Kaki Dhanapati terasa digayuti jutaan semut dan dia sama sekali tak merasakan apa- apa. Dipegangnya kuat- kuat pedang yang sejak tadi digenggamnya.. Hanya Pedang Api ini saja yang akan dapat diandalkan jika lelaki di depan pintu yang mungkin suruhan Bhegawan Buriswara itu menyerbu masuk.
Sementara itu, dalam jarak lima belas tombak di belakang lelaki tak dikenal yang kini berhadapan dengan Dhanapati, Kiran bersiaga lagi. Dia menyadari bahwa dengan meninggalkan tempatnya berdiri tadi, Dhanapati kini sama sekali tak terlindung. Kalau lelaki itu menyerbu masuk, Dhanapati yang masih dalam keadaan lemah itu tak akan dapat melawan.
Jika orang- orang yang datang itu adalah utusan Bhayangkara Biru untuk menjemput Dhanapati, mereka akan dengan mudah membawanya pergi.
Tak akan dibiarkannya itu terjadi.
Kiran melompat sekali lagi. Kali ini ke arah muka. Dikebaskannya selendang sutra di pinggang. Digunakannya ajian Sebya Indradhanu Paramastri (Selendang Pelangi Para Bidadari ).
Selendang tersebut berkibar dengan halus tapi geraknya mengarah pada satu tujuan pasti. Pendar warna pelangi berhamburan saat selendang bergerak cepat dan dalam sekejapan mata melilit tubuh lelaki tak dikenal di depan pintu itu.
Gebyar cahaya pelangi mengelebat kemana- mana. Sungguh pemandangan yang sangat indah.
Dhanapati sungguh takjub. Gadis ini bukan orang sembarangan, ternyata. Apa yang baru ditunjukkannya adalah jurus Indradhanu Maharup Kaaya (Pelangi Memeluk Raga) . Ilmu tingkat tinggi yang hanya dimiliki oleh garis keturunan tertentu.
Tahulah kini Dhanapati, siapa Kiran sebenarnya.
Kesadaran itu membuat bulu kuduknya meremang...
Mereka, tujuh lelaki itu bukan datang untuknya.