Aku tersenyum pahit. "Merindukan seseorang itu mudah. Yang sulit adalah menerima kenyataan kalau segalanya nggak akan sama lagi."
Hening menyelimuti kami sejenak. Hanya suara gemuruh kereta yang mendekat yang mengisi udara. Aku ingin mengatakan begitu banyak hal, tapi kata-kata terasa lumpuh di lidahku.
"Doni," Silvi memanggil namaku dengan lembut. "Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi aku janji, kamu selalu punya tempat di hatiku."
Aku mengangguk pelan, menahan air mata yang hampir jatuh. "Jaga dirimu baik-baik, Silvi."
"Kamu juga," balasnya.
Kereta berhenti tepat di depan kami. Silvi mengambil kopernya dan melangkah ke pintu. Sebelum masuk, dia menoleh sekali lagi, memberikan senyuman terakhir yang akan terus terpatri di ingatanku.
Saat kereta mulai bergerak, aku berdiri di sana, membiarkan hujan membasahi tubuhku. Di antara deru mesin dan suara roda di rel, aku menyadari bahwa perpisahan ini bukan akhir dari segalanya. Tapi hanya babak baru dalam hidup kami masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H