Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Kekasih Idaman

13 Agustus 2016   15:12 Diperbarui: 13 Agustus 2016   15:21 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Apa yang hati kita rasakan, merupakan sebuah teka-teki. Seperti cinta, datang tak bisa di tawar, pergi pun tak mungkin kita cegah.

"Aku mencintaimu, Mas. Tanpa syarat."

"Apa yang menarik dariku? Hidupku pas-pasan."

"Aku hanya butuh kasih-sayang. Aku bisa mencari materi sendiri."

Sosok wanita tangguh, ia datang di saat hatiku kesepian. Hampir tiga tahun didera kegundahan, membuatku jatuh untuk kedua kalinya.

"Cintaku hanya sederhana, apakah kamu tidak menyesal nantinya?"

"Itu sudah lebih dari cukup buatku, Mas."

Cukup singkat waktu yang kami jalani. Hanya tiga bulan kenal, cinta telah hadir di antara kami. Lamanya waktu tak menjamin akan tumbuh sebuah perasan, tidak mustahil pula, waktu yang singkat mampu mengikat dua hati.

Bahkan hubungan kami hanya melalui chating, hanya bertukar poto, tak lebih. Mendengar suara pun belum pernah.

Siap dia ya? Kenapa selalu memerhatikanku? Apakah tertarik? Apa yang menarik dari seorang Kuli Bangunan sepertiku?

Ia berada jauh di sebelah barat dari tempat tinggalku. Tepatnya, ia berada di sebuah kota di Jawa Tengah.

Sehari, seminggu, sebulan, waktu terus berlalu, dan semakin akrab hubungan kami. Tanpa jeda, komunikasi yang berjalan apa adanya. Dari perbincangan setiap hari, terkuak tabir yang menyelimuti hidupnya.

Setelah saling mengutarakan perasaan kami, setiap hari semakin insten berkomunikasi. Malam pun tak sepi lagi. Selalu hadir pembicaraan segar saat penat mendera raga.

"Kapan kita bisa ketemu, Dek?" tanyaku saat kami ngobrol, tepatnya chating melalui WA.

"Aku yang akan menemuimu, Mas. Sabar, ya?"

"Kapan?"

"Nggak lama lagi, Mas."

Tabirnya tersibak, tapi gelapnya masih belum tertembus. Aku mulai gelisah, karena Mayang Sari tidak berkenan bila di telepon. Keraguan menyusup dalam pikiranku. Mungkinkah statusnya tidak sesuai dengan yang ia ceritakan? Entahlah, aku masih berusaha merangkai semua kisah yang ia ceritakan.

Saat keraguan semakin meracuni pikiran, ia berjanji akan menemuiku.

"Jemput aku di ujung jalan, Mas."

"Kapan, Dek?"

"Sekarang!"

Aku terkejut, benar-benar sebuah kejutan. ia tak memberitahu sebelumnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju ujung jalan tempat tinggalku. Malam yang dingin tak kuhiraukan. Hanya butuh sepuluh menit untuk mencapai tempat yang dimaksud.

"Kamu di mana, Dek? Aku sudah sampai di ujung jalan nih."

"Aku di sebelah barat, di Halte, Mas."

Ujung jalan adalah perempatan. Sebuah pintu masuk menuju area rumahku. Dari perempatan terlihat Halte yang dimaksud. Ada seorang wanita yang duduk di sana. Hatiku berbunga, ternyata ia tak membohongiku.

Bergegas langkahku menuju Halte itu. Semakin dekat, semakin jelas wanita yang mengaku Mayang Sari, pacarku.

Ciri-cirinya sama persis dengan yang digambarkan selama ini. Hanya saja, rambutnya lurus panjang sepinggang.

"Mayang?!"

"Mas Adi?!"

Sebuah kejutan yang mengharuskan mulutku terbuka lebar. Seorang wanita cantik dan usianya masih muda, terpaut jauh dengan usiaku.

"Kamu masih terlihat muda, Dek."

"Masaka ce, Mas? Ternyata Mas Adi tanpan juga."

Kami pun menikmati pertemuan dan kebersamaan malam itu. Semangat menyala dalam diriku. Apa yang selama ini kami bicarakan, tidak ada yang melenceng.

Hanya dua jam kami bertemu, itu pun hanya sekedar ngobrol karena Mayang tidak bersedia kuajak ke rumah. Setelah itu ia balik malam itu juga. Agak aneh sebenarnya, perempuan berpergian seorang diri di tengah malam. Tapi, itu sudah kemauannya, aku tak mampu mencegahnya.

Terkadang, apa yang terlihat mustahil, bisa terjadi juga pada kehidupan kita.

Selang beberapa minggu setelah pertemuan itu, Mayang menghilang. WA-ku tidak pernah terkirim, nomor ponselnya juga tidak aktif. Kejurigaan mulai membekap hatiku.

Aku mencoba mencari tahu pada teman-teman facebook-nya, tapi nihil. Hanya setiap hari aku mencoba menghubungi ponselnya, agar begutu nomornya aktif, dia tahu aku mencarinya.

Ketika aku dalam kegundahan, ponselku berdering.

"Hallo..., assalamuallaikum, maaf, dengan siapa ini?"

"Maaf, ini dengan siapa? Saya Indah. Kenapa nomor ponsel Mas ada dalam posel anak saya?"

"Bu Indah, apanya Mayang Sari?"

"Saya Ibunya, Mas."

"Ibunya?!"

"Iya, betul, Mas ini siapa?"

Aku bicara panjang menjelaskan hubunganku dengan Mayang. Akhirnya Ibu Indah mengerti apa yang kami alami.

"Tapi ini aneh, Nak Adi. Anak saya..., anak saya...."

"Kenapa Mayang, Bu?"

"Anak saya itu sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Ia kecelakaan saat mengendarai mobil sambil sibuk dengan ponselnya. Hanya ponsel peninggalannya yang masih ibu simpan, tapi kondisinya mati. Apa mungkin ponsel dalam kondisi mati bisa berfungsi?"

"Apa, Bu?! Jadi... jadi Mayang Sari sudah meninggal?!"

Aku tak percaya dengan penjelasan wanita itu. Tidak masuk akal, tapi, entahlah. Apa mungkin ini rekasa Mayang untuk menghindar dariku? Atau memang kenyataannya seperti itu? Entahlah..., aku hanya bisa menyimpan rasa kecewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun