampir tiga jam kami memeloti site tambang sambil menggali data terkait dengan aspek perpajakannya, proses bisnis di sektor pertambangan batu bara, tentang rekanan yang menjadi mitra bisnisnya dan lain-lain. Menjelang sore kami pulang, karena kami tidak mungkin untuk melanjutkan ke site tambang berikutnya. Kami memutuskan besok saja kami telusuri site tambang yang berada di kecmatan Segah.

Singkat cerita menjelang pukul sembilan malam kami sampai di mess Pos Pajak Berau. Orang tambang yang menyertai kami tampak agak keheranan melihat mess kami. Dia bilang mess ini kecil tapi kok bisa menampung enam orang? Memangnya ada berapa kamar pak, tanya beliau. Buru-buru kami meralat bahwa jumlah kami bukan sekedar ber enam. Kami sebelas orang. Enam orang rombongan kami ditambah lima orang petugas piket di pos. “Memang kamarnya ada berapa?”tanya beliau mengulang pertanyaan awal. “Kamarnya sih cuma ada tiga, tapi kasurnya banyak pak’’ jawab kami yang disambut tawa bersama.

Kalau saya pikir-pikir mess Pos Pajak Berau ini memang ajaib. Messnya kecil. Kamarnya cuma ada tiga buah. Tapi mampu menampung belasan orang di dalamnya. Ajaib! Maka tak mengherankan jika si orang tambang tersebut keheranan. Begitulah mulianya orang pajak. Mulia pada tugasnya juga mulia hatinya.

Malam itu di mess kami tidak banyak cerita lagi. Kami semua diselimuti rasa penat. Setelah membersihkan diri, masing-masing kami lebih memilih untuk konsentrasi bersama bantal-bantal kami, karena besok pagi masih harus merampungkan perjalanan etape ke tiga seri dua. Karena masih ada sisa site tambang yang kemarin kami sisakan, karena kehabisan waktu untuk mengunjunginya.

Pagi pun menjelang. Tak ada kokok ayam di sini, maklum ini perkotaan. Yang ada hanya suara burung gereja bersahut-sahutan. Kami faham bahwa hari sudah beranjak siang. Kami harus segera bersiap merampungkan etape yang tersisa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun