Angin berhembus kencang. Sangat kencang. Pucuk pepohonan dipaksanya menari. Semak belukar berputar seperti pusaran alam. Desau angin dan gerak pepohonan terdengar menakutkan.
Kilat menyambar lagi.
Kaleena sungguh ketakutan. Dia sudah melupakan bagian atas tubuhnya yang terbuka. Tangannya tak lagi memeluk dada tapi meraih lengan Dhanapati, sembari menyurukkan kepalanya ke dada lelaki itu.
Dhanapati dengan refleks memeluknya. Tubuh mereka saling bersentuhan. Dan tak terhindarkan, Dhanapati merasakan kehangatan menjalar di seluruh tubuhnya ketika tangannya menyentuh kulit halus Kaleena.
Hujan terus mengguyur deras. Desau angin masih terdengar. Kilatpun terus menyambar. Tapi Dhanapati nyaris tak menyadari semua itu.
Tangannya menelusuri kehalusan yang mengundang dalam peluknya itu.
“Dhanapati...”
“Iya?”
“Ka... kamu jangan nakal...”
“Nakal apanya?”
“Ja..jarimu. Ja...ngan...”