PENDAHULUANÂ
Perubahan sosial budaya merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan
manusia. Seiring dengan dinamika zaman dan kehidupan manusia yang berkembang. masyarakat senantiasa mengalami perubahan dalam berbagai bidang kehidupannya. Perubahan ini dapat terjadi secara bertahap atau tiba-tiba, dipicu oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pola pikir, nilai, norma dan perilaku individu dan kelompok sosial, Perubahan sosial budaya meliputi perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan, termasuk segi di bidang ekonomi, politik, teknologi dan khususnya nilai-nilai, standar dan tradisi yang membentuk identitas masyarakat Fenomena ini menjadi fokus utama kajian sosiologi dan antropologi, karena pemahaman terhadap perubahan dan transformasi sosial budaya merupakan kunci untuk memahami lebih dalam dinamika masyarakat. Dalam konteks globalisasi yang semakin meluas dan kompleks, masyarakat perubahan budaya
itu penting selalu lebih cepat dan lebih beragam. Masyarakat modern menghadapi tantangan untuk mempertahankan identitas budayanya sekaligus beradaptasi dengan pesatnya arus globalisasi. Hal ini menimbulkan berbagai perdebatan dan konflik intemal di masyarakat, baik yang berkaitan dengan perlindungan nilai-nilai tradisional maupun penerapan nilai-nilai baru yang dibawa oleh arus global. Pendekatan multidisiplin Kajian terhadap perubahan dan transformasi sosial budaya menunjukkan bahwa kompleksitas dan keragaman dinamika sosial di berbagai belahan dunia. Jika proses-proses tersebut dapat dipahami dengan lebih baik. diharapkan masyarakat mampu mengelola perubahan secara bijak dan menciptakan kehidupan. bersama yang harmonis dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pada artikel kali ini kita akan membahas lebih jauh mengenai perubahan dan perubahan sosial budaya, serta pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat modern.
PEMBAHASAN
A. Perubahan Sosial Budaya pada Masyarakat
Perubahan sosial adalah suatu perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terkait dengan pola
pikir, sikap sosial, norma, nilai-nilai, dan berbagai pola perilaku manusia di dalam masyarakat.
Setiap individu atau suatu masyarakat pasti akan mengalami perubahan secara terus-menerus. Hal
ini terjadi karena setiap individu dan anggota kelompok masyarakat memiliki pemikiran dan
kemampuan yang terus berkembang.1
Menurut antropologi, "kebudayaan" adalah suatu system gagasan, tindakan, dan hasil kerja
manusia yang dipelajari manusia sebagai miliknya. Artinya hamper seluruh aktivitas manusia
bersifat "kultural", karena hanya sedikit aktivitas manusia dalam masyarakat sebagai bagian
kehidupan yang tidak perlu dipelajari, yaitu hanya sebaggian aktivitas naluri, Sebagian refleksi,
Sebagian tindakan yang muncul dari masyarakat. Proses atau perilaku fisiologis. "Kebudayaan"
berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti
"Akal/pikiran". Dari kakar kata tersebut, "kebudayaan" dapat diartikan sebagai " hal-hal yang
berhubungan dengan akal". Ada pula pendapat lain yang memandang kata "kebudayaan" sebagai
pengembangan dari berbagai budidaya yang berarti "kekuatan pikiran". Jadi dapat dikatakan
bahwa "kebudayaan" adalah hasil cipta, tujuan, dan perasaan. Istilah "antropologi budaya"
memiliki perbedaan yang perlu dihilangkan. Kata "kebudayaan" yang digunakan disini hanya
merupakan singkatan dari kata "kebudayaan" yang mempunyai arti yang sama.2
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan "sosial budaya", karena manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Perubahan sosial biasanya diartikan
sebagai proses perubahan terhadap tatanan/struktur Masyarakat yang melibatkan pola piker, sikap
dan kehidupan sosial menuju kehidupan yang lebih baik. Dapat disimpulkan bahwa segala
perubahan sosial pada struktur sosial masyarakat tidak mengalami kemajuan, bahkan dapat
dikatakan mengalami kemunduran.3
Perubahan dalam masyarakat terjadi melalui pengenalan unsur unsur baru. Unsur- unsur baru
ini diperkenalkan kepada masyarakat dalam dua cara, yaitu dengan penemuan baru ( invensi) yang
terjadi dalam masyarakat itu dan masuknya pengaruh masyarakat lain. Menurut Syamsir Salam,
suatu proses perubahan tentang struktur dan fungsi sistem- sistem sosial setidaknya terjadi dalam
tiga tahap:
1. Invensi; yakni suatu proses dimana perubahan itu didasari dari dalam masyarakat itu sendiri,
diciptakan oleh masyarakat itu sendiri yang kemudian muncullah perubahan- perubahan.
2. Diffusi; dimana ide- ide atau gagasan yang didapat dari luar itu kemudian dikomunikasikan
dalam suatu masyarakat.
3. Konsekwensi; yaitu adanya hasil dari pada adopsi terhadap perubahan tersebut.
Suatu perubahan yang terjadi baik dari faktor- faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri
maupun berasal dari luar masyarakat itu (hasil teknologi baru) tidak selalu menghasilkan akibat-
akibat yang sama. Adakalanya terjadi perubahan kecil yang dampaknya kurang berarti, akan tetapi
telah terjadi suatu perubahan. Di lain pihak akan terlihat bahwa dalam berbagai bidang perubahan
terjadi dengan lambat sekali di dalam suatu masyarakat, dalam hal ini diwakili oleh para
pemimpinnya. Dari suatu proses perubahan akan lebih mudah terjadi apabila masyarakat yang
bersangkutan bersikap terbuka terhadap hal- hal atau masalah baru baik dari luar maupun dari
dalam.
Transformasi sosial dapat terjadi dengan sengaja dan memang dikehendaki oleh masyarakat.
Sebagai contoh, diprogramkannya untuk pembangunan supaya yang tidak menyenangkan menjadi
keadaan yang disenangi; kemiskinan diubah menjadi kesejahteraan, budaya pertanian diubah
menjadi budaya industri. Dengan direncanakan bentuk transformasi yang disengaja ini
manajemennya lebih jelas, karena dapat diprogramkan dengan melihat perubahan- perubahan yang
terjadi. Transformasi tidak sengaja dapat terjadi karena pengaruh dari dalam masyarakat itu sendiri
maupun adanya pengaruh dari luar masyarakat. Misalnya dengan masuknya teknologi baru selalu
mempunyai pengaruh tidak disengaja terhadap masyarakat. Untuk transformasi yang tidak
disengaja maka sukar ditentukan manajemennya, karena jalannya proses tidak bisa diantisipasi,
juga tidak jelas proses transformasi itu akan berakhir dan berapa cepat atau lama.
Perubahanperubahan akibat transformasi tidak disengaja menimbulkan kegoncangan sosial dalammasyarakat. Namun pada akhirnya masyarakat akan sampai pada suatu stabilitas sosial baru,
karena masyarakat tidak bisa berada dalam keadaan ragu terus menerus.4
Perubahan masyarakat manusia yang berlangsung dari zaman ke zaman melalui transformasi
sosial-budaya telah menghasilkan terbentuknya 5 (lima) tipe masyarakat praindustri (preindustrial
societies) dan industrial (industrial societies), sebagai berikut.
1. Masyarakat Pemburu-Pengumpul (Hunting & Gathering Societies)
Terdiri dari segerombolan kecil orang-orang nomadik yang berpindah-pindah dan
mengandalkan kehidupannya dari berburu binatang, menangkap ikan, dan mengumpulkan
tanaman dan buah-buahan yang dapat dimakan; tak banyak perbedaan di antara anggota
masyarakat dan antar masyarakat mereka; perbedaan tingkatan atau jabatan terbatas pada
umur dan jenis kelamin, dengan laki-laki berburu binatang atau menangkap ikan,
sedangkan wanita mengumpulkan bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan; kelebihan
personal yang dimiliki semata-mata berdasarkan ketrampilan dan kemampuan personal
merupakan suatu bentuk keunggulan yang tak bisa secara sosial ditularkan kepada anak-
anak keturunannya; mereka kira-kira hidup sejak 50.000 tahun yang lalu sampai tahun
7000 sebelum Masehi (Giddens, 1991: 54; Ritzer, 1979: 232; Lenski, 1966; Vago, 1989:
172), dan sekarang hampir punah (Giddens, 1991: 54).
2. Masyarakat Penggembala (Pastoral Societies)
Yaitu masyarakat yang tergantung pada pemeliharaan binatang ternak untuk bahan
makanan sendiri; jumlahnya antara beberapa ratus orang sampai ribuan orang; mereka
ditandai oleh perbedaan khusus dan dipimpin oleh para kepala kelompok dan rajaraja
perang; masa mulai hidupnya sama dengan masa hidup masyarakat pertanian desa, dan
sekarang sebagian besar menjadi bagian dari pemerintahan masyarakat yang besar, dan
cara-cara hidup tradisional mereka menuju kepunahan (Giddens, 1991: 54).
3. Masyarakat Pertanian Desa (Village Agrarian Societies)
Menurut Giddens (1991: 54), merupakan masyarakat yang berbasis komunitas-
komunitas pedesaan yang kecil, tanpa kota-kota dengan mata pencaharian utama bertani, dan sering ditambah dengan berburu binatang atau ikan dan mengumpulkan tanaman;
ditandai dengan perbedaan yang lebih tajam daripada masyarakat pemburu dan
pengumpul, dan dipimpin oleh para kepala (chiefs); mereka hidup sejak 12.000 tahun yang
lalu hingga sekarang, dan sebagian besar sekarang menjadi bagian dari satuan politik dan
pemerintahan sehingga kehilangan identitas khususnya. Sedangkan Ritzer (1979: 233-4)
menyebut, masyarakat agrarian menguasai peradaban dari masa tahun 3000 sebelum
Masehi hingga tahun 1800 sesudah Masehi, dengan tanah-tanah pertanian yang sangat luas
dan tempat-tempat tinggal permanen sehingga menghasilkan panenan berlimpah yang
dimungkinkan oleh inovasi teknologi seperti alat pertanian bajak yang secara efisien ditarik
oleh hewan. Lenski (1966) juga mencatat terjadinya peningkatan produksi dan kelebihan
pangan yang tajam dalam masyarakat pertanian ini sehingga mengalami kemajuan dalam
transportasi, komunikasi, perteknikan, dan teknologi militer; demikian pula bentuk-bentuk
baru dalam hubungan kekuasan muncul dalam wujud negara-kota, kekuasaan birokrasi,
atau feudalisme sehingga sangat berkembang kelompok sosial dengan struktur dan
stratifikasi sosial yang maju, unggul, turun-temurun, dan penyebabpenyebab perbedaan
terutama bersifat ekonomik. Era masyarakat-masyarakat pertanian yang tercatat meliputi
masyarakatmasyarakat Mesir kuno dan Cina, melampaui Abad Pertengahan hingga
permulaan masyarakat industrial moderen; dalam era ini sistem kenegaraan tumbuh dan
menjadi lembaga pusat (Ritzer, 1979: 233-4; Vago, 1989: 172).
4. Masyarakat Pertanian Tradisional Maju (Advanced Traditional Agrarian Societies)
Dalam masyarakat ini, pertanian masih merupakan andalan sistem ekonominya, akan
tetapi kota-kota hidup sebagai pusat perdagangan dan produksi; sebagian pemerintahan
masyarakat tradisional bisa sangat luas, dengan warga berjumlah jutaan orang, meskipun
sebagian besar sangat terbatas dibandingkan masyarakat industrial yang besar sekarang ini;
pemerintahan tradisional memiliki aparat pemerintahan khusus, dipimpin oleh raja atau
kaisar, dengan perbedaan tingkatan-tingkatan di antara kelaskelas sosial yang berbeda-
beda. Oleh Giddens (1991: 54-55) disebutkan, masyarakat tradisional telah hidup sejak
6.000 tahun sebelum Masehi sampai abad ke-19; sebagian besar pemerintahan tradisional
atau bahkan semuanya sekarang punah; sedangkan Ritzer (1979) mengatakan bahwa
masyarakat tradisional ini agaknya hidup sezaman dan bersamaan dengan masyarakatagrarian, namun sudah lebih maju karena masyarakat pertanian ini sudah mengembangkan
kotakota sebagai pusat-pusat perdagangan dan produksi, sehingga dapat dikatakan sebagai
masyarakat pertanian-tradisional atau tradisional pertanian kompleks dan maju, sebagai
bagian dari masyarakat-masyarakat pra-industrial, yang sudah lanjut, atau maju (complex
and advanced traditional agrarian societies).
5. Masyarakat Industrial (Industrial Societies)
Yang hidup pada zaman moderen, mulai tumbuh bersamaan dengan Revolusi
Industri di Inggris yang berlangsung pada antara tahun-tahun 1760 dan 1830 (abad ke 18-
19) (Ritzer, 1979) dan diwarnai dengan protes-protes keras berkesinambungan oleh
masyarakat (Stearns, 1972). Masyarakat industrial moderen merupakan tipe masyarakat
terakhir dalam transformasi sosial-budaya dan perkembangan peradaban masyarakat
manusia, sebelum kemudian berkembang mulai akhir abad ke 20 tipe masyarakat pasca-industrial (post industrial societies) dalam masyarakat pasca moderen (postmodern societies) (Bell, 1973). Kemajuan masyarakat industrial ditandai dengan dominasi
kegiatan-kegiatan sosialbudaya dan ekonomi berbasis industri manufaktur atau
pemrosesan atau pengolahan (manufacturing/processing industries).
