Mohon tunggu...
Padepokan Rumahkayu
Padepokan Rumahkayu Mohon Tunggu... -

Padepokan rumahkayu adalah nama blog yang dikelola oleh dua blogger yang suka bereksperimen dalam menulis, yakni Suka Ngeblog dan Daun Ilalang. 'Darah di Wilwatikta' ditulis bergantian oleh keduanya dengan hanya mengandalkan 'feeling' karena masing- masing hanya tahu garis besar cerita sementara detilnya dibuat sendiri-sendiri. \r\nTulisan- tulisan lain hasil kolaborasi kedua blogger ini juga dapat ditemukan di kompasiana.com/rumahkayu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 14: Bergerak dalam Diam

22 November 2011   13:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:20 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendekar Harimau Hitam mengernyit. Bahu kirinya terasa perih. Perih yang sangat menusuk.

Dia mengigit bibir. Kemurahan hatinya harus dibayar mahal.

Lima Cakar maut yang melihat lawan terluka semakin bersemangat. Dia kembali menyerang. Lebih hebat. Lebih dahsyat.

Pendekar Harimau Hitam menghindar. Dan terkejut. Lengan kirinya mulai mati rasa. Racun yang melumuri jemari lawan ternyata sangat kuat.

“Kau terlalu memaksa. Jangan salahkan sahaya!!!” Dengan cepat Pendekar Harimau Hitam mengubah gerakan. Jurusnya kini lebih dahsyat. Sasaran bukan pada kaki atau lengan. Namun perut. Dan dada. Dan kepala.

Serangan yang terakhir berbuahkan hasil. Jurus ‘Pengerat Tulang Penggegar Otak’ menemui sasaran. Kelima jemarinya tenggelam di kepala lawan yang tak ditumbuhi rambut.

Lima Cakar Maut menjerit. Suaranya nyaring, jauh lebih nyaring dibanding suara babi hutan yang disembelih. Dia bergerak kacau, berputar. Kedua lengannya memegang kepala yang berlumuran darah.

Setelah menabrak pohon cemara, Lima Cakar Maut roboh. Mengerang. Dan akhirnya meregang nyawa.

***

Pendekar Harimau Hitam terdiam, memandangi lawan yang membujur kaku, dan kemudian menatap jemari tangan kanannya yang berlumuran darah.

Lagi, dia terpaksa mencabut nyawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun