Mengapa begitu?
Jawabannya juga sama dengan pertanyaan pada judul tulisan ini. Bahwa, jikalau Allah mengabulkan doa kita sekarang, bisa saja kita celaka sebagaimana jika Nabi Yunus langsung dikeluarkan dari perut ikan walau beliau masih berada di dasar laut.
Sayangnya, kita tetap tidak tahu kapan doa dan harapan ini dikabulkan oleh Allah, kan?
Maka dari itulah, belajar dari kisah Nabi Yunus, sudah sepatutnya kita sebagai hamba jangan terlampau mendikte hasil, jangan sok tahu terhadap yang terbaik, serta jangan mudah patah arang.
Terhadap apa-apa saja yang terjadi di dunia ini, terkadang kita tidak bisa terlalu menggunakan logika terhadap aturan Allah. Terkadang pula kita terlalu sering terjebak pada teknik beribadah.
Keyakinan, kekhusyukan, keikhlasan, kesabaran, hingga kepasarahan; seringkali kita terjebak kepada logika akal yang sangat terbatas hingga terucaplah kata-kata:
"Kesabaranku sudah habis!"
"Aku sudah cukup ikhlas!"
Gegara hal tersebut, kita lupa dengan "ketulusan" dari sikap yakin, khusyuk, ikhlas, sabar, dan pasrah. Seberapa cerdasnya diri terhadap teori perilaku, jikalau tiada ketulusan, maka kita bakal sulit menjemput pesan cintanya Allah, bukan?
Alhasil, mari kita sama-sama selalu bersyukur serta selalu berprasangka baik kepada Allah. Ikhtiar boleh maksimal, tapi jangan lupa bahwa imannya juga maksimal. Tak perlu mendikte hasil, karena di sebalik kesulitan yang bertumpuk, telah Allah siapkan hadiah yang besar.