Masyarakat Pascaindustrial (Postindustrial Societies)
Sesungguhnya adalah tahapan akhir dari masyarakat industrial, yang setidak-
tidaknya berkembang mulai pada akhir abad ke-20 dan mencapai puncak kemajuannya
pada abad ke-21. Selain dukungan manajemen dan teknologi sebagaimana dicapai oleh
masyarakat industrial dengan aktivitas-aktivitas industri manufaktur, pemrosesan,
pengolahan (manufacturing/processing industries), masyarakat pascaindustri pada abad
ke-21 mengembangkan keunggulan teknologi informasi (information technology) yang meliputi teknologi keuangan (financial technology/fintech) dan teknologi media social (social media technology).
B. Transformasi Sosial Budaya dalam Masyarakat Indonesia transformasi sosial budaya dapat dipahami sebagai perubahan besar dan menyeluruh
tergantung pada bentuk dan ciri-ciri masyarakat dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain,
sehingga menjadi lebih baik atau lebih berkembang. Masyarakat pasca-industri (post-societies)
merupakan kelanjutan dari masyarakat industri ( development of industrial society), yang
berkarakteristik masyarakat penyedia industri jasa masyarakat dengan teknologi informasi
terbaik di bidang industry ( industry jasa ), khususnya teknologi keuangan ( fintech) dan
teknologi media sosial serta sebagai teknologi perangkat yang sangat canggih. Masyarakat
industry dan masyarakat pasca industry seperti Indonesia sebenarnya berlatar belakang atau
bertumpu pada masyarakat pertanian dan Perkebunan, bahkan masyarakat pemburu termasuk
pengumpul ikan dan tumbuhan serta tumbuhan liar di darat, laut, dan udara hingga saat ini.
Memeprtimbangkan transformasi sosial budaya dengan tahapan-tahapan yang dicapai
dalam tipologi masyarakat pra-modern dan modern, aganya masyarakat-masyarakat di wilayah
kepulauan Indonesia pun mengalaminya, bahkan hingga sekarang semua tipe masyarakat
tersebut masih hidup sebagai tipe-tipe masyarakat pemburu-pengumpul, seperti pemburu
hewan dihutan dan Semak-semak, dan nelayan tradisional, serta masyarakat pengumpul hewan
dan penggembala dan pekebun, menjadi tipe peninggalan budaya di banyak wilayah yang
maju maupun yang hamper punah sebagian lagi seperti tipe-tipe masyarakat pekebun,
masyarakat pertanian dan masyarakat pertanian dan masyarakat tradisional, atau tipe
masyarakat pertanian-tradisional atau tradisional-pertanian, atau pertaniantradisional-feodal,
masih hidup dan berkembang, hidup bersama sebagai suatu entitas bangsa, yang hidup di
wilayah-wilayah terpencil-pedalaman-terasing, di desa-desa, desa-desa-kota, di kota-kota
kecil, bahkan di kota-kota besar dan metropolitan. Berbagai tipe masyarakat ini semua menjadi bangsa Indonesia.
KESIMPULAN
Perubahan dan transformasi sosial budaya pada masyarakat adalah proses yang terus
berlangsung seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik. Proses ini melibatkan perubahan dalam nilai-nilai, norma, kepercayaan, dan perilaku
masyarakat. Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan dan transformasi sosial budaya. pada masyarakat antara lain globalisasi, teknologi, urbanisasi, migrasi, dan perubahan demografi. Globalisasi, misalnya, telah membawa pengaruh besar pada budaya dan nilai-nilai masyarakat, seperti adopsi budaya populer dan pengaruh media sosial. Transformasi sosial budaya juga dapat mempengaruhi struktur sosial dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Misalnya, perubahan dalam nilai-nilai dan norma dapat mempengaruhi hubungan antara individu dan kelompok, serta mempengaruhi cara masyarakat berinteraksi dan berkomunikasi. Namun, perubahan dan transformasi sosial budaya pada masyarakat juga dapat membawa dampak positif, seperti meningkatkan kesadaran akan hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan keberagaman budaya. Hal ini dapat membawa perubahan positif dalam masyarakat dan memperkuat hubungan antara individu dan kelompok. Dalam kesimpulannya, perubahan dan transformasi sosial budava pada masyarakat adalah proses yang terus berlangsung dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Meskipun dapat membawa dampak negatif, perubahan ini juga dapat membawa dampak positif dan memperkuat hubungan antara individu dan kelompok dalam masyarakat.Â
DAFTAR PUSTAKA
Goa, L. Perubahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat ( Jurnal Kateketik dan Pastoral, 2017, 2(2)), hlm.56-57.
Kistanto, N. H. (2018). Transformasi sosial-budaya masyarakat Indonesia. Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, 13(2), 169-178.
Koentjoraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru,2003), hlm.25
Munthe, G. E. (2024). Antropologi & Sosiologi Hukum Zaeny, A. (2005). Transformasi sosial dan gerakan Islam di Indonesia. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 2(1), 153-165.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H