Mohon tunggu...
Saifuddin Du
Saifuddin Du Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aku adalah apa yang ada di hatiku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Katak Bicara Cinta

24 Januari 2012   01:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:31 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hahahahaha, dari dulu sampai sekarang tetap itu saja masalahmu, Sai,” katanya sambil tertawa bahagia.

Aku hanya tersenyum kecut. “Sialan!” gumamku. Tetapi aku pun merasai, siapapun akan menertawakanku setelah mengetahui sepenggal kisah ini. “Nanti bantu aku nyari, Wan ya!” pintaku kemudian. Dan Iwan pun menyanggupinya. Pembicaraan menjadi semakin hangat dan meluas ketika segelas es krakatau memenuhi dahaga kami. Selesai minum kami pun segera meninggalkan warung Cak Edi menuju asrama.

“Susah Sai, nyari katak yang bisa bicara cinta,” kata Iwan sambil berjalan.

Aku pun menyetujuinya. Hal itu sejak semula memang menjadi keberatanku juga. Keberatan yang menyebabkan darahku melambatkan alirannya, paru-paruku menyesakkan nafasnya dan otakku memeras segala isi di dalamnya. Sebentar lagi malam pun segera datang bermadikan cahaya bulan dan bintang. Pasti akan semakin sukar mencarinya, mencari katak yang bisa bicara cinta itu.

“Nanti kita coba cari di taman Alhusna Sai, di sekitar pagar ndalem-nya Pak Kiai. Barangkali binatang itu bersembunyi di sana,” kata iwan melanjutkan.

Kami pun berjalan dan terus berjalan. Tiba-tiba di depan Akper PPDU, tepatnya di depan pintu auditorium, terlihat sesuatu melompat-lompat. Kami pun berjalan mendekatinya, semakin berada di kedekatan semakin jelaslah ia. Dialah KATAK, binatang yang sedang kucari-cari, kuimpi-impikan, yang mengerti cinta itu. Sekarang ia melompat-lompat di depanku. Dalam lamunan seolah-olah ia bicara kepadaku: Akulah yang engkau cari-cari Sai, dewa telah mengutusku untuk menemuimu, supaya dapat engkau buktikan cinta sucimu. Ah, bahagianya aku.

“Wan, katak Wan,” kataku pada Iwan. “Inilah yang dinamakan pucuk dicinta, ulam pun tiba.”

Iwan hanya tertawa-tawa. Atas permintaanku kemudian ia mencarikan tempat untuk mewadahi katak itu. Tidak lama ia pun mendapatkannya. Sementara aku sendiri, tanpa berpikir-pikir lagi segera kukejar binatang itu. Aku juga berhasil menangkapnya. Entah syetan mana yang merasukiku, sehingga tanpa ragu-ragu aku langsung menangkap binatang yang sebenarnya kutakuti itu. Selesai mewadahinya pada tempat yang ada, aku pun bergegas kembali ke Alhusna, dengan hati yang berbunga-bunga tentunya.

Sesampainya di Alhusna, tak kusadari aku masih begitu bersemangat. Belum puas rasanya kalau kudapat katak hanya seekor, apalagi didapatkan dengan mudah pula. Itu belum sebanding dengan besarnya cinta dan rindu dalam dada. Aku pun mencari katak lagi. Kali ini kuturuti keinginan Iwan yang memintaku mencari di sekitar pagar di depan ndalem-nya Pak Kiai. Adzan maghrib yang berkumandang pun tidak kupedulikan. Dalam otakku yang ada hanya katak yang akan kuberikan pada sang pujaan. Akhirnya aku dapatkan juga seekor lagi. Teman-teman se-asrama yang kebetulan melihat tingkahku, mereka tertawa dengan sendirinya.

Ketika hati berbunga-bunga, malam terasa berjalan kian cepat saja. Dengan tiba-tiba langit pun telah berubah menjadi kegelapan. Bulan yang saat itu bersinar terang seakan mematikan titik-titik cahaya bintang. Di kamar lima, cicak-cicak yang ingin bercengkerama di dinding merasa segan. Mereka merayap keluar mencari angin malam. Di kepalaku sedang tumbuh bayang-bayang indah sang pujaaan. Bayang-bayang itu kemudian menerbangkanku di ketinggian angan dan impian. Teman-temanku saat itu beramai-ramai menggoda. Daus, Iwan, Arfad, Qurmo, Beji dan Mbah melihatku dengan tertawa-tawa. Namun dengan tersenyum, aku menganggapnya sebagai angin lalu saja. Tiada sabar rasanya kutunggu esok hari tiba, saat bertemu dan menyerahkan katak pada si Dinda. Tetapi dibalik itu masih kurasai keraguaan juga, masih belum juga kudapati keberaniaan yang menyala-nyala.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun