Mohon tunggu...
Saifuddin Du
Saifuddin Du Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aku adalah apa yang ada di hatiku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Katak Bicara Cinta

24 Januari 2012   01:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:31 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Begini Sai, si Dinda bilang padaku besok ia ada praktikum. Ia memintamu mencarikan sesuatu,” kata Mbah.

“Apa Mbah, apa yang ia pinta?” tanyaku tak sabar.

Mbah seakan tahu rasaku yang sedang dihujani oleh seribu panah penasaran dari langit. Ia tidak segera melanjutkan perkataan yang telah digenggamnya. Ia malah pandangi aku dengan senyum yang menertawakanku. Senyum yang kurasai sebagai sambaran halilintar tepat di mukaku. Setelah beberapa saat diam tanpa kata, kemudian ia melanjutkan:

“Ia memintamu mencarikan katak, Sai. Besok pagi, sebelum berangkat sekolah, serahkanlah katak itu padanya! Ia akan menunggumu di Garasi Rindu. Kamu pasti bersedia kan?”

Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu persetujuan dariku Mbah terus pergi kembali ke alamnya, Dapur Kenangan. Barangkali ia telah yakin aku pasti akan melakukan apapun buat sang pujaan hati. Sedangkan aku sendiri, belum sempat rasanya aku meyakini ucapannya. Bisa saja ia sedang menggoda sebelum nantinya menertawakanku, seperti halnya yang sering dilakukan teman-teman lain terhadapku. Tetapi hatiku selalu ragu, bagaimana kalau tidak, bukankah ini kesempatan buat menunjukkan cinta yang sedang menginginkan secangkir kopi pengorbanan? Sedangkan waktu terus saja berjalan, bahkan semakin cepat. Rasa-rasanya ia pun ingin ikut menertawakanku yang segera akan menyesali keputusan yang kubuat sendiri.

“Ah katak, di mana juga aku harus mencarimu?” suaraku dalam hati. Tiba-tiba aku menjadi teringat nyanyian masa kecilku: kodok ngorek di pinggir kali. “Kalau saja nyanyian itu benar, tentu akan dengan mudah engkau kutemukan di sungai rejoso yang sedang mengalirkan banyak kehidupan itu. Sedangkan aku sekalipun belum pernah melihatmu di sana, di sepanjang sungai yang setiap pagi kulewati berangkat sekolah. Kalau saja nanti engkau benar-benar kutemukan, bagaimana juga aku bisa menangkapmu? Sedang melihatmu saja, geli dan ciut rasanya hatiku. Belum lagi bagaimana aku akan bisa menangkapmu di hari yang telah berada di ambang petang seperti ini? Melihat batang hidungmu saja kayaknya tak mungkin. Sekarang katak, engkau sedang bicara cinta di depanku, cukupkah kiranya nyanyianmu menyuarakan segala isi hatiku yang sedang dirundung rindu?”

Aku masih saja duduk termenung di depan musholla ketika matahari hampir tenggelam ditelan malam. Semakin saja kuterlena akan rasa-perasaanku sendiri, makhluk yang sedang mengiris-iris hatiku untuk kemudian menyematkan duri kegelisahan di dalamnya. Pohon-pohon di halaman Alhusna pun tampak ikut murung, hanya desirannya saja terasa memecahkan suasana. Langit di angkasa tampak diam seribu bahasa, ikut merasai hatiku yang sedang gundah gulana.

“Sai, ngelamun aja lo,” tegur iwan mengagetkanku. Iwan juga salah satu teman sekamarku.

“Ah, kamu wan!”

“Ke Cak Edi yuk! Haus ini kerongkonganku,” ajak Iwan.

Aku diam sejenak sebelum akhirnya menyetujui ajakannya. Dalam perjalanan ia pandangi aku dengan wajah penuh tanya, “ada apa gerangan dengan temanku ini?” Ia seperti sedang menerawang ke pedalamanku, lalu ia temui hatiku yang sedang ditumbuhi benih-benih asmara, tetapi tertutup rapat oleh kabut derita. Ia seolah membaca pikiranku, di mana berjuta-juta kegelisahan bersarang di dalamnya. Kemudian aku pun bercerita tentang permintaan si Dinda yang dibawa Mbah tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun