Pendekar Harimau Hitam mengernyit. Bahu kirinya terasa perih. Perih yang sangat menusuk.
Dia mengigit bibir. Kemurahan hatinya harus dibayar mahal.
Lima Cakar maut yang melihat lawan terluka semakin bersemangat. Dia kembali menyerang. Lebih hebat. Lebih dahsyat.
Pendekar Harimau Hitam menghindar. Dan terkejut. Lengan kirinya mulai mati rasa. Racun yang melumuri jemari lawan ternyata sangat kuat.
“Kau terlalu memaksa. Jangan salahkan sahaya!!!” Dengan cepat Pendekar Harimau Hitam mengubah gerakan. Jurusnya kini lebih dahsyat. Sasaran bukan pada kaki atau lengan. Namun perut. Dan dada. Dan kepala.
Serangan yang terakhir berbuahkan hasil. Jurus ‘Pengerat Tulang Penggegar Otak’ menemui sasaran. Kelima jemarinya tenggelam di kepala lawan yang tak ditumbuhi rambut.
Lima Cakar Maut menjerit. Suaranya nyaring, jauh lebih nyaring dibanding suara babi hutan yang disembelih. Dia bergerak kacau, berputar. Kedua lengannya memegang kepala yang berlumuran darah.
Setelah menabrak pohon cemara, Lima Cakar Maut roboh. Mengerang. Dan akhirnya meregang nyawa.
***
Pendekar Harimau Hitam terdiam, memandangi lawan yang membujur kaku, dan kemudian menatap jemari tangan kanannya yang berlumuran darah.
Lagi, dia terpaksa mencabut nyawa.