Mohon tunggu...
Padepokan Rumahkayu
Padepokan Rumahkayu Mohon Tunggu... -

Padepokan rumahkayu adalah nama blog yang dikelola oleh dua blogger yang suka bereksperimen dalam menulis, yakni Suka Ngeblog dan Daun Ilalang. 'Darah di Wilwatikta' ditulis bergantian oleh keduanya dengan hanya mengandalkan 'feeling' karena masing- masing hanya tahu garis besar cerita sementara detilnya dibuat sendiri-sendiri. \r\nTulisan- tulisan lain hasil kolaborasi kedua blogger ini juga dapat ditemukan di kompasiana.com/rumahkayu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah di Wilwatikta Eps 59: Hasrat Aneh Menuntut Pelampiasan

2 Februari 2015   18:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:57 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14228513571582583152

DUA perempuan itu duduk bersila dalam posisi berhadapan. Dua perempuan dengan perawakan dan paras yang bertolak belakang. Yang seorang berusia senja, dengan rambut panjang yang sebagian sudah memutih. Kulitnya keriput, dengan wajah yang masih memperlihatkan sisa-sisa garis kecantikan semasa remaja.

Yang seorang lagi masih belia. Dengan rambut hitam panjang mencapai pinggang. Perawakannya ramping. Wajahnya cantik, dengan mata berbinar yang seolah memancarkan cahaya.

Perempuan setengah tua itu bernama Mohiyang Kalakuthana. Dunia persilatan mengenalnya sebagai si Ratu Racun, salah satu dari lima ahli racun paling mematikan di dunia, dan tokoh beracun paling berbahaya di Nusantara. Gadis belia itu bernama Kiran, yang semenjak remaja sudah mempelajari bagaimana cara menyembuhkan orang sakit.

Nasib mempertemukan keduanya, seorang ahli racun papan atas dan tabib belia yag jelita. Mereka awalnya bermusuhan, dan kembali lagi-lagi nasib mengubah mereka dengan cara yang aneh.

Kiran baru saja mengeluarkan racun Suksma Halayang dari tubuh Mohiyang. Upaya yang dilakukan Kiran dengan sangat susah payah. Mencoba mengobati seorang ahli racun yang terkena racun bukan hal yang sederhana. Kesalahan kecil bisa membuat yang diobati dan yang mengobati tewas dengan tubuh penuh racun.

Namun Kiran berhasil. Dan sebagai imbalannya, dia kini menerima pelajaran ilmu racun tingkat tinggi.

Awalnya Kiran tak terlalu berminat. Dia adalah tabib, yang bertugas menyembuhkan orang. Kenapa dia harus mempelajari ilmu racun? Namun kemudian, sejemput kesadaran memenuhi benaknya. Ilmu racun itu pada hakekatnya sama dengan ilmu lain. Sebuah ilmu tak akan membuat seseorang menjadi jahat atau baik. Yang menentukan adalah si pemilik ilmu. Dan di tangan seorang tabib, ilmu racun yang paling berbahaya sekalipun bisa menjadi obat. Setidaknya, dengan mengetahui berbagai hal tentang racun, dia akan mudah melakukan aksi pengobatan jika ada ‘pasien’ yang terkena racun.

“...Racun itu seperti air, yang bisa memercik dan bisa mengalir. Dia bisa dikuasai dan menguasai. Dari tinggi menuju rendah, dari tetesan menjadi udara. Kanan adalah kiri namun atas berbeda dengan bawah...” Mohiyang berbisik. Kiran mendengar. Mohiyang sedang memaparkan teori dari ilmu hebat yang dikuasainya.

“...Racun itu seperti api. Membuat hangat dan membuat hangus. Hangat itu ketika arah berbalik dan menjadi tiga. Hangus itu ketika lingkaran api menyatu dalam batas. Racun adalah air, namun racun bukan air. Racun adalah api, namun racun bukanlah api. Panas dan dingin bergerak dalam alunan lima langkah, ke kiri menyatu dan kanan berpisah...”

Kiran mengerutkan keningnya. Mencoba mengingat-ingat. Dan mencatat dalam hati. Mohiyang terus bergumam. Kini terdengar seperti bisikan. Suaranya terdengar bagai lantunan angin yang bertiup di celah daun.

***

Puluhan ribu tombak di arah selatan, Dhanapati juga duduk bersila. Dia berusaha keras menormalkan debar di dada. Wajahnya terasa panas. Nafasnya sesak. Pemandangan itu, pemandangan Kaleena yang sedang mandi masih memenuhi benaknya. Dan itu membuatnya berdebar. Terengah.

Ah, kenapa dengan dirinya? Dhanapati menggelengkan kepala. Dia sudah tiga hari bersama Kaleena. Dan semakin lama dia merasa semakin aneh. Dia kerap diselimuti perasaan yang membuatnya merasa tidak nyaman. Dia, kini mudah sekali terangsang. Dan perasaan itu tak jua hilang kendati sudah berusaha bersemedi.

Apakah ini karena Kramca Dirva (Pohon Surga) yang dimakannya beberapa hari lalu? Kramca Dirva adalah pohon aneh yang biasa digunakan para Sulthan di Bharat (India) dan Kaisar di Tionggoan ketika akan bercengkerama dengan para selir. Kramca Dirva akan memungkinkan para sultan dan kaisar itu bermesraan dengan belasan selir, dan tetap bisa memberikan kepuasan.

Apakah hasrat aneh yang kerap muncul disebabkan oleh pengaruh Kramca Dirva yang dimakannya? Dhanapati bergidik.

“Dhanapati... “ Terdengar jeritan lirih. Samar. Kaleena.

Dhanapati memejamkan mata. Mencoba membuat teliganya tuli. Dia tak tahu kenapa perempuan itu memanggilnya. Namun dia tahu, panggilan itu harus diacuhkan. Perempuan itu sedang mandi. Dan...

“Auu.., Dhanapati. Tolong...” Kembali terdengar jeritan. Kali ini lebih keras. Jeritan yang membayangkan ketakutan!!

Dhanapati melompat ke arah danau kecil tempat Kaleena mandi. Dan dia tertegun. Dia melihat gadis itu sedang bergelut di dalam air. Tubuh perempuan itu dilingkari sesuatu yang bergerak-gerak. Ular!!

Di sekitar Kaleena, nampak belasan, atau bahkan puluhan ular yang berenang, dan semuanya mengarah kepadanya.

“Dhanapati.... Aduhhhh!!”

Kaleena terlihat menggerakkan kedua tangannya. Air tersibak oleh kekuatan dahsyat. Sejumlah ular terlempar. Namun yang lain kembali berenang kearahnya

Tanpa pikir panjang Dhanapati segera melompat ke dalam air. Dan berenang secepat mungkin ke arah Kaleena. Kedatangannya membuat sebagian ular yang sedang berenang ke arah Kaleena, berbalik. Dan mendatanginya.

Sama seperti Kaleena sebelumnya, Dhanapati menggerakkan kedua tangannya. Tenaga sakti terpancar membuat air tersibak. Belasan ular terlempar. Namun belasan lainnya kembali mendatangi.

Dhanapati bergidik. Ada puluhan ekor ular berwarna hitam yang berenang mengitari mereka. Dia tak tahu apakah ular-ular itu beracun atau tidak. Namun dia tak mau mengambil resiko. Ular adalah binatang yang berbahaya. Setidaknya, sebagian ular diketahui mengandung racun yang mematikan. Apalagi dia dan Kaleena berada di dalam air.

“Kaleena, kita harus pergi dari sini,” kata Dhanapati, sambil menggerakkan kedua tangannya. Air tersembur tinggi. Kaleena melakukan hal yang sama. Gerakan kedua tangannya membuat air di sekitarnya seperti berpusar. Belasan ekor ular terseret pusaran. Namun puluhan ular tetap mendatangi.

“Ikuti aku...” teriak Dhanapati sambil menyibakkan air di depan. Tanpa bicara Kaleena mengikuti Dhanapati. Dia mengibaskan air di belakang mereka. Nyaris bergantian, mereka mengibaskan air yang terpancar tinggi, dan segera memanfaatkan peluang untuk pergi ke daratan.

“Ayo, cepat...”

“Tunggu. Pakaianku...”

Karena ingin secepatnya meninggakan danau, mereka menempuh jalan tercepat ke daratan. Mereka lupa bahwa pakaian Kaleena diletakkan di bagian lain.

Spontan Dhanapati menatap. Dan spontan kedua lengan Kaleena menutupi sepasang bukit kembar dan bagian di antara kedua paha.

“Biarkan pakaianmu. Aku lebih suka melihat kau seperti ini...” Goda Dhanapati.

Kaleena menatap lelaki itu dengan tajam. “Kau jangan berpikir aneh-aneh, Dhanapati. Kuasai dirimu. Kramca Dirva yang kau makan masih membbbbbb...” Ucapan Kaleena terhenti karena mulutnya tiba-tiba tersumbat oleh... bibir Dhanapati.

Perempuan itu meronta. Ciuman Dhanapati lepas. Dan bibirnya kini hinggap di leher. Dan kemudian ke pucuk bukit sebelah kanan yang masih basah.

Kaleena kembali meronta. Namun pemuda itu memeluk pinggangnya, dan menciumi sepasang bukit miliknya dengan ganas.

“Dhanapati... Jangan....”

Namun Dhanapati tidak berhenti. Dia seperti dirasuki oleh perasaan aneh yang membakar dada. Ada hasrat aneh yang muncul di dalam jiwa yang menuntut pelampiasan...

“Dhanapati... Ularrr... Ularrr!!!”

Teriakan Kaleena membuat lelaki muda itu sadar. Dia menoleh. Dan terkejut bukan main. Tempat mereka berdiri kini dikelilingi puluhan, atau mungkin ratusan ular yang berdesis ganas!!

(snakeville.com)

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun