“Itu . . .ya itu . . yang namanya mengeluh. Orang-orang yang kurang bersyukur dan suka mengeluh selalu tidak mau kalau diingatkan. Ya sudah kalau bagitu, . . . .bagaimana kalau nanti sore kita sowan ke rumah Kyai Mudzakir Ngabetan. Kita ngaji babagan njogo ati, sabar dan tawakal. Ini ilmu tuwo. Biar kita bisa ngoreksi awak sendiri. Gimana ?” tanya pak Syam.
“Oke . . . siapa takut ?” jawab kang Gino.
Sore itu, ba’da maghrib persis keduanya pergi menuju ke rumah Kyai Mudzakir. Kyai muda nan sederhana yang juga seorang breeder burung kesohor dan sudah kawentar ke setengah pulau Nusantara ini memang kerap menjadi rujukan untuk menanyakan hal-hal yang menyangkut hati seperti ini. Beliau ini memang spesialis mengobati hati, ibaratnya beliau ini memiliki bengkel hati tempat memperbaiki semua hati yang kurang beres bahkan hati yang rusak juga bisa diperbaiki di sini.
Pak Syam dan kang Gino berboncengan melaju menuju Dusun Ngabetan . . .
Kumandang adzan isya’ menggema di cakrawala langit Ngabetan. Seluruh isi alam Desa Ngabetan tunduk tertegun hanyut dalam suasana syahdu kemerduan suara muadzin dalam menggemakan keagungan dzat Ilahi Robbi.
Burung-burung jalak bali, cucak rawa dan murai batu dikandang-kandang para penangkar burung Dusun Ngabetan bertafakur dalam bahasa yang hanya nabi Sulaiman As yang bisa mendengar dzikir mereka. Pun ikan-ikan di Rowo Jombor, bertasbih mensucikan asma dan sifatNya. Mereka tak henti-hentinya mensucikan namanya dan memuji kebesaran Allah Rob pencipta alam.
Pak Syam berbelok masuk ke halaman masjid istiqomah. “Pak Syam kok berhenti di sini. Kan rumahnya pak Kyai Mudzakir tingal deket situ. Kok ndadak mampir segala !” protes kang Gino.
“Ini waktunya sudah masuk isya’. Ini saatnya kita laporan pada yang di atas bahwa kita sudah menjalani hidup dengan baik, burung-burung sudah dirawat dengan baik dan hasilnya juga baik. Ini waktunya kita menutup hari ini dengan sujud syukur kepada Gusti Allah. Ngerti ra cah bagus. Lagian pak Kyai kan juga ke masjid to ,” kata pak Syam ketus. Mereka berdua segera mengambil air wudhu.
Malam ini Masjid Istiqomah suasananya agak lain. Di serambi masjid berjejer rapi gelas-gelas minuman, yang di tata oleh muda-mudi Remaja Masjid Istiqomah. Beberapa kotak snack bertumpuk di sebelahnya.
Kang Gino keheranan, “Apa orang yang sholat di sini dikasih snack ya. Wah itu pasti sholatnya tidak ikhlas. Sholatnya karena pingin snack,” bisik hati kang Gino.
Sejurus kemudian muadzin mengumandangkan iqomat. Jama’ah larut dalam kekhusu’an masing-masing. Imam sholatnya, yang tak lain Kyai Mudzakir sendiri, melantunkan ayat-ayat qur’an dengan sangat tartil. Suara baritonnya yang mirip dengan Syaikh Al Khushori benar-benar menyihir jama’ah dan membuatnya larut dalam kekhusyu’an. Inilah efek yang muncul dari perpaduan jiwa penangkar burung dan jiwa imam masjid yang nyaris sempurna. .. weleh-weleh .. . jan jos tenan Lik . . .